Mohon tunggu...
Herman Wijaya
Herman Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Penulis Lepas.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kegagalan Komedi Satire Sandiaga Uno

9 September 2018   15:25 Diperbarui: 9 September 2018   17:02 1494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sandiaga mungkin bermaksud melucu juga dengan kalimat-kalimat hiperbolanya. Tetapi dia bukan orang yang berbakat melucu. Gesturenya kaku, dan kalimat-kalimat yang disampaikannya terdengar datar. Bagi orang yang berseberangan dengannya malah terdengar hambar dan menyebalkan.

Menilik latar belakangnya, Sandiaga memang bukan orang "jalanan", orang yang terbiasa  bergaul dengan  masyarakat kebanyakan, sehingga memahami idiom-idiom yang hidup dalam  masyarakat, dan bagaimana menyampaikannya.

Sandiaga adalah tipe orang rumahan, yang menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk pendidikan dan bisnis. Ia juga pastinya mendapat pendidikan etika kelas atas, karena ibunya, Mie Uno, adalah seorang pendidik dan pakar etika.

Jadi tidak ada waktulah ia bergaul dengan masyarakat kebanyakan, mengamati kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang sangat beragam, terutama masyarakat bawah. Maka ketika ia berbicara tentang belanja dapur, tempe, malah jadi ngawur.

Banyak nitizen yang bertanya-tanya, apakah calon wapres muda yang memiliki kekayaan 5 trilyun ini makan tempe juga? Jangan-jangan dia tidak tahu benda apa yang namanya tempe.

Komedi Satir

Dalam kiprahnya berpolitik, terutama dengan tujuan meraih jabatan, Sandiaga Uno tidak memiliki gesture yang merakyat. Dia telah mencoba, tetapi kelihatan susah, karena habitatnya memang bukan di lingkungan masyarakat kebanyakan.

Sebagai penantang petahana dalam upayanya meraih kursi Calon Presiden, dulu Cagub, Sandiaga lalu memainkan lakon komedi satire. Komedi satire adalah, komedi yang berisi pernyataan sindiran (kepedihan, kegetiran, dan sebagainya) terhadap suatu keadaan atau seseorang.

Sayangnya dia juga kurang paham bahwa komedi satire membutuhkan kecerdasan untuk memahami keadaan yang sebenarnya. Data harus kuat, agar sindirannya mengena.

Kalau asal njeplak seperti yang disampaikannya, akhirnya malah jadi boomerang. Apalagi dalam tensi politik yang mulai memanas.

Kelemahan Sandiaga langsung digoreng, sehingga menghasilkan amunisi yang gurih untuk menyerangnya balik. Terlebih ada dosa-dosa Sandiaga yang masih lekat dalam ingatan orang-orang yang tidak menyukainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun