Mohon tunggu...
Sorta Corie Ivana Panjaitan
Sorta Corie Ivana Panjaitan Mohon Tunggu... -

Pendidik mata pelajaran matematika

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Nasihat Ibu yang Membuatku Memilih Matematika

9 Mei 2015   02:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:14 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ketika duduk dibangku SMA, pada tahun terakhir, siswa dihadapkan pada banyak pilihan jurusan apa yang akan dipilih di bangku kuliah.  Setiap kali ditanya aku menjawab pada jurusan yang membuatkumenjadi seorang ilmuan yang berada di laboraturium.

Sampai pada mendekati ujian penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri aku tetap memilih jurusan itu. Mengetahui pilihanku, ibu meminta izinkan agar beliau yang menentukan pilihan ketiga. Aku bertanya jurusan apa yang akan ibu pilihkan ternyata ibu memilih jurusan matematika di universitas negeri medan yang saat itu masih bernama IKIP medan.

Aku menyatakan ketidak setujuanku, dengan alasan aku tidak berkeinginan menjadi guru, dan semasa SMA aku tidak suka matematika dikarenakan gurunya yang tidak menarik, dan kejam hanya membuat siswa takut. Dengan berbagai alasan ibu memaksakan pilihan ketigaku, dia menyakinkanku ketika SMP dan SD aku menyukai guru matematikaku yang baik, serta nilai tertinggi ebtanas semasa SD dan SMP adalah mata pelajaran matematika (tetapi ketika ebtanas SMA nilai matematikaku yang terendah). Dan lagi aku bebas memilih di pilihan pertama dan kedua. Dengan segera aku memilih jurusan teknik kimia di universitas sumatera utara, dan satu lagi jurusannya sdh lupa tp di politeknik USU.

Dipihak lain Saya meminta juga mengikuti tes di pertguruan tinggi yang mengkhususkan jurusan teknik kimia, ibu berat hati tetapidengan sedikit ngotot akhirnya beliau menyetujui.

Singkat cerita, saya lulus di pilihan ketiga dan di perguruan tinggi teknik kimia, tetapi dengan alasan perekonomian ibu memaksaku masuk jurusan matematika di IKIP Medan, dengan janji tahun depan kamu coba lagi. Sedikit berat melaluinya.

Satu tahun kemudian dengan semangat saya coba lagi, tapi apa yang terjadi di hari kedua ujian saya jatuh sakit, muntah-muntah hingga tidak bisa masuk, maka otomatis saya gagal. Dengan perasaan sedih saya berpikir berarti saya akan jadi guru matematika, terkadang sambil menghibur diri saya berpikir mungkin masih ada kesempatan lain agar tidak jadi guru.

Ibu adalah seorang guru kelas SD yang gemar menulis puisi, pantun, pintar membagi-bagi keuangan juga memotivasi kami anak-anaknya. Dengan gaya hidup sederhana, di bantu hasil mengajar les private akhirnya aku wisuda oktober 2003. Dan aku mulai menyukai profesi guru matematika. Segera aku mendaftar CPNS,PUJI TUHAN, masih pada tahun 2003 di bulan desember aku diterima jadi CPNS. Walau disaat itu ada keraguan ambil atau tidak, dengan dorongan dari ibu dan seorang kakak aku menetapkan diri menjadi guru matematika di daerah kabupaten simalungun.

Aku bahagia bisa melanjutkan tugas mendidik yang dulu milik ibuku.

Semoga tercipta generasi yang baik dan aku dapat menjadi guru yang baik juga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun