Semua berawal dari situasi yang tak terduga sebelumnya, tentang bagaimana seorang pemuda tanggung yang sedang berusaha keras menggapai mimpinya lewat pendidikan. Oke, here we go. Hay, namaku mauladi. Biasa dipanggil mauladi, maul, ataupun di. Aku lahir disebuah desa kecil yang berada di Sumatera. Masa kecilku tidak terlalu menyenangkan tetapi juga tidak membosankan. Aku tau bagaimana rasanya ingin sebuah mainan anak-anak yang semua anak kecil dibelikan oleh orang tuanya sedangkan aku tidak. Menangis? Tentu saja iya, anak kecil mana yang tidak merengek ketika keinginannya tidak terpenuhi.Â
Lalu ketika beranjak remaja, aku sudah biasa menjadi orang yang selalu dipandang sebelah mata, tidak dihargai, suaraku tak pernah didengar, dibully, kayaknya semuanya sudah pernah aku rasakan. Efek jangka panjangnya ternyata lumayan buruk untuk kehidupanku yang mulai menata diri dan masa depan. Aku sering tidak percaya diri didepan orang banyak, bahkan didepan teman sendiri sekalipun. Aku merasa kadang bahwa emang seberapa didengerinnya sih suaramu itu, yang membuatku kadang merasa lemah even till now.Â
Akan tetapi, semua kenangan buruk dimasa lalu, mereka yeng meremehkan, sebisa mungkin aku tidak menyimpan dendam kepada mereka karena aku tau hal tersebut hanya akan sia-sia saja. Kayak itu tuh Cuma sekedar nambahi beban pikiran yang gk seharusnya dipikirin.
      Sekarang, hampir 3 tahun setelah lulus dari sekolah menengah atas aku mencoba untuk menata kembali serpihan-serpihan harapan yang kemarin masih berceceran. Aku tidak mungking menyatukan semua serpihan itu secara bersamaan, maka dari itu aku mencoba untuk sedikit demi sedikit maraih yang paling dekat bisa aku raih. Memang sih, tidak semua hal yang kita inginkan itu bisa kita miliki. Beberapa hanya menjadi angan-angan yang dibawa sampai jadi debu. Tapi, seperti kata Najwa Shihab -Hidup yang tidak dipertaruhkan tidak akan dimenangkan- menjadi sedikit pemantik untuk merubah keadaan dan keluar dari jerat kemiskinan.Â
Jika kamu bilang kekayaan bukan segala-galanya, well itu tidak masalah kita bisa memilih jalan yang kita kehendaki sendiri. Maksudku, ketika kita berencana ingin keluar dari jerat kehidupan ditengah lingkungan yang bermental kepiting itu bakal susah. Satu hal kenapa sampai sekarang aku tidak terlalu suka memberi tahu apa kegiatanku dan apa aja, itu karena aku pernah mendapat pesan dari seorang teman bahkan temanku ini dulu lumayan deket. Mungkin niatnya baik ingin memberi tahu kalo dia peduli, tapi pesan yang disampaikan kepadaku itu adalah menyuruh aku untuk berhenti mengejar apa yang sedang aku perjuangkan dan menganggap aku terlalu nekat.Â
Kalo boleh aku bilang, aku memang nekat teman. Aku tidak akan menyesal dikemudian hari karena telah memperjuangkan apa yang aku inginkan daripada menua dalam tanda tanya yang hanya berbiacara pada diri sendiri ke masa lalu kenapa tidak mencobanya dulu.
      Kembali lagi, kita hidup dengan pilihan kita masing-masing. Aku ataupun kamu tidak ada yang salah dalam mengambil sebuah keputusan atau ajalan hidup. Kesalahan itu terjadi ketika kita tidak bisa saling menghargai pendapat masing-masing dari berbagai tipe jenis manusia didunia. Satu ajaran yang paling aku inget dari kedua orang tuaku adalah etika dan komunikasi. Etika mengajarkan kita bagaimana caranya berprilaku yang memanusiakan manusia, komunikasi mengajarkan kita bagaimana sebuah hubungan yang sehat dibangun.
      Akhirnya, terima kasih kepada diri sendiri yang telah berjuang tanpa menyerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H