Mohon tunggu...
Matondang Matondang
Matondang Matondang Mohon Tunggu... -

Nama saya matondang. Saat saya tidak sedang Jogging di Bukit-bukit bandung dan jalan-jalan dengan mengendarai motor. Saya bekerja sebagai freelance engineer. Saya memiliki hobi membaca dan menulis tentang sains fiksi.Sekarang saya sedang belajar menulis Semoga berkenan dan menyukai tulisan saya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anak- Anak SkÜlahan 2: Dunia adalah Ideku

19 Juni 2012   05:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:48 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam itu Adam terus-menerus menerus teringat perkataan Yoga. "Hmm, Eksperimen ya". Dia keluar kamarnya untuk melihat langit diluar. Bulan sabit bersinar dengan terangnya dengan bertabur ribuan bintang di atas sana. Hmm, dalam pikirannya semua seperti sedang berbicara dengannya. Dia seperti tidak pernah melihat sesuatu dengan sangat cerahnya seperti saat ini. Semuanya seperti sangat masuk akal baginya.Dia begitu bersemangat untuk mendapat jawaban dari semua pertanyaan di kepalanya. Paginya Adam bergegas ke sekolahnya, dia merasa ada sesuatu yang mengganjal dalam pikirannya. Di perjalanan menuju sekolah dia melihat Yoga. "Woi, Ga" Yoga:" Oi, pak kabar Dam?" Adam:"Baik, Eh Ga. Yang kemarin itu. Lanjutin lagi dong, Emang orang tau diameter bumi ama jarak bumi ke bulan pakai apa ya? jaman dulu kan pasti ga canggih kayak sekarang ini. Belum ada listrik loh" Yoga:" Pakai perhitungan segitiga Dam, Orang bahkan sudah tahu jarak bumi dan bulan dari jaman yunani kuno Dam, itu bahkan bisa dilakukan dengan sebuah tongkat. Tapi dibutuhkan kerja banyak orang selama ratusan tahun untuk mendapat datanya". Segitiga? Bagaimana mungkin sebatang tongkat dipakai untuk menghitung itu semua. Adam semakin penasaran. Adam:" Kok bisa? masa sih dengan tongkat bisa?". Yoga mengambil sebuah ranting pepohonan disekitaran jalan dan menancapkannya ketanah "Seperti ini kira-kira Eratosthenes dulu mengukur luas bumi. dengan mengukur bayangan matahari. Dari perpustakaan di Alexandria dia tahu kalau  sudut sinar matahari saat sore  di sebuah sumur di kota Syene nyaris tegaklurus ( summer solstice ). Pada waktu yang sama dia mengukur sudut bayangan sinar matahari di kota Alexandria." "Dengan jarak kota antara Syene dan Alexanderia sepanjang  5000 stadia atau sekitar  dia mendapatkan sudut sebesar 7.2 derajat dengan menggunakan perbandingan sudut dia menghitung keliling bumi 7.2/360 = 5000/ X X sekitar 250000 stadia atau sekitar 25.000 mil. maka jarak radius bumi sekitar 4000 mil"

" Dia menghitungnya tanpa menggunakan peralatan yang canggih. Hanya dengan sebuah ide dari pikiran yang cemerlang" Adam: " Ide ya" Yoga:" Iya Ide,  Bukankah dunia disekitar kita itu adalah ide dari pikiran kita. Kita bisa membedakan antara bumi dengan matahari karena hanya mata yang bisa melihat matahari dan  tangan yang bisa menyentuh bumi. Setiap saat kita berpikir sebuah ide, sebuah subjek di dunia ini. Dunia ini adalah Ide". Ucapan Yoga membuat hati Adam bergidik, dia memikirkannya sekali lagi.  Ucapan Yoga terdengar begitu masuk akal  baginya. Adam:"Mmmm, Ga kamu bikin saya bingung saja". Yoga tersenyum dan mengangguk. "ga papa, santai saja ga usah terlalu dipikirkan" "Eh sudah mau jam masuk kelas ini", kata Yoga. Keduanya kembali bergegas menuju ke sekolahnya. Adam tertegun memikirkan ucapan Yoga sambil berjalan. Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun