Uliefa
hatimu sebuah hutan belantara
dan kolam-kolam kesejukan
aku dekati dengan mata, engkau pergi dengan cara
aku dekati dengan rasa, engkau masuk dalam bahasa
aku dekati dengan cinta, engkau luluh dalam dada
Uliefa
engkau ciptakan hutan belantara di kedua mataku
hingga, pohon-pohon tumbuh subur
para petani pun gembira dengan senyum membara
dari ladang jiwamu, aku datang untuk menanam sebongkah
gelembung-gelembung ketuhanan
agar tumbuh pohon waktu yang selamanya menjadi utuh, besar dan tinggi
Uliefa
dikeningmu, aku tambatkan satu kecupan waktu
dimana tanah, kesejukan, dan ketakterbatasan tercipta
kita saling menanam kata-kata, menanam rumah semesta
dikedua matamu, keheningan dan kesunyian menjadi ada
dan kita saling berdekapan di atas perahu makna
lalu kita masuk pada lembaran baru, lembaran yang dimulai dari satu
bibirmu, tak henti mengalirkan huruf-huruf langit
hingga berbuah biji makna yang lebat dikerumunan hari-hari
di kedua pipimu, semesta dihamparkan
pohon, gelombang, lautan dan gunung-gunung ditumbuhkan
kita adalah semesta, di dalamnya adalah cakrawala
Uliefa
semesta ini bukanlah milik kita
ia serumpun ayat-ayat yang harus kita baca
kita harus turun ke desa-desa
untuk mengerti apa itu cahaya
melihat ibu dan anak yang mengambil air sumur
melihat para petani yang bebas di ladang dan tegal
Uliefa
tugas kita menerjemahkan kata-kata dan huruf-huruf semesta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H