Mohon tunggu...
Muhammad Zahruddin
Muhammad Zahruddin Mohon Tunggu... -

Perancang Grafis, Peramu Cetak, Penikmat Sepakbola. \r\nwww.maucokelat.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku Belum Patah

7 Juli 2011   01:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:52 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13100011511405222552

Di awal muharram, ada kabar yang membuatku gentar, aku tersenyum kecut. Kabar ini memang sudah ku tunggu sejak lama. Dia mungkin sudah memutuskan, sepertinya, walaupun belum pasti, semesta alam raya yang membisikiku. Parahnya, aku sedikit mengamini. “Non, gmn kbr? Sehatkah?“, isi pesan yang sudah ku ketik di ponselku, isinya persis seperti puluhan pesan pendek yang pernah kukirimkan untuknya, aku tak punya kata-kata lain selain itu. Kalau berkomunikasi dengannya, mendadak aku jadi bodoh, miskin kata-kata, perbendaharaan kataku macet, aku tak punya ide, sama sekali tak punya. Bagiku tak ada kabar yang paling menggembirakan di bandingkan dengan balasan sms nya, dan bagiku tak ada penantian yang paling panjang dibandingkan saat menunggu balasan sms nya. Anda tahu, tak cukup sekali aku membaca sms darinya, aku baca berulang-ulang, belasan kali barangkali. Aku akan menilai setiap kata, tanda baca maupun intonasi dengan teori semiotika yang aku pahami. Agar tidak ada salah paham, supaya aku cukup mengerti. Anda tahu, ketika menunggu balasan sms dari nya, aku seperti memiliki sindrom kegilaan yang cukup akut terhadap ponsel, tiap beberapa detik aku akan mengecek apakah sudah ada sms balasan atau belum, walaupun aku tahu, nada dering ponselku sudah ku atur volume maksimal, namun aku tetap tak percaya, aku memilih memastikan dengan mata kepalaku sendiri. Kemudian kabar itu, walaupun masih belum pasti, membuatku urung untuk mengirim sms yang sudah kuketik tadi, Ponsel ini masih dalam genggamanku, tanganku tak berhenti berkeringat, hatiku rontok, bagai rambut terkena ketombe stadium empat. Kedua lututku sudah pasti lemas, sekaleng susu beruang yang aku minum tadi, tak cukup membantu kondisi ini. Aku layaknya tim sepakbola Laos, yang dihajar tim nasional Indonesia, 6 gol tanpa balas, mampus berantakan. Duh Gusti… kenapa Kau ciptakan cinta yang bentuknya seperti bola, kenapa tidak berbentuk kubus seperti kotak rubiks saja, sehingga aku bisa membedakan, perbedaan warna ditiap sisinya, sehingga aku tidak perlu tersesat, di kuadran mana aku berada. Duh Gusti… kenapa pula Kau ciptakan wanita dari tulang rusuk pria, jelas ini membebani kami. Di Lauful Mahfuz sudah tertulis nama tiap pasangannya, tiap pria ditakdirkan untuk mencari bagian rusuknya sendiri-sendiri. Untuk pria berbakat semacam Robert Pattinson tentu mudah menemukan bagian rusuknya, tapi bagaimana dengan aku, aku tidak berbakat dalam persoalan cinta, aku buta warnanya cinta. Pergilah nona, pergilah…! Pergilah ketempat dimana kau bisa temukan cahaya yang lebih lembut, cahaya yang katanya membuatmu lebih nyaman, lebih aman. Beruntungnya pria itu, karena rusuknya sendiri yang datang ke tuannya, beruntungnya dia. Pergilah Nona, pergilah…! Aku akan memaklumi, aku cukup paham dengan kondisi yang kau alami, aku tak apa-apa, kan sudah kubilang, aku ini jagoan. Tapi perlu kau tahu, Nona. Bendera putih itu masih kulipat rapi, masih kusimpan baik-baik di laci meja kerjaku, tak ada niat sedikitpun untuk membukanya, apalagi mengibarkannya. Sampai detik ini aku belum menyerah, dan aku belum patah. Kembalilah kapanpun kau mau, kembalilah, Nona. Depok, 15 Desember 2010 *) Sumber Ilustrasi: www.blog.beliefnet.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun