Isu tentang perkataan Rektor IPDN bahwa orang Sunda maling beredar luas di Jatinangor, bahkan sudah menjadi pembicaraan hangat diantara warga, bahkan sempat beredar sms antar warga atas kata-kata diatas yang beredar di IPDN.
Saya juga selaku warga CIleunyi, yang berbatasan dengan Jatinangor, merasa penasaran dari mana isu ini bermulai, benarkah dari ucapan sang rektor, atau ada yang sengaja menghembuskan isu negatf, agar masyarakat sunda marah, yang kemudian berujung pada kekerasan.
Kata-kata diatas memang sangat pedas, berdasarkan isu yang beredar ini terjadi karena ada bebrapa barang di IPDN hilang, sehingga karena kesalnya rektor IPDN pada apel hari senin mengucapkan kata-kata ini.
Sudah barang tentu ini membuat suasana panas, karena memang tidak pantas di ucapkan, apalagi beliau adalah seorang pendidik pamong praja, yang harusnya lebih santun dalam berucap dan bersikap.
Bisa kita bayangkan akan seperti apa anak didiknya bila sang rektor berani memberikan stigma kepada suku/ras tertentu, padahal kalaupun ada orang sunda yang menjadi pencuri, tidak lantas semua orang sunda pencuri". Begitu juga dengan suku lain, tidak semuanya menjadi ustad atau pendeta, sebaliknya tidak juga semuanya menjadi maling.
Kehatian-hatian dalam berucap, harus dijaga oleh siapapun, tentu kita ingat kasus seorang guru besar UI yang memberikan stigma bahwa suku daya dayak mempunyai budaya seks bebas, yang menuai kontraversi, dan akhirnya beliau harus meminta maap kepada seluruh rakyat Indonesia.
Saya kira seoran pemimpin, atau kitapun, sebagai mahluk sosial, harus menjaga perasaan orang lain, apalagi bila menyangkut suku, agama dan ras.
Saya kira sang rektorharus meminta maap secara terbuka, karena ini membuat masyarakat resah, dan kedepannya beliau harus lebih berhati-hati dalam menjaga ucapannya. Karena istlah lama ini patut dicamkan "mulutmu adalah harimaumu".
Apalagi pada hari sabtu, sudah ada masyarakat demo, begitu juga para pedagang disekitar jatinangor juga beraksi dan merasa tidak nyaman atas kabar ini.
Pak Nyoman sudah mencoba mengklarifikasi lewat media dan tokoh masyarakat, bahwa ucapan itu tidak benar, sayangnya SMS terus berkeliaran, gossip masyarakat jatinangor terus berkembang, belum lagi bumbu-bumbu penyedap percakapan yang terus melebar kemana-mana, bahkan ada tuntutan agar Pak Rektor turun dari Jabatan.
Semoga isu ini cepat reda, dan masyarakat sunda kembali tentram,,,,,,,,,,,,,,