Agenda Koalisi Merah Putih (KMP) untuk merusak ritme pemerintahan Jokowi makin kentara. Melalui kekuatan parlemen, KMP terus bermanuver menggolkan undang-undang yang menguntungkan pihaknya. KMP sudah berhasil menggolkan UU MD3, mengesahkan Pilkada tak langsung, dan siap-siap meraup posisi kepemimpinan MPR. Dari sana kelak akan muncul lagi wacana pemilihan Presiden dan Wakil Presiden melalui MPR seperti masa Orde Baru. Jika sudah demikian, tidak ada satu kekuatan pun yang akan mampu menghalangi ambisi KMP untuk menguasai Indonesia!
Melalui kekuasaan di parlemen pula KMP akan menggoyang Jokowi, dan membuat Jokowi seperti bebek lumpuh, dan pada akhirnya rakyat akan merasa sia-sia memilih pemimpin populis itu, karena program-program kerakyatannya mangkrak, setelah diganjal para "Anak TK" di Senayan. Jika Jokowi dianggap tidak bisa berbuat apa-apa untuk rakyat, maka agenda untuk mengimpeach pun akan digulirkan. Bisa saja Jokowi jatuh karena impeachment. Apalagi sikap MK sulit ditebak, karena yang duduk sebagai hakim juga pernah menjadi politisi.
Tetapi para politisi yang duduk di Senayan itu rupanya para pelupa. Mereka lupa bahwa di kubah gedung tempat mereka bersidang sekarang, pernah diinjak-injak para mahasiswa untuk menggulingkan Orde Baru. Hanya dengan kekutan orasi, tanpa senjata, mahasiswa akhirnya berhasil mengubah sikap dan pandangan anggota DPR/MPR ketika itu, sehingga mereka mau menyampaikan desakan mundur kepada Pak Harto, Presiden karatan yang belum lama dilantik.
Yang membuat anggota DPR/MPR mendukung mahasiswa tentu bukan karena gedung yang mereka keramatkan itu diinjak-injak, karena apalah kekuatan mahasiswa; dengan kekuatan satu divisi Brimob plus anggota ABRI bersenjata saja pasti mahasiswa akan luluh lantak. Tetapi di belakang mahasiswa itu ada rakyat! Ya rakyat yang sudah muak dengan pemerintahan korup Orde Baru dengan antek-anteknya (meski pun di masa Reformasi ini mereka juga yang berkuasa). Rakyat yang dimaksud di sini bukan hanya petani, buruh, nelayan atau para pengangguran yang hidup sebagai pak ogah, pemulung, pengamen, para maling atau kelompok Genre (Generasi Kere), tetapi orang-orang yang berasal dari rakyat lainnya, yang sudah memiliki kekuatan.
Jokowi memang terlihat lemah: kurus dan tidak meledak-ledak. Dia anak desa yang mungkin tidak pernah tahu mengokang senjata. Kalau pun pernah memegang arit, paling untuk membabat rumput di halaman rumahnya, atau membantu tukang di pabrik mebelnya.
Lagi-lagi banyak yang lupa, bahwa di balik tubuh kurus dan kata-katanya yang lembut, Jokowi punya kekuatan. Kemampuan untuk menarik simpati rakyat adalah kekuatannya. Ingat, rakyat pendukung Jokowi dalam Pilpres lalu lebih banyak 8 juta orang dibandingkan pendukung Prabowo! Bahwa partai pendukung Jokowi lebih kecil dibandingkan partai pendukung Prabowo, bisa dimaklumi. Isi partai kan orang-orang yang kalkulatif, orang-orang yang tahu memanfaatkan partai untuk mendapatkan keuntungan. Dari kalkulasi mereka jelas, mendukung Prabowo yang punya uang triliunan pasti lebih menguntungkan dibandingkan mendukung Jokowi yang hanya tukang mebel, dengan kekayaan kurang dari Rp 30 milyar.
Sekarang ini rakyat memang masih tahan melihat tingkah anggota DPR dari KMP di DPR yang terus bermanuver. Meski pun dada sebagian orang masih sesak dengan disahkannya RUU Pilkada tak langsung, rakyat masih tahan. Kegeraman itu baru diekspresikan lewat protes-protes di media sosial atau tulisan. Tapi sampai di mana ambang batas ketahanan itu? Jika berbagai keputusan politik lahir dari DPR akan benar-benar menyengsarakan rakyat, nah di situlah waktunya rakyat bergerak. Bukan untuk membela Jokowi, tetapi membela hak mereka yang paling hakiki.
Jokowi merupakan representasi mayoritas rakyat yang sudah muak dengan elite dengan gayanya yang arogan. Para elite yang tidak tahu malu memamerkan kesombongan, memamerkan kekayaan yang diperoleh secara haram, para elite yang seenaknya saja mempermainkan nasib rakyat, dan mereka yang selalu berbicara mengatasnamakan rakyat tapi merampas hak rakyat. Memilih pemimpinnya secara langsung yang merupakan kemewahan yang dimiliki rakyat dalam lima tahun sekali, pun ikut dirampas! Mereka hanya menjadikan rakyat sebagai kuda tunggangan, yang akan ditembak mati bila kuda itu tidak dibutuhkan.
Jokowi dan Jusuf Kalla sebaiknya tidak terpengaruh dengan manuver-manuver politik di Senayan. Bekerja saja untuk membuat program-program yang dapat memperbaiki kehidupan rakyat ke depan. Berbuat untuk kebaikan Indonesia di masa mendatang. Jika program kerakyatan dan kebaikan untuk Indonesia itu dijegal, jelaskan kepada rakyat, agar rakyat tahu persoalan yang sebenarnya. Jokowi mungkin tidak bisa berjuang sendirian untuk menjalankan program-programnya. Tetapi rakyat akan berada di belakang Jokowi, jika apa yang diperbuatnya memang untuk rakyat. Jadi, tidak perlu takut, bekerjalah, rakyat akan mengawal. Rakyat akan tahu siapa yang benar-benar bekerja untuk rakyat, dan siapa yang bekerja untuk kepentingan diri sendiri atau golongannya. Sekarang ini rasa mual sudah mulai terasa. Jangan sampai rasa mual itu meledak menjadi muntah yang sulit ditahan! (herman wijaya/hw16661@yahoo.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H