‘Revolusi terjadi mungkin ketika reformasi usai.’
Demikian kata yang tepat ketika kita melihat kembali sejarah kehidupan Indonesia. Dari pra orde lama hingga reformasi tidak banyak yang berubah di Indonesia. Semakin hancur malah. Baik di bidang politik, sosial, hukum, ataupun budaya. Di bidang hukum dan politik misalnya ada banyak para pejabat negara yang korupsi, Maraknya pasal karet.Namun tak ada salahnya ketika tiap individu optimis melakukan perubahan untuk mencapai suatu titik revolusi penuh. Yang menjadi persoalan adalah: perubahan seperti apa yang dapat diberikan masing-masing warga di Indonesia saat ini?
Kita harus mengakui bahwa perubahan bisa terjadi ketika kita dapat mempertahankan yang ‘terbaik dari yang baik’. Mempertahankan segala tindakan, kebijakan maupun regulasi yang selama menjadi acuan dalam hidup bernegara, serta menghapus total segala sesuatu yang menjadikan Indonesia buruk selama ini. Salah satu yang dapat dipertahankan dalam menuju perubahan tersebut ialah kebebasan untuk berpendapat dan berekspresi dari masyarakat itu sendiri.
Kompasiana merupakan contoh riil ketika kita berbicara mengenai kebebasan berpendapat dan berekspresi saat ini. Sebagai salah satu portal forum warga, Kompasiana menyediakan ruang untuk masyarakat dalam menjalankan demokratisasi dengan kebebasan berpendapat dan berekspresi bagi rakyat. Siapa saja dapat menulis, berpendapat atau bahkan berkomentar di Kompasiana. Cukup mendaftar secara gratis menjadi anggotanya.
Sejauh ini sudah banyak ditampilkan kelebihan dan kelemahan Kompasiana sendiri. Namun hal yang terpenting ialah siapa dan bagaimana masing-masing Kompasianer mengelola akunnya. Diharapkan seluruh Kompasianer dapat mem-posting tulisan berguna, mendidik, menghibur, dan menghindari tulisan yang dapat memunculkan konflik. Selain itu ada baiknya juga ketika sesama Kompasianer mampu berinteraksi satu sama lain. Kedua belah pihak saling bertukar informasi, misalnya evaluasi dari setiap tulisan yang ditampilkan.
Selain itu melalui tulisan-tulisan yang ditampilkan, Kompasianer dapat memancing gerakan perubahan ditengah kehidupan masyarakat. Misalnya lahirnya opini publik ketika Kompasianer mengunggah tulisan demi tulisan. Sebagai contoh peristiwa jatuhnya pesawat Sukhoi. Ada banyak tulisan yang ditampilkan oleh Kompasiner dengan berbagai sudut pandang. Pengaruhnya, informasi yang didapat oleh pembaca—baik sesama Kompasianer atau bukan—akan beragam. Dari berbagai tulisan dengan sudut pandang yang berbeda ini kemudian muncullah opini publik.
“Atas nama rakyat” mungkin kata yang tepat untuk mengkritisi kehadian kompiasana saat ini. Atas nama rakyat adalah kata yang selalu diungkapkan oleh para pejabat negara untuk mempertahankan proyek-proyek yang mereka jalankan. Sayangnya ke-atas nama rakyat-an mereka selama ini tidak mewakili rakyat itu sendiri. Untuk itu kehadiran Kompasiana sebagai salah satu media penampung aspirasi rakyat. Saya kira mampu mengatas namakan rakyat. Bedanya rakyat tersebutlah yang mewakili rakyat lain dalam bersuara atau berpendapat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H