Bukan hanya sepakbola, tetapi juga beberapa cabang olahraga lain seperti bola voli dan atletik. PSSD (Persatuan Sepakbola Seluruh Depok) termasuk klub yang dihormati di Kabupaten Bogor. Skuad PSSD dipilih dari pemain-pemain terbaik seluruh klub yang ada di Depok. Saat itu hampir semua kelurahan di Kecamatan Depok memiliki lapangan sepakbola.
Jika tidak ada turnamen, secara berkala klub-klub mengundang lawan tanding. Baik sesama klub sepekbola di Depok maupun klub sepakbola dari daerah lain.
Gairah berolahraga yang cukup tinggi pada gilirannya menular ke anak-anak remaja. Apalagi banyak pemain sepakbola ketika itu mendapatkan pekerjaan dengan mudah. Anak-anak Depok yang ditarik bergabung dengan PS Persikabo (Perstuan Sepakbola Kabupaten Bogor) ditarik bekerja di Pemda -- walau ada yang hanya bertugas menarik retribusi dari pedagang di pasar -- ada yang bekerja di BUMD, atau bank-bank pemerintah. Semua karena keahliannya bermain bola.
Setelah Depok menjadi Kota Administratif (1982), dan semua berubah ketika Depok berubah status menjadi Kotamadya (1999), terutama setelah berbagai macam permukiman tumbuh di Depok, satu persatu klub sepakbola hilang, karena tidak ada lagi sarana untuk berlatih.
Klub-klub yang masih memiliki tempat berlatih pun ikut redup. Perhatian pemerintah daerah Depok kepada olahraga pun sangat kecil, sehingga masyarakat kehilangan motivasi berolahraga untuk tujuan kompetisi.
Di era Liga Indonesia, Depok pernah memiliki klub sepak bola profesional bernama Persikad Depok (Persatuan Sepak Bola Kota Administrasi Depok) yang didirikan pada tahun 1990. Klub itu dibiayai oleh APBD. Namun setelah turun peraturan klub sepakbola tidak boleh menggunakan ABPD, Persikad redup, lalu mati.
Kini semangat masyarakat berolah raga di Depok, benar-benar anjlok. Terutama olahraga untuk menciptakan prestasi. Dalam beberapa tahun terakhir ini memang bermunculan stadion-stadion futsal mini, tetapi itu lebih kepada kepentingan bisnis dan anak-anak muda yang berlatih di sana lebih mengikuti tren, tidak untuk tujuan prestasi.
Pemerintah Kodya Depok sama sekali tidak menyentuh pembangunan olahraga di Depok. Tidak ada kompetisi olahraga lagi di Depok. Sehingga ketika di masa Nurmahmudi Ismail menjadi Walikota, sempat ada guyonan satir yang mengatakan, "PKS mah enggak olahraga,". Nurmahmudi Ismail pernah menjadi Presiden PKS (Partai Keadilan Sejahtera).
Indikasi ketidakpedulian Pemkot Depok terhadap olahraga adalah terlantarnya Lapangan Koni Depok, yang terletak di Pancoran Mas. Lapangan sepakbola peninggalan Pemerintah Hindia Belanda itu kondisinya memprihatinkan. Tembok-temboknya sudah roboh, tribune hancur dan penuh semak, kondisi lapangan sangat tidak layak untuk bermain bola, dan sisi sebelah utara di pojokan, menjadi tempat pembuangan sampah.
Memang masih ada yang berolahraga, bermain sepakbola, seperti masyarakat sekitar lapagan dan pelajar, tetapi dilakukan sesukanya, tanpa target tertentu atau pembinaan yang benar.
Kondisi memprihatinkan itu tak pernah mendapat perhatian pemerintah Kotamadya Depok. Padahal di tempat itu pada masanya dulu, menjadi tempat turnamen sepakbola bergengsi, tempat lahirnya banyak pesepakbola hebat -- salah satunya Pepen Rubianto -- dan tempat anak-anak muda berusaha mengukir masa depannya.