Mata itu melegakan
Mendamaikan gemuruh nurani yang meragu
Mata itu membinarkan segumpal harapan
Mengasingkan kebimbangan hari esok
Mata itu menatap tajam penuh kebijaksanaan
Menundukkan angkuh
Menciutkan setiap jiwa
Mata itu membuat oase padang gurun tak lagi berharga
Tatkala ia menyirami dahaga jiwa terdalam dengan kisahnya
Ia ....
Bagaikan gema detak jantungku yang kadang datang dan kadang pergi
Bukan...bukan karenanya, tapi karena aku
Aku yang mengusirnya kala langit begitu biru
Dan mengaduh malu kala hujan tak berhenti jatuh
Kehidupan fana menyeretku dalam kealpaan
Memaksa telingaku patuh pada dusta
Dan takut pada kesepian
Aku...
Aku ingin gema itu selalu ada
Mengajakku ke tepian sunyi
Membalutku dengan kedamaian senyap
Ia....
Ia melihatku dari kejauhan
Sejauh langkah kakiku menapaki hadirnya
Dan aku tahu matanya selalu menatap kearahku
Aku tahu karena mata itulah yang mengawali kisahku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H