Mohon tunggu...
Matheus Randy Prabowo
Matheus Randy Prabowo Mohon Tunggu... Ilmuwan - Karyawan swasta

Lulus S1 selama 6 tahun

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Perlukah Saya Bercocok Tanam?

23 Februari 2024   00:22 Diperbarui: 23 Februari 2024   00:28 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu masalah yang tengah kita hadapi dalam dunia ini adalah kelaparan. Tentang makan. Lantas pikiran saya memutar kembali ketika saya duduk di sekolah dasar. Guru-guru selalu mengajarkan bahwa tiga kebutuhan pokok adalah sandang atau pakaian, pangan atau makanan, dan papan atau tempat tinggal. Ketiganya memang hal mendasar untuk bertahan hidup. Setidaknya untuk tidak mati kedinginan dan kelaparan.

Selama menjadi karyawan, terkadang saya merenung dan menyadari, memang pengeluaran utama dalam rumah tangga adalah makan dan minum. Biaya untuk energi seperti kompor gas dan listrik, untuk internet, dan hiburan sebenarnya tidaklah terlalu besar. Kita semua yang bekerja kantoran pada umumnya mengikuti pola: kerja lalu menerima gaji lalu belanja. Tentu saya tidak akan membahas aspek keuangan lain seperti berdagang atau berinvestasi di sini.

Gejolak-gejolak pun timbul. Salah satunya ketika harga pangan mulai naik. Sebutlah beras, cabe, telur, daging sapi, dan sebagainya. Gaji tergerus oleh kebutuhan. Tetapi kenaikan gaji tidak selalu dapat mengimbangi kenaikan harga bahan makanan. Di lain pihak ada juga saudara-saudari kita yang sangat-sangat berjuang hanya untuk dapat makan.

Di suatu saat dalam hidup saya, mulailah saya bercocok tanam. Dengan memanfaatkan pekarangan kecil di rumah, saya mencoba menanam beberapa tanaman. Saya menanam tomat. Akibatnya, saya nyaris tidak pernah membeli tomat lagi. Biasanya tetap tidak sengaja terbeli ketika membeli paket sayur sop. Tomat ini bijinya banyak sekali, berbeda dengan alpukat atau mangga. Biji-biji ini ditanam lagi. Kebetulan, tomat yang saya tanam adalah tomat mawar yang benihnya saya beli secara daring. Sebetulnya, biji dari tomat yang kita beli di tukang sayur bisa-bisa saja ditanam.

Saya juga menanam cabe. Cabe merah besar dan cabe rawit. Akibatnya juga sama, saya jadi tidak perlu membeli cabe lagi. Bijinya juga banyak. Jadi sekarang saya surplus biji cabe dan juga tomat. Bukankah sebenarnya saya hanya membutuhkan lahan yang lebih luas lagi untuk meningkatkan produk kebun saya? Secara fisik saya memang dibatasi rumah KPR dengan luas tanah enam puluh enam meter persegi. Tetapi tentu pikiran saya bergerak lebih jauh.

Saya juga menanam bawang merah, bawang putih, dan daun bawang. Untuk bawang putih, saya jujur belum pernah panen. Mengingat sebagian bawang putih yang kita konsumsi adalah impor, saya tidak berharap muluk dapat panen bawang putih yang besar-besar. Bawang merahnya tidak pernah saya panen, karena istri saya hampir pasti memangkas daunnya untuk memasak telur dadar. Daun bawang jelas yang dipanen daunnya. Daun bawang yang saya maksud adalah yang biasa disebut sebagai daun perai atau pre. Jadi untuk dedaunan bawang ini akhirnya saya juga swasembada.

Kemudian ada pula tanaman jejamuan, seperti serai atau sereh, jahe, kunyit, dan kencur. Sereh yang saya tanam itu biasanya dibuat minuman atau dimasak. Tanaman jahe saya sedikit, padahal di pasaran jahe itu cukup mahal. Tentu tidak semahal bunga cengkeh dan pala. Dulu saya pernah panen kunyit dan kini sedang menanam lebih banyak lagi. Kencur yang dulu saya tanam jarang sekali saya makan, malah sekarang jadi terlalu banyak. Akhirnya tunas-tunas rimpang kencur ini saya pisahkan satu sama lain dan ditanam lagi. Secara umum tanaman jejamuan ini belum tahu juga mau saya apakan. Apakah saya keringkan saja dan dijual sebagai minuman seduhan?

Saya ingin bercerita lebih banyak lagi. Tetapi tidak dalam tulisan ini. Namun saya ingin membagikan tunas-tunas pertanyaan lagi. Apakah mungkin saya perlu menanam padi, jagung, singkong, talas, bote, atau ubi sendiri untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat? Apakah saya perlu menanam kacang-kacangan sebagai sumber protein? Apakah saya perlu menanam kelapa sebagai sumber minyak? Berapa meter persegi tanah yang saya butuhkan untuk membangun hutan pangan saya sendiri?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun