Mohon tunggu...
arya narendra
arya narendra Mohon Tunggu... Kuli bangunan -

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Aku Tak Berayah Tak Beribu Lagi

4 April 2018   20:17 Diperbarui: 5 April 2018   01:27 2710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Andreas Camelia/Kompas

Si Budi bocah penjual koran
Masih terdengar gelegar nafasnya yang merobek telinga
Dia bukan cerita joko kendil, atau j PPoko bogel dalam sejarah jawa
Ia hanya bocah kecil dalam kitab bunga trotoar
Di antara iklan baris dan iklan kecik wajah surat berkabar

Terdengar ketikan aksaranya yang kembali mengulik nafas 16 juli 1996
Tentang asap pergolakan
Api tangis perombakan
Silsilah yatim yang dikemas dalam diary balio
Reklame pemekaran kursi pelaminan biru

Sebut saja dalang cilik dalam lakon "AKU TAK BERAYAH DAN TAK BERIBU LAGI"
aku hasil aborsi kematian ibu saat peperangan
Entah wajah seperti apa Bapaku aku tak mengenali bentuknya
Hanya petilasan di tanah pekuburan
Ini sebatas sampul saja sebagai cerita dangkal anak jalanan

Hidup di lahan merdeka sebelum tahu apa itu kebebasan
Yang ia tahu suara berkabar menggambarkan
tokoh pandawa atau perseteruan dengan kurawa
Tak ada kilasan artikel tentang nama Budi di rumah cetak

Semua terisi oleh ragam pemilik materi jasa prabayar lewat pin pinjaman

Terus dan terus semakin terus dengan arus yang mengerus sebagai virus

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun