Mohon tunggu...
Mattula Ada
Mattula Ada Mohon Tunggu... PNS, Penulis -

Berbuat Yang Terbaik Untuk Dunia Akhirat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo dan Jokowi dalam Perspektif Islam

7 Juli 2014   12:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:10 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 ini mengingatkan saya pada Pemilu yang lalu, dimana ada 3 pasangan capres-cawapres yang bertarung; yaitu: Jusuf Kalla-Wiranto, Megawati-Prabowo, dan SBY-Boediono. Pada akhirnya sebagaimana kita ketahui bersama bahwa yang menjadi pemenangnya adalah pasangan SBY-Boediono.

Namun memasuki beberapa tahun masa kerja Pemerintahan SBY-Boediono banyak yang akhirnya kecewa dengan kinerjanya, dan menyesal mengapa tidak memilih pasangan Jusuf Kalla-Wiranto yang pada waktu itu mengusung tagline “Lebih Cepat Lebih Baik”.

Sebenarnya ketika masa kampanye ketika itu, pada saat Pak JK dkk berkampanye di Lapangan Karebosi - Makassar, nampak awan bertuliskan lafadz Allah bersemayam diatas langit Karebosi. Ini sebenarnya tanda yang diberikan oleh Allah, siapa yang seharusnya kita pilih ketika itu.

(lihat: http://www.youtube.com/watch?v=GD4eOJaYvSU)

Yang menjadi pertanyaan, masih adakah isyarat seperti itu untuk Pemilu kali ini? Sepertinya tidak! Namun dengan mencermati bunyi Qur’an dan Hadits, maka saya pikir sudah jelas siapa yang seharusnya kita pilih untuk Pemilu tahun ini.

Ketika sahabat Nabi SAW, Abu Dzar, meminta suatu jabatan, Nabi saw bersabda: "Kamu lemah, dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi sebab kenistaan dan penyesalan di hari kemudian (bila disia-siakan)." (HR. Muslim)

Sikap yang sama juga ditunjukkan Nabi saw ketika seseorang meminta jabatan kepada beliau, dimana orang itu berkata: "Ya Rasulullah, berilah kepada kami jabatan pada salah satu bagian yang diberikan Allah kepadamu." Maka jawab Rasulullah saw: "Demi Allah Kami tidak mengangkat seseorang pada suatu jabatan kepada orang yang menginginkan atau ambisi pada jabatan itu." (HR. Bukhari - Muslim)

Sebagaimana diketahui Abu Dzar memiliki kepribadian yang keras dan mudah terpancing amarahnya. Ini tergambar ketika ia pernah ditanya oleh Rasulullah Saw tentang tindakan apa kira-kira yang akan diambil olehnya jika di kemudian hari ia melihat ada para penguasa yang mengangkangi harta ghanimah milik kaum muslimin. Dengan tandas Abu Dzar menjawab: "Demi Allah, yang mengutusmu membawa kebenaran, mereka akan kuhantam dengan pedangku!"

Menanggapi sikap yang tandas dari Abu Dzar ini, Nabi Muhammad Saw sebagai pemimpin yang bijaksana memberi pengarahan yang tepat. Beliau berkata: "Kutunjukkan cara yang lebih baik dari itu. Sabarlah sampai engkau berjumpa dengan aku di hari kiamat kelak!" Rasulullah Saw mencegah Abu Dzar menghunus pedang. Ia dinasehati berjuang dengan senjata lisan.

Sikap Abu Dzar ini mirip dengan kepribadian Prabowo Subianto yang terkenal tegas dan temperamental. Selain itu, Prabowo juga dikenal sebagai sosok ambisius yang haus akan kekuasaan. Ini terbukti dari Survei Aspek Kepribadian Calon Presiden dan Wakil Presiden 2014 yang menunjukkan capres Prabowo Subianto memiliki motivasi berkuasa paling besar dibanding Joko Widodo maupun cawapres Hatta Rajasa dan Jusuf Kalla (lihat: http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/07/03/hasil-survei-psikolog-motivasi-berkuasa-prabowo-paling-tinggi).

Sikap Prabowo ini berbeda jauh dengan capres lainnya, Joko Widodo. Jokowi dikenal sebagai pribadi yang hangat, terbuka, dan merakyat. Ini terbukti pula dari Survei Aspek Kepribadian Calon Presiden dan Wakil Presiden 2014 oleh para psikolog yang menilai ciri extraversion (ekstrovert) kepribadian para Capres dan Cawapres 2014 yang maju dalam Pemilu Presiden 9 Juli mendatang (lihat: http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/07/04/survei-psikolog-jokowi-jk-dua-pribadi-yang-hangat-dan-terbuka).

Selain itu, pencalonannya menjadi capres adalah lebih karena desakan masyarakat, bukan karena kemauan pribadi. Sebelum ditunjuk jadi capres, Jokowi pernah mengatakan: “Saya bisa jadi Walikota hingga Gubernur itu karena kebetulan. Saya ga pernah pacaran dengan hal seperti ini. Bahkan sebagai Inspektur Upacara saya juga nggak pernah kepikiran.”

Ketika ditanya wartawan perihal peluangnya untuk diusung menjadi capres oleh PDIP, Jokowi hanya menjawab santai dan lugu: “Saya nggak mikir, nggak mikir, nggak mikir, copras-capres, survei-survei, dll.” Jokowi menegaskan bahwa yang dipikirkannya hanya Jakarta saja. Contohnya dalam acara Mata Najwa Jokowi menjawab: “Nggak mikir, nggak mikir, konsentrasi penuh ini agar akhir tahun ini realisasi anggaran sesuai dengan target, konsen baru disitu, saya mikir yang berkaitan dengan hujan banjir, saya kalau fokus ya fokus, hujan dan banjir. Saya baru fokus ke situ kok diganggu lagi?”. Jokowi pernah ditanya seorang siswi SMA soal kemungkinan menjadi Presiden. Jawabannya? “Saya masih bekerja,menyelesaikan masalah-masalah di Jakarta, masalah banjir, macet, PKL, KJS, KJP, waduk, rusun.” Di lain kesempatan, Jokowi juga pernah menyampaikan jawabannya ketika ditanya pertanyaan serupa: Saya masih konsentrasi menyelesaikan masalah DKI yang bergunung-gunung.., harus konsentrasi menyelesaikan itu.”

Pernyataan Jokowi diatas menandakan Jokowi sama sekali tidak tertarik membicarakan pencapresan presiden. Ia hanya ingin menyelesaikan permasalahan di Jakarta sebagaimana tugasnya sebagai Gubernur.

(lihat: http://politik.kompasiana.com/2014/01/20/jokowi-nggak-mikir-capres-saya-fokus-menyelesaikan-masalah-dki-629229.html)

Ibu Mega sendiri sebagai Ketua Umum PDIP beberapa kali mengatakan agar Jokowi nggak usah mikir jadi capres, fokus saja sebagai Gubernur DKI.

Jadi dari hal-hal tersebut jelas bahwa Jokowi tidak berambisi menjadi pemimpin, namun karena desakan rakyatlah, sehingga Ibu Megawati akhirnya mengumumkan bahwa Jokowi adalah capres yang diusung oleh PDIP. Dan hal ini saya saksikan sendiri sewaktu saya berada di Jakarta, ketika menginap di Mess Barru yang lokasinya berada dekat Bundaran HI, dimana pada saat itu bertepatan dengan ‘Car Free Day’, ada beberapa kelompok orang yang mengatasnamakan diri mereka ‘Simpatisan PDIP’ membentangkan spaduk yang isinya mendesak PDIP agar mengusung Jokowi sebagai capres.

Pencapresan Jokowi sebagai Presiden ini juga didukung sebagaian besar warga Solo dan Jakarta, dua wilayah yang pernah dipimpinnya. Ini membuktikan bahwa memang masyarakat-lah yang menghendaki agar Jokowi menjadi Presiden RI.

(lihat: http://jogja.okezone.com/read/2013/09/01/511/858916/pesan-cinta-warga-solo-dukung-pdip-putuskan-jokowi-capres dan http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/03/18/171103/2529473/1562/ini-alasan-69-warga-dki-setuju-jokowi-nyapres)

Maka dari sini jika kita membandingkan sifat dan sikap capres Prabowo Subianto dan Joko Widodo dengan hadits Rasulullah Saw, maka jelas Prabowo Subianto lebih tidak layak memimpin Indonesia dibandingkan Joko Widodo.

Begitupula jika kita melihatnya dari sisi Al-Qur’an. Prabowo Subianto jelas tidak sesuai dengan karakter pemimpin yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an.

Firman Allah:

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."” {QS. Al-Baqarah 30}

“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” {QS. Shaad 26}



“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya..” {QS. Al-Baqarah 204-205}

Ketiga ayat diatas bermakna agar umat manusia dapat menjadi pemimpin yang steril dari perilaku membuat kerusakan di atas bumi, tidak menumpahkan darah, mampu berbuat adil, tidak mengikuti hawa nafsu, tidak sekedar pandai beretorika, serta tidak otoriter. Artinya, berdasarkan ayat-ayat itu, seorang pemimpin ideal sebaiknya adalah mereka yang memiliki sikap mental demikian.

Bulan Mei 1998, sejarah dunia mencatat gejolak di Indonesia. Kisah memilukan ini dimulai ketika 4 mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta, ditembak mati oleh oknum aparat keamanan. Dalam tempo 24 jam, insiden penembakan itu membakar amarah massa. Di tengah situasi itu pula, sebuah program anti-Cina dilancarkan. Api pun melahap Jakarta. Warga keturunan Tionghoa berlarian meninggalkan ibukota. Jakarta tidak ubahnya sebuah zona perang. Sampai detik terjadinya kerusuhan batu merajam bangunan mewah dan api melahap mobil-mobil, rakyat semula banyak mengira itu sebuah spontanitas massa. Hasil investigasi sebulan penuh AsiaWeek termasuk wawancara dengan beberapa perwira militer, pengacara, aktivis hak asasi manusia (HAM), para korban, dan saksi mata menyimpulkan, penembakan Trisakti, kerusuhan, penjarahan, dan aksi pemerkosaan terhadap para wanita Tionghoa benar-benar sudah direncanakan.

Karena insiden tsb Negara Indonesia menanggung kerugian yang sangat besar. Setidaknya 1.188 orang tewas, sekitar 468 wanita diperkosa, 40 mal dan 2.470 toko ludes dimakan api, serta tidak kurang dari 1.119 mobil dibakar atau dirusak.

Pertanyaannya, bila kerusuhan itu sengaja digerakkan, tentu pasti ada dalangnya. Identitas si dalang ini memang tidak pernah gamblang. Namun, salah seorang yang disebut-sebut terkait dengan serangkaian aksi kerusuhan itu adalah menantu Soeharto, Letjen TNI Prabowo Subianto, yang saat itu menjabat sebagai Pangkostrad. Bahkan, beberapa kalangan menilai, keterlibatan Prabowo itu sudah kelewat jelas.

(lihat: http://danudika.wordpress.com/2012/08/07/sepuluh-hari-yang-mengguncang-indonesia-tragedi-mei-1998-asiaweek-investigation-24th-july-1998/)

Dari tragedi Mei’98 tsb, Prabowo akhirnya terbukti berdasarkan hasil investigasi TGPF dan DKP menculik, menyekap, dan menyiksa beberapa aktivis mahasiswa tanpa perintah atasan, sehingga membuat dirinya dipecat secara tidak hormat dari militer.

(lihat: http://www.youtube.com/watch?v=5N71X0WK8Ts&feature=share)

Baru-baru ini, Wartawan Allan Nairn mengatakan bahwa berdasarkan wawancaranya beberapa waktu lalu dengan Prabowo, Prabowo mengatakan: “Indonesia tidak siap berdemokrasi, karena terlalu banyak agama dan etnis, sehingga yang diperlukan adalah rezim otoriter!. Indonesia memerlukan rezim otoriter!. Apakah saya memiliki nyali untuk menjadi seorang diktator yang fasis? Jenderal Pervez Musharraf saja memiliki nyali itu di Pakistan!. Saya pernah bekerja dengan pihak intelijen dan satuan khusus militer AS. Saya pernah membawa pasukan khusus AS ke Indonesia, dimana pasukan ini sejatinya untuk menghadapi kemungkinan adanya invasi AS ke Indonesia.”
Informasi yang disampaikan Prabowo ini juga diverifikasi dokumen Pentagon, kata Nairn.

Tentang aksi militer ABRI di Tim-Tim, AN mengatakan: “Tidak ada orang di Indonesia yang pernah membunuh warga sipil sebanyak Prabowo. Hal tersebut ada dokumennya.
Ada satu hal signifikan yang Prabowo katakan mengenai pembunuhan massal di Santa Cruz, Timor Timur; “Jangan membantai orang di depan mata internasional. Tapi jika pembantaian dilakukan di gunung atau desa-desa itu tidak apa-apa.””


(lihat: http://www.youtube.com/watch?v=iBTk9XgifgY&feature=share)
Dari pernyataan Allan Nairn tsb jelas menggambarkan sosok Prabowo yang otoriter dan kejam. Sifat otoriter Prabowo ini juga tercermin dari survei psikolog (lihat: http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/07/03/269590223/Survei-Psikolog-Gaya-Prabowo-Otoriter).
Sekarang, anggap saja Prabowo sudah bertobat! Anggap saja ia tidak mungkin lagi melakukan kekejaman seperti pada masa lalu.
Namun bersediakah kita untuk mempercayainya sebagai pemimpin tertinggi negeri ini? Dengan tegas kita harus berkata: TIDAK!! Lho, mengapa? Karena Allah telah memperingati kita dalam Al-Qur’an:
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya.”{QS. Al-Qalam (68):10-13}

Untuk keberlangsungan NKRI, buka mata dan hati dalam menentukan pemimpin republik yang kita cintai ini ...!! Jangan salah memilih pemimpin kita untuk 5 tahun kedepan.

Mintalah petunjuk kepada Allah SWT kalau memang masih dalam keraguan hati ...demi generasi yang akan datang, agar mereka hidup dalam kesejahteraan dan ketentraman.

So, Sadarlah sebelum terlambat! Menyesal kemudian, tiada berguna!

SALAM 2 JARI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun