Aku membayangkan Beethoven ada disini, duduk bersamaku, bersender dipunggung, membelakangiku. Rambutnya masih tetap acak-acakan, tapi dia tidak lagi memakai mantel, Ia hanya memakai kaos oblong hitam, persis seperti yang kupakai. Dia akan memainkan satu nomor lagu untukku, tidak dengan menggunakan piano, hanya menggunakan gitar yang ia pinjam dariku. Melodinya dimulai dengan E mayor. Fur Elise. Konon lagu ini diciptakan, untuk kekasihnya, Elise, sebuah kasih yang tak berkesudahan, sebuah hasrat yang tak pernah tersampaikan. Akan tetapi, malam ini sepertinya lagu ini dimainkan hanya untukku, khusus buatku. Dia dan aku mempunyai perasaan yang mirip, kisah yang tak jauh berbeda. Ingin menyentuh sesuatu yang jauh dari pandangan, apalagi dari tangan, serasa tidak mungkin, meski tetap masih ada harapan. Aku tak bermaksud memberi kesimpulan pada hidup yang belum selesai ini, selayaknya manusia, aku hanya mencoba menerka-nerka. Kemudian, belum semenit lagu ini dimainkan, Ia sudah pergi, padahal lagu ini belum rampung sampai melodi terakhir. Lagu ini belum paripurna. Sekarang hanya ada aku, gitar dan rasa hangat dipunggungku. Baiklah, biar aku yang akan menyelesaikan melodi terakhir ini, Fur Elise. Depok, 10 Nov '10 * sumber ilustrasi: www.raptusassociation.org
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H