Mohon tunggu...
Matthew Moreno Katoroy
Matthew Moreno Katoroy Mohon Tunggu... Mahasiswa - SMA Kolese Kanisius Jakarta

Saya adalah seorang mahasiswa yang mencoba mengungkap segala minat saya dalam artikel yang saya tulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kolese Kanisius: Dahulu, Sekarang, Nanti

18 September 2024   23:17 Diperbarui: 18 September 2024   23:58 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perubahan bagaikan air yang mengalir di sungai, terus bergerak dan tidak pernah diam di tempat yang sama. Sama halnya dengan Kolese Kanisius yang selalu berubah dari waktu ke waktu.

Kolese Kanisius merupakan salah satu sekolah ternama di Jakarta, jika bertanya tentang jagoannya Menteng Raya tentu Kanisius jawabannya. Sekolah yang identik dengan sekolah khusus laki-laki ini merupakan salah satu sekolah favorit di Negeri ini, banyak siswa-siswa dari penjuru negeri berlomba-lomba agar dapat diterima masuk dan menimba ilmu di Kanisius, ada banyak yang diterima dan tentunya ada banyak yang tidak diterima. CC yang merupakan panggilan akrab dari Kolese Kanisius sudah berdiri sejak 1927, banyak hal yang telah berubah dari CC baik secara pribadi siswa maupun instansi pendidikan secara keseluruhan. 

Jika kita tarik waktu kebelakang, pada tahun 90an CC bisa dikatakan sekolah yang sangat rebel atau begajulan, disaat sekolah lain mengharuskan muridnya berpenampilan rapi dengan rambut yang tertata dan mengenakan sepatu, murid CC dengan santainya datang sekolah dengan rambut mereka yang gondrong dan tentunya sandal jepit, iya benar sandal jepit. Karena badan anak CC yang besar-besar seperti preman maka diperlukan guru yang mempunyai mental baja juga untuk menghadapinya, oleh karena itu tak heran pada waktu itu banyak penggaris dan penghapus papan tulis melayang. 

Tentunya lingkungan Kolese Kanisius pada saat itu masih sangat keras, banyak sekali kasus partai dengan sekolah lain. Bagi yang tidak tahu, partai adalah cara anak CC untuk menyelesaikan masalah dengan bertarung satu lawan satu, jika ada masalah dengan sekolah lain, justru anak-anak CC sendirilah dengan mandiri menyelesaikan masalah mereka dengan partai. Tak jarang anak-anak CC ramai-ramai mendatangi sekolah lain hanya untuk partai dan menyelesaikan masalah.

Kemudian beralih ke tahun 2000an, CC mulai mengikuti pertauran dengan tidak memperbolehkan lagi muridnya memakai sendal jepit. Ada cerita unik dibalik pelarangan tersebut, menurut Pak Budi salah satu guru pensiunan CC, beliau mengatakan bahwa CC ditegur oleh dinas pendidikan untuk mengikuti peraturan dinas dengan mengharuskan anak-anak didiknya mengenakan sepatu dan berpenampilan rapi, pada awalnya Pater Dross yang merupakan Pater rektor menolak, pada akhirnya dia setuju karena CC akan diancam ditutup jika tidak menaati peraturan dinas. Meskipun begitu, ciri khas gondorng anak CC masih tetap dipertahankan oleh sekolah.

Kemudian pada masa sekarang, CC sudah dirasa menjadi lebih lembek dari zaman pendahulunya. CC yang sekarang sudah banyak terikat peraturan, ciri khas gondrong anak CC saja sekarang sudah tidak perbolehkan lagi oleh sekolah, guru sudah tidak berani lagi melemparkan penghapus dan penggaris ke murid karena aturan Safeguarding. Murid CC yang sekarang mudah mengadu ke sekolah, membuat ciri khas laki-laki di sekolah ini menjadi semakin luntur. Angkatan CC yang pada tiap tahunnya menjadi semakin lemah dan manja, lingkungan CC yang lama-kelamaan menjadi cengeng.

Jika penulis membandingkan CC dengan 5 tahun yang lalu, penulis sebenarnya merasa kecewa dengan CC yang sekarang, kejantanan anak CC mulai berkurang, buktinya banyak siswa CC yang mengadukan gurunya dengan tuduhan Safeguarding hanya karena mencubit dan menegur. Banyak orang tua murid yang terlalu ikut campur akan aktivitas anak-anaknya membuat murid CC semakin manja. Padahal jika kita melihat 5 tahun yang lalu, guru CC masih berani untuk bermain fisik dengan muridnya dan muridnya menerima itu dengan senang hati, orang tua juga tidak terlalu terlibat dalam kegiatan anak, serta penyelesaian masalah dalam bentuk partai juga masih dilestarikan.

ALASKA atau Aliansi Supporter Kanisius yang merupakan kebanggan Kanisius makin hari makin sepi, padahal sejak dulu ALASKA pasti selalu ramai tetapi contohnya pertandingan DBL kemarin dimana sedikit sekali anak-anak CC yang masih mau berpartisipasi dalam ALASKA, tentunya hal ini membuat malu CC karena sejatinya ALASKA adalah cerminan Kanisius bagi sekolah lain. Kalau kita membandingkan ALASKA pada DBL tahun lalu, ALASKA tahun ini separuhnya saja tidak bisa menandingi kemeriahan ALASKA tahun lalu.

Kemudian menurut penulis, anak-anak CC sudah mulai individualis, mereka hanya mementingkan kepentingan mereka sendiri, buktinya ketika DBL kemarin, penulis sudah mengajak beberapa teman penulis untuk berpartisipasi dalam ALASKA, tetapi ada saja alasannya untuk tidak mau ikut. Penulis berasumsi anak-anak CC merasa bahwa ALASKA hanyalah kegiatan yang tidak berguna dan membuang-buang waktu, padahal melalui ALASKA kita ditempa untuk lebih solid sebagai satu almamater.

Bagaikan sungai yang terus mengalir, perubahan itu akan selalu ada dimanapun dan kapanpun meskipun perubahannya tidak akan selalu ke arah yang positif. Tentunya penulis sebagai siswa Kanisius harus menerima perubahan itu, tetapi penulis juga berharap agar kedepannya Kanisius dapat berubah menjadi semestinya sebagai sekolah laki-laki yang tetap mempertahankan kejantannya. Tentunya masih ada nilai yang dipertahankan seperti kejujuran yang dijunjung Kanisius masih tetap dipertahankan sampai saat ini, penulis masih bersyukur karena kejujuran masih dipertahankan di sekolah Kanisius. Dari dulu sampai sekarang peraturan menyontek pasti keluar masih tetap berlaku di Kanisius.

Kedepannya penulis berharap Kanisius menjadi sekolah yang lebih jantan lagi karena sejatinya Kanisius merupakan sekolah laki-laki dan tetap mempertahankan nilai-nilai yang dirasa baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun