Mohon tunggu...
Mattula Ada
Mattula Ada Mohon Tunggu... PNS, Penulis -

Berbuat Yang Terbaik Untuk Dunia Akhirat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Astrofotografi: Solusi Alternatif Melihat Hilal

25 Juni 2014   01:16 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:12 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penentuan awal Ramadhan tahun 2014 ini diperkirakan kembali berbeda.

Ini karena Ijtima’ atau konjungsi baru terjadi pada pukul 15.07 atau umur hilal hanya sekitar tiga jam dari waktu tenggelam matahari, 29 Sya’ban. Sementara Ketinggian hilal hanya 0 derajat 25 menit di atas ufuk.

Dalam posisi seperti itu, bagi perukyat yang mengamati hilal dengan mata telanjang atau dengan teleskop biasa, seperti yang selama ini dilakukan perukyat NU, maka hilal akan sangat sulit untuk dilihat. Begitupula bagi penganut teori MABIMS, seperti PERSIS, maka hilal dinyatakan belum mewujud, karena ketinggian bulan di atas cakrawala masih berada dibawah 2 derajat.

Namun bagi pihak yang menggunakan kriteria wujudul hilal seperti MUHAMMADIYAH, maka hal tersebut menandakan bahwa hilal telah mewujud, karena telah berada diatas ufuk berdasarkan perhitungan astronomis.

Maka dari itu, bagi pihak yang memakai metode rukyatul hilal tradisional atau imkanur rukyat, seperti NU dan PERSIS, maka hampir bisa dipastikan akan menetapkan 1 Ramadhan 1435 H jatuh pada hari Ahad tanggal 29 Juni 2014 M. Sedangkan bagi penganut hisab hakiki wujudul hilal, seperti MUHAMMADIYAH, telah menetapkan bahwa 1 Ramadhan 1435 H jatuh pada hari Sabtu tanggal 28 Juni 2014 M.

Walau demikian, masih ada harapan untuk mencapai titik temu. Lho, bagaimana caranya? Caranya, yaitu dengan menggunakan teknik Astrofotografi modern.

Dengan menggunakan teknik ini, pada Mei 2008 Martin Elsasser dari Jerman berhasil memotret hilal hanya beberapa menit setelah konjungsi (ijtimak).Dengan teknik yang sama, pada 8 Juli 2013 (persis saat bulan sedang beralih dari Syakban menuju Ramadan) rekor Elsasser ini lalu dipatahkan oleh Thierry Legault dari Prancis yang juga berhasil memotret hilal hanya sekian menit setelah konjungsi (hanya 0,skian derajat diatas ufuk).


Nampak pada gambar diatas; Martin Elsasser (kiri) dan Thierry Legault (kanan) berusaha memotret hilal dengan peralatan astrofotografinya.

Sumber: http://www.mondatlas.de (gbr kiri), http://legault.perso.sfr.fr (gbr kanan)

Artinya apa? Artinya dengan peralatan astrofotografi modern, hilal dapat dilihat walau dibawah 2 derajat.Ini tentunya mematahkan teori MABIMS yang dianut Pemerintah, serta beberapa ormas Islam, seperti NU dan Persis.

Maka dari itu, ulama kharismatik yang juga seorang teknokrat, KH. Ir. Agus Mustofa,berinisiatif utk menyelenggarakan Workshop Astrofotografi, pada tgl 26-28 April 2014 di Surabaya denganmendatangkan langsung Thierry Legault ke Indonesia agar bersedia membagi ilmunya seputar teknik Astrofotografi.

Sebelum workshop digelar, Pak Agus Mustofa melakukan sowan ke Bapak Din Syamsuddin (Ketua PP Muhammadiyah), KH. Said Aqil Siraj (Ketua Umum PBNU), serta Gus Mus (Rais Aam Syuriah PBNU) untuk meminta dukungan. Hasilnya: Mereka bertiga mendukung penuh gagasan Agus Mustofa dan berharap banyak bahwa dengan astrofotografi, perbedaan yang selama ini terjadi dalam penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal tidak terjadi lagi.

14036076001553895477
14036076001553895477

Nampak pada gambar diatas; Bapak Agus Mustofa saat melakukan kunjungan di kediaman Ketua PP Muhammadiyah (kiri) dan Ketua Umum PBNU (kanan).

Sumber:http://agusmustofa.com

Gagasan untuk melakukan teknik astrofotografi ini juga beliau paparkan sewaktu melakukan presentasi dalam Musyawarah Kerja Kementerian Agama untuk menentukan awal puasa Ramadhan 2014, yang juga dihadiri oleh Thomas Djamaluddin, sang pengembang teori imkanur rukyat di Indonesia.

14036093741919315261
14036093741919315261

Nampak pada gambar; Pak Agus Mustofa sedang presentasi dalam Muker KemenAg untuk menentukan awal puasa Ramadhan 2014. Dari kiri: Agus Mustofa – Thomas Djamaluddin – Sriatin Sodiq.

Sumber:http://agusmustofa.com

Lantas hasil workshopnya sendiri bagaimana?

Alhamdulillah, acara yang dibuka langsung oleh Mendikbud (Muh. Nuh) itu mendapat dukungan luar biasa jamaah dari berbagai kalangan, termasuk dari NU dan Muhammadiyah. Jatah 1000 kursi yang disediakan oleh panitia Workshop Astrofotografi untuk acara pembukaan ludes. Terpaksa panitia menambah 100 kursi lagi dan itu pun langsung habis dalam hitungan jam! Para peserta benar-benar sangat antusias dan bersemangat mengikuti workshop.

1403610407621550331
1403610407621550331

Nampak pada gambar; Thierry Legault memaparkan teknik menggunakan peralatan astrofotografi kepada para peserta workshop.

Sumber:http://agusmustofa.com

Dalam laman facebooknya, Agus Mustofa mengatakan: “Dengan teknik astrofotografi, kita bisa menunjukkan data visual berupa rekaman video maupun foto-foto hilal. Dan akan menjadi bukti habisnya bulan Syakban, seiring dengan datangnya bulan suci Ramadan”. Ia juga berkata: “Tanggal 21-22 Juni 2014 kemarin, puluhan relawan rukyat Astrofotografi telah melakukan pemantapan terakhir di Surabaya sambil membagikan dan menghibahkan peralatan rukyat seharga Rp 100 juta/unit-nya tersebut kepada sejumlah lembaga; seperti NU, Muhammadiyah, Universitas Brawijaya Malang, IAIN Antasari Banjarmasin, Lembaga Hisab Rukyat Al Falakiyah, Yayasan Budi Mulya, dan lain sebagainya”.

Jadi Insya Allah dengan teknik Astrofotografi ini perbedaan penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal tidak akan terjadi lagi atau setidaknya dapat diminimalisir!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun