Mohon tunggu...
Mateus Hubertus Bheri
Mateus Hubertus Bheri Mohon Tunggu... Penulis - Menulis Itu Seni

Sastra

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ruang Gelap di Balik Perhelatan Pilkada Serentak 2024

15 April 2024   15:31 Diperbarui: 15 April 2024   15:37 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pilkada (Kompas/Didie SW) 

Kita barusan usai mengikuti pesta demokrasi rakyat, Pemilihan Umum 2024 yang diselenggarakan oleh penyelenggara Pemilu, baik itu KPU, Bawaslu, dan DKPP. Kendatipun hasil Pemilu masih di gugat di Mahkama Konstitusi (MK) oleh pasangan calon 01 dan 03 dan juga partai politik peserta Pemilu.

Selama Pemilu berlangsung, seluruh energi kita terpusat dan terfokus pada Pemilu. Ini semata-mata agar kualitas Pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat betul-betul berkualitas, mandiri, dan berintegritas.

Di sisi lain, kita menginginkan agar Pemilu dapat menghasilkan output yang baik. Orang-orang yang kita pilih menjadi pemimpin dan wakil rakyat nanti, benar-benar amanah dan menjalankan fungsinya sebagaimana yang di atur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam hajatan Pemilu kemarin, begitu banyak kita jumpai ujaran kebencian, black campaign (kampanye hitam), dan juga berita-berita hoax yang disebarkan oleh lawan politik masing-masing kubu. Cara-cara demikian dapat merusak sistem demokrasi yang kita anut.

Seharusnya setiap calon lebih memaparkan program, ketimbang menyebar berita bohong. Rakyat harus diberi edukasi, agar demokrasi kita makin baik, bukan mundur kebelakang. Setiap calon harus memberikan pendidikan politik kepada rakyat agar demokrasi makin sehat kedepannya.

Ingat, demokrasi bukan tentang kekuasaan. Demokrasi berbicara tentang kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Ia tidak sekedar memerdekakan segelintir golongan dan mengkerdilkan golongan lain. Demokrasi mengutamakan semua buat semua sehingga kita semua sama rata, sama rasa.

Pemilu 2024 telah mempertontonkan kepada publik, bagaimana usaha masing-calon untuk merebut kursi kekuasaan. Mereka memanfaat ruang demokrasi dengan menyeludupkan para buzzer demi memuaskan nafsu serakah mereka untuk berkuasa.

Kini ruang pesta demokrasi rakyat lima tahunan itu di isi para penyusup yang bernama "buzzer". Para "buzzer" ini pun spertinya ditugaskan secara khusus untuk menyerang setiap lawan politiknya secara membabi buta.

Selama Pemilu berlangsung, di berbagai media sosial di huni oleh para buzzer. Jangan kaget, yang nampak di media sosial, hanyalah ujaran kebencian dan berita hoax. Publik sulit mencerna, mana informasi yang benar-benar valid dan mana yang berita bohong.

Ketika para buzzer menguasai ruang-ruang publik dan pemilih tidak mampu memfilter informasi yang masuk, jangan heran negara kita tetap menjadi negara berkembang karena kita salah memilih pemimpin dan wakil rakyat untuk mengurus negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun