Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Penulis Lepas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jalanan Jakarta Seperti Sabana Afrika

12 Desember 2014   03:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:29 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Para pencinta tayangan dunia satwa di televisi, pasti sering menyaksikan kehidupan hewan-hewan liar di sabana Afrika, seperti di Taman Nasional Serengeti Tanzania. Sabana adalah padang rumput yang dipenuhi semak, perdu dan diselingi oleh beberapa pohon yang menyebar seperti palem atau akasia. Di serengeti hidup berbagai jenis hewan liar khas Afrika seperti jerapah, kerbau, singa, hyena, zebra, dan banyak lagi. Hewan itu dibiarkan hidup liar dan menjalankan kehidupan alamiahnya.

Dalam film-film yang ditayangkan Nat Geo Wild kerap ditampilkan perilaku alamiah hewan-hewan buas yang menjadi pemangsa hewan lain yang lebih lemah. Terlihat mengerikan! Tetapi itulah kehidupan alam liar. Secara kodrati mereka menjalankan fitrahnya sebagai hewan. Membunuh bagi hewan adalah sesuatu yang harus dijalani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kehidupan di jalan-jalan Jakarta sesungguhnya tak kalah menyeramkan dengan tayangan dunia binatang di Nat Geo Wild atau Animal Planet. Setiap hari ada saja yang terluka atau nyawa melayang. Kasus hilangnya nyawa di jalan baru saja dialami oleh seorang wanita bernama Andrea Salma (39) tahun, 5 Desember lalu. Wanita itu meninggal dunia setelah jatuh dari motor karena mempertahankan tasnya yang dijambret di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan.

FCD (16) kritis. Dia ditusuk dua kali di perutnya oleh pelaku penodongan di Metromini 52 jurusan Kp Melayu-Cakung. Penodong itu memaksa meminta HP milik FCD. Karena tak diberi, kemudian pelaku menusuk korban dua kali. Peristiwa terjadi tanggal 10 Desember kemarin.

Apa yang dialami oleh Andrea Salma dan FCD bukanlah peristiwa pertama di ibukota. Penjambretan yang memakan korban hingga meninggal dunia, penusukan di kendaraan umum atau di jalan, seakan sudah menjadi peristiwa lumrah di Jakarta. Masyarakat tidak tahu lagi harus berlindung ke mana, meminta tolong kepada siapa untuk menjaga keselamatannya, karena kejahatan terus merajalela, dan mautsenantiasa mengintai. Mau melindungi diri sendiri dengan membawa senjata, melanggar undang-undang. Jadi perisai masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari adalah doa dan perlindungan Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis adalah pengguna angkutan umum yang "setia". Karena mobilitas sangat tinggi, hampir setiap hari menggunakan angkutan umum. Kadang dalam sehari bisa beberapa kali berganti moda. Mulai dari kereta api, bus kota, taksi atau bajaj.

Dengan kereta api commuter line relatif aman meski harus berdesak-desakan. Begitu pula dengan bus Trans Jakarta. Tetapi bila pas naik PPD, Metromini / Kopaja atau mikrolet, mulailah bertemu dengan teroris-teroris jalanan. Para "teroris" itu memiliki modus yang bermacam-macam. Umumnya dengan mengamen, meski tidak jarang yang mengeluarkan kata-kata keras bernada ancaman ketika memperkenalkan diri kepada penumpang. Kebanyakan cuma melakukan gertak sambal, meski ada pula yang serius dan berani mencelakakan penumpang.

Selain teror di kendaraan umum, ancaman motor melawan arah atau memaksa masuk di jalan yang sempit juga jadi ancaman lain yang tak kalah mengerikan. Hal seperti ini pun sangat lumrah ditemui di Jakarta, dan tidak ada satu instansi pun yang bisa menghentikannya sampai sekarang. Razia yang dilakukan oleh pihak kepolisian akhir-akhir ini pun tidak membuat pengguna kendaraan patuh dan menghormati aturan lalulintas. Ketidaktertiban berlalu lintas ini pun sudah banyak menimbulkan korban.

Sebagai orang yang hampir setiap hari menggunakan lalulintas umum atau berjalan kaki di Jakarta, penulis dan banyak lagi orang yang senasib, tentu berharap dapat menjalankan aktivitas dengan tenang dan aman. Tapi kapan keadaan yang sesuai harapan itu terjadi. Sampai hari ini, jalan-jalan di Jakarta persis seperti sabana Afrika. Hampir setiap saat nyawa terancam. Dulu katanya ada operasi pemberantasan preman; ada aparat yang menyamar di kendaraan umum. Tapi mengapa semua hal-hal mengerikan itu tetap terjadi? Apakah kota ini sudah dikuasai preman? (herman wijaya )

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun