Mohon tunggu...
Maudy OktavianiFrismana
Maudy OktavianiFrismana Mohon Tunggu... Musisi - international relation universitas jember

hobi saya berenang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mari Mengenal Sistem Moneter Beserta Pengertian, Valuta Asing dan Perkembangannya

3 April 2023   00:25 Diperbarui: 3 April 2023   00:35 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sistem moneter internasional adalah sistem yang memungkinkan perdagangan internasional dan keuangan antar negara dengan menggunakan mata uang yang berbeda. Sistem moneter internasional merujuk pada perjanjian dan aturan yang mengatur perdagangan antarnegara dan nilai tukar mata uang. Tujuannya adalah untuk mempromosikan stabilitas keuangan global, memfasilitasi perdagangan internasional, dan membantu negara-negara dalam memperoleh mata uang yang dibutuhkan untuk perdagangan mereka. Sistem ini telah mengalami banyak perubahan sepanjang sejarahnya, mulai dari standar emas hingga sistem kurs mengambang yang digunakan saat ini.

Dalam sistem moneter internasional, valuta asing memainkan peran penting. Valuta asing, atau mata uang asing, merujuk pada mata uang yang digunakan dalam transaksi internasional. Ada beberapa jenis valuta asing, termasuk mata uang yang terus-menerus stabil (seperti dolar AS), mata uang yang stabil tetapi terkadang mengalami fluktuasi nilai tukar (seperti euro), dan mata uang yang sangat tidak stabil dan sering mengalami fluktuasi nilai tukar (seperti peso Argentina). Sistem valuta asing adalah mekanisme di mana mata uang berbeda dikonversi satu sama lain. Ini melibatkan penggunaan nilai tukar, yang mengukur nilai relatif satu mata uang terhadap mata uang lainnya.

 Ada dua jenis sistem valuta asing: sistem nilai tukar tetap dan sistem nilai tukar mengambang. Dalam sistem nilai tukar tetap, nilai tukar mata uang ditetapkan oleh pemerintah dan dijaga dengan intervensi pasar yang agresif. Dalam sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar mata uang ditentukan oleh kekuatan pasar, dan fluktuasi nilai tukar terjadi sebagai respons terhadap permintaan dan penawaran mata uang. Dalam era globalisasi saat ini, sistem moneter internasional dan valuta asing menjadi sangat penting bagi perdagangan internasional dan stabilitas ekonomi global. Dengan adanya sistem yang baik dan stabil, perdagangan internasional dapat terjadi dengan lancar dan stabilitas keuangan global dapat terjaga.

Namun, jika kita melihat sejarahnya SMI telah terbentuk sejak abad ke-19 dan awal abad ke-20, standar emas adalah sistem moneter internasional yang digunakan. Dalam sistem ini, nilai mata uang negara didasarkan pada cadangan emas yang dimilikinya. Setiap negara yang menggunakan standar emas harus memiliki cadangan emas yang cukup untuk menjamin nilai mata uangnya. Sistem ini memungkinkan perdagangan internasional yang stabil dan dapat dipercaya. Namun, sistem ini terbukti tidak efektif selama Perang Dunia I.

Perang Dunia I mengakibatkan keruntuhan sistem moneter internasional yang ada saat itu. Banyak negara yang terlibat dalam perang tersebut mengeluarkan hutang besar-besaran untuk membiayai perang mereka, sehingga cadangan emas mereka menipis. Negara-negara tersebut akhirnya memutuskan untuk mencetak lebih banyak uang daripada cadangan emas mereka, sehingga nilai mata uang mereka merosot. Akibatnya, terjadi inflasi yang merusak ekonomi negara-negara tersebut. Perang Dunia II membuat situasi semakin buruk. Karena kebutuhan untuk membiayai perang, banyak negara mencetak uang tanpa memperhatikan cadangan emas mereka. Akibatnya, nilai mata uang mereka semakin merosot dan inflasi semakin tinggi. Selain itu, kebijakan perdagangan proteksionis yang diadopsi oleh banyak negara juga menyulitkan perdagangan internasional.

Setelah Perang Dunia II, negara-negara dunia memutuskan untuk menciptakan sistem moneter internasional yang baru. Pada tahun 1944, konferensi Bretton Woods diadakan di New Hampshire, Amerika Serikat. Konferensi ini menghasilkan kesepakatan untuk membentuk sistem moneter internasional baru yang didasarkan pada dolar Amerika Serikat sebagai mata uang cadangan dunia. Sistem ini dikenal sebagai Bretton Woods Agreement. Dalam sistem Bretton Woods, nilai dolar AS ditetapkan pada nilai emas tetap sebesar $35 per ounce. Negara-negara yang ingin menukar dolar mereka dengan emas dapat melakukannya dengan Bank Sentral AS. Sistem ini memungkinkan perdagangan internasional yang stabil dan mengurangi fluktuasi nilai mata uang yang tiba-tiba. Namun, sistem Bretton Woods juga memiliki kelemahan. Negara-negara yang tidak memiliki cadangan dolar yang cukup untuk menjamin nilai mata uang mereka terpaksa harus membatasi pengeluaran mereka. Selain itu, kebijakan ekonomi AS yang tidak stabil juga mengancam stabilitas sistem ini.

Setelah sistem Bretton Woods runtuh pada tahun 1971, sistem kurs mengambang digunakan sebagai sistem moneter internasional yang baru. Sistem ini mengizinkan nilai tukar mata uang suatu negara ditentukan oleh permintaan dan penawaran pasar, tanpa campur tangan dari pemerintah. Sistem kurs mengambang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1917 oleh Inggris, ketika mereka menghadapi tekanan untuk membiarkan pound sterling mengambang secara bebas. Namun, sistem ini tidak disetujui secara internasional hingga setelah runtuhnya sistem Bretton Woods pada tahun 1971. Setelah Bretton Woods runtuh, Amerika Serikat mengubah sistem nilai tukar mereka menjadi sistem kurs mengambang terkendali. Namun, sistem ini tetap tidak stabil dan banyak negara memutuskan untuk beralih ke sistem kurs mengambang bebas.

Pada Agustus 1971, Amerika Serikat mengumumkan bahwa mereka tidak akan lagi menukarkan dolar AS mereka dengan emas pada harga tetap sebesar $35 per ons. Tindakan ini menghapuskan sistem Bretton Woods dan membuat nilai tukar mata uang dunia mengalami fluktuasi yang besar. Ini juga memicu terjadinya inflasi tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang lambat di Amerika Serikat. Untuk mengatasi krisis tersebut, pada Desember 1971, negara-negara industri maju bertemu di Washington DC dan menandatangani Perjanjian Smithsonian. Perjanjian ini menyetujui untuk memperluas kisaran nilai tukar mata uang terhadap dolar AS menjadi 2,25% di atas atau di bawah nilai tukar tetap sebesar $35 per ons emas. Namun, perjanjian ini juga gagal mengatasi inflasi dan ketidakstabilan mata uang.

Setelah beberapa tahun Perjanjian Smithsonian, pada 1976, negara-negara anggota International Monetary Fund (IMF) bertemu di Jamaika dan menyetujui untuk mengubah SMI. Perjanjian Jamaika mengakhiri kewajiban negara-negara untuk menukarkan mata uang mereka dengan emas dan mengadopsi sistem kurs mengambang bebas. IMF juga menjadi lebih berfokus pada upaya mengatasi krisis keuangan internasional daripada mempertahankan nilai tukar mata uang.

Beberapa pihak berpendapat bahwa dalam sistem kurs mengambang negara-negara dapat mengubah nilai tukar mata uang mereka secara fleksibel, yang dapat membantu mengatasi fluktuasi ekonomi global. Sistem ini juga menghilangkan ketergantungan pada cadangan emas dan memungkinkan perdagangan internasional yang lebih efisien. Namun, sistem kurs mengambang juga memiliki beberapa kekurangan. Salah satu kekurangannya adalah bahwa nilai tukar mata uang dapat berfluktuasi secara tiba-tiba dan sulit diprediksi, yang dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi dan ketidakpastian investasi. Selain itu, beberapa kritikus juga mengatakan bahwa sistem ini dapat memungkinkan spekulasi mata uang dan keuntungan yang tidak adil bagi pedagang mata uang besar.

Sumber Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun