Fiona adalah CEO Kekerasan dalam Rumah Tangga Victoria dimana yang menjadi sorotan atas pekerjaannya antara lain mempresentasikan tentang kekerasan rumah tangga  di China dan Vietnam bersama  Komisi Hak Asasi Manusia. Mereka menghadirkan Pelapor Khusus PBB tentang  konvensi kekerasan keluarga, dan bertindak sebagai saksi ahli untuk pemeriksaan penahanan kolonial dan Komisi Kerajaan dalam Kekerasan Keluarga. Ia juga  mengajukan kepada Komisi PBB tentang Status Paralel LSM Perempuan dan  tanggapan terhadap kekerasan pada perempuan.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga Victoria (Domestic Violence Victoria - DV Vic) adalah badan puncak untuk layanan kekerasan keluarga khusus  untuk wanita dan anak-anak. Ini adalah organisasi non-pemerintah yang independen. Tujuan mereka agar perempuan dan anak-anak dapat menjalani kehidupan yang dipenuhi bebas dari rasa takut dan kekerasan. Mereka yang terlibat dalam gerakan organisasi ini didukung oleh pengalaman perempuan dan anak-anak yang terkena dampak kekerasan keluarga. DV Vic berkomitmen pada nilai-nilai inti kesetaraan, integritas dan rasa hormat. Nilai-nilai ini tercermin dalam cara kerja dan keterlibatan dengan orang lain termasuk anggota, kolega, dan pemerintah. Dalam melakukan pelayanannya, DV Vic bekerja atas nama anggota  yang mereka wakili yaitu lebih dari 80 organisasi di seluruh negara bagian.
Praktik InklusifÂ
Saya dan 25 perwakilan dari berbagai organisasi perempuan di Indonesia sempat menghadiri acara di Darebin Art & Entertainment Centre. Di sana kami menyaksikan warga Darebin yang beragama Hindu menyelenggarakan Festival Ganesh Chaturthi di gedung tempat bertemunya warga Darebin dari berbagai latar belakang agama dan etnis. Satu patung Ganesha tegak berdiri dan dikelilingi oleh sesajen dari bunga dan sayuran. Beberapa gadis berdandan khas India, siap menari memeriahkan Hari Suci untuk menghormati Dewa Ganesha yang juga dikenal sebagai Penghapus Hambatan.
Setelah mengikuti perayaan Ganesha Chaturthi, peserta mengikuti acara dialog lintas agama yang difasilitasi oleh Dewan Lintas Iman Darebin dan dihadiri oleh Lina Messina, Wakil Walikota Darebin. Perwakilan dari berbagai agama hadir antara lain Ruth dari Yahudi, Abdul Aziz dari Islam, Julie dari Katolik, Sue dari Bahai dan Singh dari Sikh. Para anggota Dewan ini mengajukan diri secara sukarela untuk "berbakti" demi mewujudkan keharmonisan masyarakatdi Darebin yang sangat plural.
Kota Darebin dihuni  lebih dari 150 ribu orang dari berbagai bangsa, bahasa dan agama. Penganut agama terbanyak di Darebin adalah Katolik Roma, menyusul Islam, Hindu, Buddha dan Zoroaster.  Dewan Lintas Iman Darebin didirikan untuk membantu masyarakat memahami perbedaan serta menyelenggarakan berbagai event bersama-sama. Salah satunya dengan mengangkat "Interfaith Development Officer" yang fokus bekerja membangun ruang-ruang dialog diantara berbagai agama. Menurut Interfaith Development Officer Kota Darebin, Abdul Aziz,tiga tahun lalu di Darebin pernah diadakan diskusi panel tentang iman dan seksualitas serta bagaimana pandangan agama-agama tentang isu ini. Dewan juga mendukung penyelenggaraan perayaan-perayaan internasional seperti peringatan hari hak azasi manusia, hari perdamaian dan Interfaith Harmony Week.
Poin penting lainnya dari sesi diskusi adalah pemerintah Australia tidak mengeluarkan regulasi khusus tentang pengelolaan agama dalam masyarakat, akan tetapi pemerintah mendukung sekolah-sekolah berbasis agama. Tentang umat Islam di Australia, Abdul Aziz menjelaskan bahwa ada 6% umat Islam di Darebin. Sementara di Australia, umat Islam berjumlah 2.5% dari seluruh penduduk, yang datang dari 60 negara seperti Lebanon, Turki, AfrikaTimur, Bosnia, Kosovo, Afrika Utara dan Asia Tenggara.
Ada dua hal yang cukup spesial di Darebin. Pertama, Dewan Imam dan Mufti di Australia berada di Darebin, mereka bekerja bahu membahu. Kedua, hanya 100 meter dari tempat acara pertemuan (Darebin Art & Entertainment Centre), terdapat "Monumen Keberagaman". Monumen itu merupakan sebuah tempat pertemuan dimana setiap tahun masyarakat dari berbagai kultur, bangsa, dan agama berjumpa untuk memperkuat komitmen mewujudkan koeksistensi damai.
Darebin juga memiliki masjid terbanyak di daerah Victoria. Di titik inilah keberadaan Dewan menjadi sangat krusial. Menurut Ruth, nilai-nilai keberagaman dan toleransi tidak secara spesifik diajarkan di sekolah, akan tetapi pihak sekolah diminta untuk mengajarkan anak-anak bahwa semua orang adalah setara. Setiap tahun sekolah-sekolah juga merayakan "Hari Internasional"dimana setiap siswa memakai pakaian tradisional dan membawa makanan khas dari negara masing-masing untuk saling berbagi dengan teman-temannya. Tujuannya untuk menunjukkan bahwa setiap kultur dan agama harus diperkenalkan, meskipun mereka semua adalah warga negara Australia. Dewan Kota Darebin mendukung dan membantu para siswa untuk mengunjungi berbagai tempat ibadah. Karena diyakini bahwa nilai-nilai harmoni, kedamaian dan toleransi antar agama harus ditanamkan sejak dini.
Ms. Julie dari komunitas Katolik berbagi pengalaman tentang program di sekolah dimana hampir semua muridnya adalah Protestan, kulit putih Anglo-Saxon (WASP). Sebagai guru di sekolah tersebut, Julie membuat program ekskursi bagi 200 murid yang berusia 15 tahun, yang dibagi dalam 4 kelompok (50 orang). Masing-masing kelompok mengunjungi masjid, Gurdwara (kuil Sikh), Kuil Buddha, Kuil Hindu dan Kuil Taoist. Â Mereka menceritakan pengalaman yang mengesankan kepada para guru, khususnya kunjungan ke kuil yang buka sepanjang hari dan orang datang bergantian untuk beribadah. Program ini sangat baik untuk dilanjutkan dan direplikasi di sekolah-sekolah lain. Menurut Julie, anak-anak muda sangat terbuka untuk menghormati dan memiliki rasa keingintahuan yang tinggi untuk mengenal agama-agama lain.