Beberapa ciri yang menunjukkan pola modern yaitu struktur organisasi mulai terpisah dan tidak jelas, pengendalian komando bersifat mendatar, kelompok besar teroris mulai terpecah ke dalam kelompok-kelompok kecil yang melakukan aksi teroris secara terpisah. Sistem pendanaan dilakukan secara terpisah atau menjalin kerjasama antara kelompok lain. Target tidak lagi ditentukan oleh pemimpin besar, dan tidak lagi melakukan pengakuan public atas aksi-aksi terror yang dilakukan. Contoh kasus dalam pola ini yaitu kasus bom Cirebon, bom Serpong, dan Bom Solo.
Pola terorisme modern memunculkan fenomena baru bernama Phantom Cell Network (jaringan sel hantu), Leaderless resistance (perlawanan tanpa pimpinan), dan lone wolver (serigala tunggal). Jaringan sel hantu pertama kali dikembangkan oleh Ulius Louis Amoss pada awal tahun 1960-an. Jaringan ini adalah ‘hubungan gelap’ antar grup yang dijalankan secara sangat rahasia. Tidak memiliki ikatan kelompok, struktur kelompok tidak jelas, namun memiliki kesamaan ideologi.
Sementara jaringan terorisme tanpa pimpinan (Leaderless resistance) mengambil pemimpin (spiritual) hanya untuk dijadikan sebagai motivator untuk sosok-sosok yang dinilai sudah ikhlas untuk menjadi martir (mereka biasa menyebutnya degan “pengantin”) dalam menentukan dan menyerang targetnya. Sedangkan jaringan serigala tunggal (lone wolver) adalah aktor-aktor yang telah termotivasi dan sanggup merencanakan dan mengeksekusi aksi terorisme secara mandiri/ dalam konteks ini, status si aktor atau organisasinya tidak terlalu dipermasalahkan. Karena yang paling penting adalah aksi terorisme dapat terus berjalan, semakin banyak mendapat serigala tunggal semakin bagus, serangan tetap berlangsung meskipun hanya bersekala kecil.
Maraknya perkembangan teroris di Negara Indonesia menuntut pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk tetap memperketat sistem keamanan negara di setiap wilayah-wilayah yang rawan akan adanya kelompok teroris. Tidak memberikan celah sedikitpun untuk memberi ruang gerak dari kelompok teroris sehingga kelompok teroris merasa terkekang dan tidak bisa melancarkan aksi teror dan memperluas jaringannya. Pemerintah perlu mengusut tuntas kelompok teroris sampai ke akar-akarnya dengan tujuan untuk menghindari pertumbuhan-pertumbuhan jenis teroris yang baru. Terkhusus untuk Badan Intelijen Negara perlu melakukan penyelidikan terhadap akar-akar teroris yang berkembang di Indonesia dan mencari tahu afiliasi-afiliasi dari kelompok teroris tersebut. Kemudian Badan Intelijen Negara perlu menelusuri sistem pendanaan yang berlangsung dalam kelompok teroris yang menyebabkan kelompok teroris dapat hidup dan berkembang dengan cepat dan luas. Hal ini diindikasikan adanya bantuan pendanaan dari pihak negara asing dan pihak-pihak lain yang mendukung kelompok teroris tersebut agar dapat bertahan dan berkembang di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H