"KEJUJURAN ITU Mahal dik!" Bener, bukan aku  yang mengatakan hal itu. Ucapan itu mungkin buat kita yang biasa melihat banyak kemunafikan, banyak kebohongan dan banyak kebrengsekan di depan kita [atau malah mungkin kita bagian dari hal itu?], Mungkin sesuatu yang klise dan numpang lewat saja. Tapi kalimat itu diucapkan dengan intonasi sederhana dari seorang penambal ban, bernama Soewardi. Siapa dia?
Mbah Wardi - begitu biasa dia dipanggil - adalah seorang penambal ban di depan Roxy Mas. Aku ngobrol gara-gara ban motorku kena paku 'segede bagong' . Kabarnya, memang disana banyak yang sering kena paku aneh-aneh. Ketika semua orang menunjuk tempat tambal bannya, aku sudah "berprasangka" pasti orang ini yang menyebar paku, biar tambal ban-nya laris.
Ketika menunggu, karena ada beberapa yang sedang ditambal, beberappa 'pak ogah' nawarin aku untuk tambal ban di seberang jalan lain, karena menurut mereka lebih kosong dan bisa cepat dikerjakan. Tapi entah kenapa, aku memilih untuk menunggu antrean saja. Males jalan sih tepatnya ...
Sembari menunggu, aku ngobrol dengan Mbah Wardi. Soalnya, yang nambal, lebih sering diberikan kepada 'anak-buahnya' sementara Mbah Wardi mengawasi.
Mbah Wardi mengaku, lahir dan besar di Magelang jawa Tengah, 70 tahun silam. Dengan bangga, Mbah Wardi menyebut dirinya adalah warga Lembah Tidar, julukan Kota Magelang. Tahun 1959-an, dia sudah merantau ke Jakarta dan mencoba peruntungan di banyak pekerjaan.
"Dulu Jakarta bagus mas. Nggak macet dan polusi kaya sekarang. Saya ngontrak di daerah Roxy cuma 350 rupiah perbulan ketika itu," katanya mulai mengorek masa lalunya. Sampai akhirnya tahun 1973, Mbah Wardi membuka usaha tambal band, di Roxy, tempat yang sampai sekarang ditempatinya.
"Saya sering diajarin untuk nyebar paku dik, tapi buat apa? Rejeki sudah ada yang ngatur kan," tegasnya. Mbah Wardi juga bercerita, dirinya pernah menemukan HP pelanggannya dan menyimpannya, sampai ketika esok harinya yang punya balik, HP itu dikembalikan tanpa minta imbalan. "Kejadian kaya gitu sering lo dik," tambahnya. "Kejujuran itu sekarang mahal dik," tegasnya.
Puluhan tahun menjad penambal ban, membuat ayah dari 3 anak yang sudah mentas ini paham betul trik untuk "nakal" dan mencari peluang untuk nambahin recehan. "Tapi kalau saya lakukan, mungkin hari itu saya dapat uang banyak, tapi besok-besok saya malah ditutup rejekinya to," ujarnya.
Mbah Wardi bercerita dengan wajar, santai dan hati-hati. Baginya, dengan segala kekurangan dan kelebihannya, jujur ​​adalah nomor satu. "Yang lain tidak jujur ​​silakan, saya nggak mau ikut-ikutan dik," tandasnya.
Yah, mengapa harus ikut-ikutan brengsek, ketika yang lain jadi brengsek? Mengapa harus ikut-ikutan nakal? Mengapa harus jadi penipu ketika yang lain ngengat jadi penipu? Mbah Wardi, keukeuh untuk jadi dirinya sendiri. Sederhana banget, dengan menjadi penambal band yang jujur ​​.
Dan aku  sudah sempat salah prasangka ....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H