Mohon tunggu...
DJOKO MOERNANTYO
DJOKO MOERNANTYO Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Laki-laki biasa-biasa saja. Berujar lewat kata-kata, bersahabat lewat dialog. Menulis adalah energinya. Suka BurgerKill, DeadSquad, Didi Kempot, Chrisye & Iwan Fals. Semoga mencerahkan :)\r\n\r\n@personal blog:\r\n#airputihku.wordpress.com\r\n#baladaatmo.blogspot.com #Follow: Twitter: @matakucingku\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Beery 'Saint Loco' Disiram Air Keras: Kematian Kemanusiaan di Depan Kita

27 Oktober 2013   18:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:58 1634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

SAYA termasuk orang yang anti kekerasan dalam semua bentuknya. Di semua lini, kekerasan tidak pernah berujung pada positivisme. Kekerasan, selalu akan melahirkan kekerasan baru. Itu sudah seperti hukum alam saja. Alhasil, ketika mendengar kabar Beery Manoch –vokalis band SainT Loco—disiram air keras oleh seseorang “bodoh” di Malang, jawa Timur,  nurani kemanusiaan ini begitu terusik. Ranah musik yang seharusnya member kegembiraan, malah ternodai dengan adegan kekerasan di depan mata.

KEKERASAN adalah kekerasan. Dimana sesuatu yang diawali dengan kekerasan, maka yang akan didapatkannya hanyalah kekerasan itu sendiri. Memang kadang-kadang kekerasan sangat efektif untuk menyelesaikan masalah. Namun yang namanya kekerasan tak akan pernah berakhir di situ saja. Walaupun masalah tampaknya terselasaikan, akan tetapi justru akan membuahkan kekerasan pada masalah lainnya.

Di musik, soal kekerasan ini juga menjadi salah satu keprihatinan yang mendalam. Mengapa? Karena fanatisme yang berlebihan –cenderung membabi buta—selalu melahirkan kebodohan tanpa henti. Menyerang pihak lain yang dianggap tidak seirama, memusuhi kelompok atau genre lain yang dianggap selalu kurang dibanding genre yang dia ikuti, menjadi pemicu lahirnya aksi-aksi kekerasan tanpa batas itu. Lovers lebay berhadapan dengan haters lebay juga.

Di forum apapun, selalu ada topik  atau thread tentang penggila atau pemuja dan haters atau pembenci, terhadap artis atau musisi tertentu. Saling bully dengan kata-kata yang kampungan bermunculan hanya untuk melampiaskan egoism yabg tidak ada juntrungannya dan kegunaannya.

Termasuk dalam kasus Beery Manoch. Secara personal, saya tidak kenal dekat, hanya beberapa kali ngobrol dan sempat wawancara dengan band-nya Saint Loco. Laiknya anak band –apalagi rock—sedikit ugal-ugalan dan ceplas-ceplos di atas panggung adalah hal wajar.  Ngobrol dengan mereka, bisa mencairkan suasana yang kaku, apalagi Berry adalah seorang MC juga. Jadi, kodratnya adalah untuk ngoceh di atas panggung. Lalu apakah yang tidak suka dengan musiknya, celotehannya, leluconnya atau sosok personalnya harus melakukan kekerasan yang tidak perlu dan tolol itu?

Apakah musik sebagai sarana penghibur, kemudian dianggap mempromosikan kekerasan?  Bagi saya, pernyataan paling konyol dan bodoh adalah ketika ada yang mengatakan, hiburan [atau musik]  adalah salah satu pemicu kekerasan. Memang betul, ada lirik dan musik yang menyebabkan secara emosi, mungkin manusia terpacu dan terpicu secara adrenaline, tapi menghubungkan itu dengan musiknya sendiri adalah kesalahan.

Yang namanya kekerasan itu sudah ada sebelum yang namanya musik tersebar dengan banyak genre seperti sekarang ini. Kekerasan memang akan ada selama manusia ada. Jadi jangan salahkan musiknya. Apapun genre musiknya. Musik tidak menyebabkan kekerasan, namun, dapat membangkitkan emosi seseorang untuk menjadi pelau kekerasan atau kejahatan. Tapi yang harus dipahami, ini bicara soal karakter manusianya, bukan musiknya mendengarkan.

Beery Manoch harusnya jadi korban terakhir kekerasan di musik. Saya tahu, apa yang saya tulis dan katakana ini, tidak akan pernah menjadi apa-apa, kalau tidak ada edukasi dan pencerahan dari penikmat, pecinta, pelaku musik itu sendiri. Biarlah saya tetap berteriak anti kekerasan, hingga kering tenggorokan dan suara ini.  Saya bukan haters siapapun. Saya adalah lovers semua genre, terlepas secara personal tentu saja saya punya kesukaan pribadi. Tapi marilah –sekali lagi marilah—kita tundukkan kepala, hening cipta untuk “kematian-kematian nurani” di depan kita. #prayforbeery

#Dalam judul berbeda, tulisan ini  ada di blog pribadi: airputihku.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun