Secara definisi Pariwisata Syariah adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah yang memenuhi ketentuan syariah. Pariwisata Syariah memiliki karakteristik produk dan jasa yang universal, artinya keberadaannya dapat dimanfaatkan oleh semua umat manusia (rahmatan lil ‘alamiin).
Pada dasarnya pariwisata syariah sama seperti pariwisata pada umumnya hanya saja konsep ini secara eksplisit akan memberi beberapa batasan, dengan tujuan memberi kenyamanan untuk bersyariah. Bagi wisatawan non muslim, aturan ini mungkin akan terkesan mengekang kebebasan dan kebiasaan lama mereka. Namun secara ekonomi justru akan membuat segmentasi dan memberikan kesan keunikan. Kesan unik inilah yang akan meningkatkan daya tarik dan nilai jual. Maka dalam pengelolaannya perlu dijaga dan dijadikan tradisi sehingga setiap wisatawan yang datang akan merasakan pengalaman yang baru, untukdicoba, di ketahui, dan di bagi dengan kelogenya saat ia kembali.
Konsep wisata syariah adalah sebuah kebutuhan. Indonesia yang mayoritas muslim, tentu tidak relevan bila konsep pariwisatanya mengacu pada budaya barat. Apalagi tren wisatawan, kini sangat dinamis. Menurut Esty Reko Astuti selaku Direktur Jenderal Pemasaran Pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sektor turis pariwisata syariah muslim global pada tahun 2012mencapai USD 137 miliar, dan di 2018 diprediksi akan berkembang jadi USD 181 miliar. Peluang ini tentu harus segera di tangkap oleh Indonesia, kalau tidak mau tertinggal dari Negara tetangga. Selain itu konsep wisata syariah yang terimplementasi dengan baik akan menjaga eksistensi Indonesia sebagai Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Di Indonesia, melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sudah menetapkan 9 destinasi wisata syariah yaitu Sumatra Barat, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Makassar dan Lombok. Namun diantara 9 kota itu Jakarta adalah kota yang paling menarik untuk dibahas. Karena ia merupakan barometer bagi kemajuan indonesia. Karena di kota yang dulu terkenal dengan sebutan Batavia inilah pusat pemerintahan dan pusat bisnis di negeri ini ada, sehingga membuat manusia beragam ras, suku, dan agama dari berbagai pelosok negeri tertarik untuk datang dan mengadu nasib disini. Maka tak heran bila kehidupan di Jakarta menjadi sangat heterogen dan dinamis.
Lalu bagaimana konsep wisata syariah yang ideal di Jakarta?. Sebelum membahas lebih jauh ada dua hal yang harus dipahami. Pertama, modal awal membangun industri pariwisata Islami adalah kebudayaan Islam yang tumbuh dan berkembang di DKI Jakarta dalam hal ini budaya masyarakat betawi, seperti budaya kegiatan agama di masjid, pernikahan, musik hingga ikonnya yang terkenal seperti ondel-ondel. Semua budaya dan adat istiadat betawi itu berjalan beriringan dengan budaya islam. Inilah yang membuat Suku Betawi memililki budaya yang unik dan majemuk sebagai hasil percampuran elemen Cina, Arab, Portugis, dan Belanda.
Kedua, pada awalnya kita harus membangun paradigma bahwa dalam konsep wisata syariah tidak ada perubahan apapun tentang destinasi wisata. Poin pembedanya disini adalah kenyamanan dalam beribadah, kemudahan mendapatkan produk pangan halal, serta lingkungan yangsyar’i dan bebas maksiat baik dari pelayanan, fasilitas penunjang, lingkungan hotel, spa hingga restoran. Dalam hal ini Kemenkraf bekerja sama dengan MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah menetapkan standarisasi hotel, spa dan restoran yang berbasis syariah. Jadi apapun destinasi wisatanya, 3 faktor diatas adalah syarat mutlak sebuah wisata dapat disebut sesuai syariah.
Maka untuk mensinergikan tiga faktor diatas kita memerlukan satu variabel utama yang merupakan pusat perkembangan sosial dan ekonomi kaum muslimin sejak zaman Rasulullah yaitu Masjid. Kenapa masjid? karena masjid hampir selalu ada disetiap sudut kota Jakarta. dan dari masjid pula sosialisasi panduan wisata syariah di Jakarta dapat dengan mudah diketahui wisatawan secara efektif dan efisien. Berdasarkan data SIMAS (Sistem Informasi Masjid) di website kemenag.go.id, terdapat 675 Masjid yang terdata di Jakarta, yang tersebar dari kebon jeruk hingga kali malang, dari tanjung priuk hingga pasar minggu. Lokasi tempat adanya masjid tentu memiliki karakteristik wisata yang berbeda, tergantung bentuk geografis dan masyarakat yang tinggal disekitarnya. Namun apapun potensinya, untuk mendukung konsep wisata syariah masjid harus memilki 3 faktor penunjang seperti yang telah disebutkan diatas.
Hal ini tentu memerlukan klasifikasi masjid mana yang masuk standar pariwisata mana yang tidak. Tolak ukurnya bisa dilihat dari ketersediaan lahan parkir, keamanan lingkungan, ketersediaan perlengkapan ibadah, kebersihan, keindahan, kemudahan akses pada produk halal, serta dokumentasi sejarah dan budaya. Dari masjid ini pulalah masyarakat sekitar, pengurus masjid, pengusaha wisata dan pemerintah dapat duduk bersama menganalisa potensi wisata yang ada didaerah mereka.
Secara umum, potensi wisata di Jakarta ada pada empat sektor yakni: wisata alam, wisata kuliner, wisata belanja, dan yang terakhir adalah wisata sejarah dan budaya. Keempat sektor wisata itu terbagi dalam 6 kota besar yaitu pertama, Merdeka Square di Jakarta Pusat yang mempresentasikan wisata sejarah dan budaya, kedua wilayah elit Menteng yang menawarkan wisata kuliner dan akomodasi wisatawan berbudget tebal. Ketiga dan keempat ada di Jakarta Selatan yang meliputi Kebayoran dan Bintaro yang mewakili wisata belanja dan budaya. Jakarta Barat, yang saat ini akan dikembangkan menjadi kota utama dimana akan dibangun gedung-gedung dan hotel serta Jakarta Timur yang merupakan tempat perdagangan dan rekreasi pantai yaitu Taman Impian Jaya Ancol, Pulau Seribu, dan beberapa pulau indah yang terdapat di teluk Jakarta yang lebih banyak menawarkan wisata alam.
Dari sini kita bisa melihat bahwa 6 kota besar tersebut memilki potensi wisata yang berbeda. Namun dibalik perbedaan potensi itu, setiap kota satu persamaan, yakni menjadikan masjid sebagai pusat aktifitas beragama umat islam. Katakanlah seperti masjid Istiqlal di Jakarta Pusat, dan masjid al Munawwir di Jakarta Selatan. Dari sini peluang wisata syariah itu bisa dioptimalkan. Bayangkan bila setiap masjid memiliki fasilitas ibadah yang nyaman disertai unit usaha makanan halal yang dikelola masyarakat lokal. Maka kemanapun dan apapun bentuk destinasi wisata para pelancong muslim ini di Jakarta, para pelancong muslim tak lagi khawatir kebutuhan syariahnya tak terpenuhi.
Bila kita melihat praktek wisata syariah di Negara-negara yang muslimnya minoritas seperti Prancis, Jepang dan Thailand. Salah satu strateginya adalah membuat “brand halal”. Tren makanan halal ini sudah menjamur di Eropa dan Negara maju lainnya. Strategi ini sangat baik dalam menggaet pasar non muslim, mereka cenderung ingin mencoba. Apalagi dari sisi kesehatan makanan halal cenderung lebih baik dari yang non halal. Maka salah satu cara mempopulerkan wisata syariah bagi pasar non muslim adalah dengan menciptakan pusat kuliner Halal. Berangkat dari unit usaha di masjid dan beragam unit usaha halal lainnya di Jakarat dapat dibentuk asosiasi pedagang halal yang rutin mengadakan festival makanan halal setiap tahunnya. Yang mana didalamnya ada edukasi tentang keunggulan makanan halal dibanding yang non halal.
Untuk pengembangan wisata syariah, Jakarta Islamic Center sebagai pusat pengembangan dakwah islam di Jakarta dapat berperan sebagai lembaga riset dan pengembangan masjid sebagai poros wisata syariah di Jakarta. Implementasinya terangkum dalam 3 inovasi nyata yaitu Membuat Standarisasi Masjid untuk Wisata Syariah dengan mengacu ada variable yang telah disebutkan diatas. Yang kedua membuat buku panduan wisata syariah bertajuk “Map of Mosques” dimana didalamnya terdapat jadwal sholat lengkap dengan peta lokasi masjid yang ada diseluruh pelosok Jakarta. Baik yang masuk kualifikasi standar wisata maupun tidak. Buku panduan inilah yang akan menjadi guide bagi wisatawan dan agen biro perjalanan, agar lebih mudah mengakses tempat ibadah dan potensi wisata yang berada disekitarnya. Dan yang ketiga melakukan pembinaan terhadap para da’i dan aktifis masjid tentang akhlaq terhadap wisatawan yang terangkum dalam konsep (ikromu dhuyuf), pembinaan ini juga dilengkapi dengan keterampilan wirausaha dengan tema kulliner halal, dan tidak lupa ada pembekalan bahasa arab dan bahasa Inggris sebagai media yang akan mempererat silaturrahmi antara masyararakat dengan wisatawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H