Mohon tunggu...
DJOKO MOERNANTYO
DJOKO MOERNANTYO Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Laki-laki biasa-biasa saja. Berujar lewat kata-kata, bersahabat lewat dialog. Menulis adalah energinya. Suka BurgerKill, DeadSquad, Didi Kempot, Chrisye & Iwan Fals. Semoga mencerahkan :)\r\n\r\n@personal blog:\r\n#airputihku.wordpress.com\r\n#baladaatmo.blogspot.com #Follow: Twitter: @matakucingku\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Untold Story: Kisah Tapol PKI Nusakambangan No.3536

3 Oktober 2013   00:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:05 6119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TUDINGAN bahawa anggota PKI [pasti] bersalah, hingga detik ini masih santer. Meski tak “sekejam” era Soeharto, tapi masih ada. Ketakutan akan ideology yang di negara asalnya sudah mengecil pengaruhnya ini, masih begitu kuat.

Lalu apa yang salah belajar komunis? Apakah kita masih "terprogram" bahwa komunis [selalu] identik dengan congkel mata, potong kemaluan, lagu "genjer-genjer" jadi lagu pembunuhan [kasihan Bing Slamet, stigma ini membuat lagu ini tak pemah/boleh dinyanyikan di sembarang tempat].


Penulis ingat, ketika SD, diwajibkan menonton film G 30 S/PKI [judul yang saat itu, sudah membuatku aneh --penjelasan lebih lanjut di alinea selanjutnya]. Kami yang masih 'bau kencur' diminta mencerna sebuah "kilas balik" kebohongan yang terorganisir. Jijiknya, itu harus diulangi setiap tahun --sampai sekitar 3 tahunan. Selanjutnya, propaganda itu diulang lagi di TVRI, bertahun-tahun.

Sayangnya, sejak kecil penulis tidak pernah merasa film itu adalah kebenaran. Buat penulis, film itu hanya hiburan semata, sama seperti kita menonton Harry Potter misalnya [masih mending nonton Harry Potter malah]. Tulisan ini hanya sebagian kecil sejarah yang digelapkan. Mungkin tidak akan mengubah apapun, tapi mungkin bisa sedikit melengkapi puzzle sejarah yang terberai. ==

Suatu hari, penulis remaja [sudah masuk SMP] ngobrol dengan bapak. Kegelisahan bertahun-tahun itu coba penulis tanyakan ke bapak. Apa komunis itu pak? Sederhananya begini: Komunis itu berasal dari makna Komunal, yang artinya kebersamaan. "Ketika kita melakukan aktivitas bersama yang hasilnya untuk kebersamaan kelompok kita, kita sudah komunis," Penjelasan pertama  tentang komunis. Sederhana saja!

Benarkah komunis tidak mengenal Tuhan? Benarkah komunis itu atheis? "Loh komunis itu bukan ideologi yang menafikan Tuhan. Mungkin ada yang atheis, sama seperti sekarang ini juga banyak yang tidak percaya Tuhan. Tapi kami di Partai Komunis, tidak didoktrin untuk menganggap Tuhan tidak ada. Jangan kaget, kalau ada pendeta, kyai, bhiksu yang juga komunis."

Sayangnya, sampai saat ini, masih banyak yang menuding komunis itu anti Tuhan. Komunis itu tidak mengenal Tuhan. "Karl Marx pernah bilang, agama itu candu. Makna sederhananya, pisahkan urusan kenegaraan dengan agama. Kalau tumpang tindih, repot karena pemaknaanya berbeda."

"...agama berdasarkan sama rata sama rasa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa hak persamaan untuk segenap manusia dalam dunia tentang pergaulan hidup, tinggi dan hinanya manusia hanya tergantung atas budi kemanusiaannya. Budi terbagi tiga bagian: budi kemanusiaan, budi binatang, budi setan. Budi kemanusiaan dasarnya mempunyai perasaan keselamatan umum; budi binatang hanya mengejar keselamatan dan kesenangan diri sendiri; dan budi setan yang selalu berbuat kerusakan dan keselamatan umum." [Haji Misbach, Penyusun tulisan "Islamisme & Komunisme"]

Benarkah komunis itu tukang bunuh orang, tukang potong kemaluan orang, tukang nyemplungin jenderal ke sumur? Percaya atau tidak, "pembunuh" terbesar justru bukan komunis. Ketika massa yang mengatasnamakan agama tertentu [ini bukan generalisir], membabi buta membunuh setiap orang yang "dianggap" komunis. Jutaan orang --ini data internasional-- tewas terbunuh atau dipenjara tanpa pernah disidang.

"Seperti ideologi lainnya, komunis tidak pernah mengajarkan untuk membunuh. Tidak ada doktrin membunuh atau dibunuh. Doktrin itu hanya ada para militer [baca: tentara]," kata ayah saya.

===

Suatu pagi, 1 Oktober 1965. Di sebuah rumah sakit di Bumiayu, Jawa Tengah. Suasana tenang, semua berjalan seperti biasa. Seorang mantri yang juga kepala rumah sakit Bumiayu, sedang berjaga-jaga. Laki-laki ini juga aktivis Partai Komunis Indonesia. Tiba-tiba masuk berita, ada "kekacauan" di Jakarta yang "konon" dilakukan oleh PKI. Benarkah? Kalau nasional "memberontak" seharusnya telegram rahasianya menyebar ke daerah-daerah. Sekedar mengingatkan, PKI adalah partai ke-4 terbesar di Indonesia ketika itu. "Tidak ada pemberitahuan apa-apa, artinya memang tidak niat untuk memberontak!"

Tapi siapa yang percaya? Propaganda TNI --pro Soeharto-- cepat menyebar. Berita televisi dan radio, disensor ketat. Media cetak dibreidel habis-habisan. Di alun-alun Bumiayu tertulis tulisan besar "BUNUH 3M [Munadi, Muntoyib, Munandar]" Tiga nama yang disebut tadi adalah tiga tokoh atas PKI di sana. Mereka juga menjadi tokoh Front Nasional Jawa Tengah.

3M itu, kemudian menjadi orang buruan nomor 1 di Bumiayu dan sekitarnya. Padahal, mereka tidak pernah berusaha kabur, melarikan diri, ngumpet atau menghilangkan jejak. Mereka hanya kaget, ketika kemudian melihat massa yang memburu mereka, seolah mereka adalah pesakitan yang harus segera dilenyapkan.

Sementara di alum-alun, teriakan massa anti PKI [yang didukung ABRI], sudah semakin kalap. Tak hanya seruan bunuh, tapi sudah gantung, bakar dan hancurkan. Suasana yang menegangkan untuk 3M dan keluarganya tentu saja. Apalagi kemudian massa bergerak menangkap [dan menghakimi] orang-orang yang dianggap berafiliasi ke PKI.

Seorang perempuan, berumur 14 tahun, masuk daftar yang "wajib" tangkap lantaran ketika 17-an di desanya, menyanyikan lagu "Genjer-Genjer". Seorang perempuan lain, ditangkap dengan kasar karena bergabung dengan GERWANI [padahal, GERWANI-lah organisasi perempuan yang benar-benar memperjuangkan perempuan dengan segala hak-nya, tapi siapa peduli?]

===

3M akhirnya ditangkap tentara. Semua harta benda, buku-buku, rumah dinas, motor HD, surat-surat, dokumen, foto-foto disita [kelak ketahuan, beberapa diantaranya dibagi antar penyita]. Semua angota yang "berbau" GERWANI, BTI, Lekra, PKI, Front Nasioanl, Pemuda Rakyat, GMSI, ditangkap tanpa terkecuali. Semuanya -- dibawah todongan senjata -- dipaksa dengan kasar ke atas truk yang "anehnya" sudah tersedia komplit dengan cepat.

Munandar, dengan tangan terikat naik ke atas truk dengan sekitar100-an orang. Ada yang dikenalnya, ada juga yang tidak. semuanya dengan wajah yang "resah" tetap bertanya-tanya tentang apa yang terjadi. Mereka semua dibawa ke arah Purwokerto. Anehnya, dibawa ke daerah alas roban yang waktu masih banyak di daerah selatan Jawa Tengah.

"Kami semua dengan tangan terikat, dibawa ke hutan di daerah Purwokerto. Kita tidak tahu apa yang akan dilakukan tentara-tentara itu, pokoknya pasrah saja!" terang Munandar suatu ketika. Rupanya slogan 3B [Bui, Buang, Bunuh] yang berlaku di kalangan politisi waktu itu, masih terasa di dada. "Kami tidak takut, karena inilah resiko perjuangan!"                                                                     ===

Satu persatu tawan politik itu, diturunkan di sebuah hutan yang lebat dan jauh dari kehidupan. Beberapa tentara tampak mengokang senjatanya. Sebagian lagi sibuk mengingat jempol ketemu jempol. Konon, itu sebagai tanda, tawanan itu harus dilenyapkan. Benarkah?

BENAR! Satu persatu dipanggil dan disuruh berjalan ke arah dalam hutan. Dan kemudian, DOOR! [bangsat!], satu persatu tawanan itu roboh dengan darah menetes dari punggung atau kepala bagian belakang. Mereka ditembak dari belakang. Setelah terjungkal, mereka dibiarkan menumpuk.

Ada sekitar 50-an orang yang sudah ditembak mati oleh tentara-tentara yang anehnya, menurut Munandar, masih bisa tertawa meski kemudian menampar dengan popor, ketika ditanya alasan tawanan itu ditembak mati. "Pokoknya sampeyan harus mati! Ini perintah!" Perintah? dari siapa? Mengapa harus ke hutan?

Ya, perintah dari siapa? Sampai sekarang tidak pernah ada kejelasan, perintah siapa untuk membunuh orang-orang yang dianggap PKI dan memang PKI itu.

Munandar [sebenarnya namanya Ngoenandar], berdetak keras ketika namanya dipanggil oleh tentara yang memegang senjata. "Ayo, kowe mlaku mrene!" [Ayo, kamu jalan kesini --jawa] perintahnya dengan kasar. Sebelumnya Munandar harus menahan gemuruh, ketika satu-persatu teman dan orang-orang yang bersamanya, tewas di depan matanya!

Kedua jempolnya diikat erat. Turun dari truk perlahan, tapi terpaksa cepat lantaran dipopor punggungnya. Beberapa barisan di depannya, sudah ditembak. Dan lagi-lagi ditumpuk begitu saja seperti "bangkai".

Satu barisan lagi, Munandar akan dapat giliran ditembak. Tapi tiba-tiba, tentara yang kasar itu menerima perintah lewat radio. Samar-samar Munandar mendengar, eksekusi dihentikan dan semua tahanan harus segera dibawa ke Pulau Nusakambangan.

===

Di Nusakambangan, Munandar ditempatkan di daerah Permisan dengan nomor registrasi penjara 4493. Di Pulau yang tahun 65-an masih benar-benar hutan lebar ini, Munandar mendengar banyak kisah pilu yang mengejutkannya. Pembunuhan itu terjadi merata di seluruh Jawa. PKI dan orang yang di-PKI-kan, diburu seperti "hama wereng" yang harus dimusnahkan di sawah.

Inilah kesaksian seorang eksekutor/pembunuh yang akhirnya mengaku. Namanya RAMA [nama asli disamarkan]. Pekerjaannya adalah petani, yang untungnya tidak sempat dicap PKI, jadi lolos dari penangkapan. Suatu hari ketika sedang ngarit [mencari rumput], tiba-tiba ada seseorang berpakaian loreng datang. "Kamu mau jadi pahlawan untuk negaramu?"Dengan ketakutan RAMA menjawab,"Mau!" Dan mulailah Rama masuk dalam episode "pembunuhan" masal itu.

Tugasnya "sederhana" hanya membunuh! Dan hari bertama bertugas menjadi "pahlawan", Rama sukses membunuh 5 orang. Caranya? Kepalanya ditebas dengan golok! "Awalnya memang sering mimpi, tapi setelah itu semuanya biasa-biasa saja!" akunya. Sadis!

===

Selanjutnya, Rama pernah "memaku" dengan paku rel kereta api, seorang yang dianggap PKI. Dari kuping kanan tembus ke kuping kiri. Lainnya, mengubur hidup-hidup beberapa orang dalam satu lubang, dan langsung diuruk. Termasuk diantaranya melempar beberapa orang hidup ke dalam lubang gua sempit. Kemudian diuruk juga.

Ternyata, dengan kedok nasionalisme, banyak orang dipaksa dan terpaksa menjadi pembunuh, pemerkosa, penginjak. Belakangan, tahun-tahun 90-an, diusut lagi dan ditemukan banyak tengkorak mayat-mayat yang tidak dikenal, termasuk hutan dimana Munandar "nyaris" dieksekusi.

NGOENANDAR akhirnya menjadi tahanan politik di Nusakambangan. Hebatnya, sampai dia dibebaskan setelah mendekam sekitar 6-7 tahun, tidak pernah ada pengadilan yang sah dan benar secara hukum. Ngoenandar menjadi tawanan tanpa tahu kesalahannya apa. Hanya karena dia anggota PKI, itu saja.

Untungnya, semua tahanan itu punya mental dan kekuatan 'tambahan' untuk bertahan hidup. Meski ada juga yang kemudian meninggal karena sakit dan tidak ada pengobatan yang layak, tapi paling tidak banyak diantara mereka yang bertahan dan menjadi tangguh kelak.

Ngoenandar yang menguasai ilmu kesehatan [tahun 1954, Ngoenandar sudah menjadi bidan], kalau sekarang mungkin levelnya D1 - D3, banyak dimintai tolong bahkan oleh Kalapas untuk membantu kesehatan tapol lain yang sakit. Kesempatan itu biasanya dimanfaatkan untuk saling bercerita atau berbagi makanan. Resikonya kalau ketahuan memang dihajar.

======

Ada beberapa rekan seperjuangan yang Ngoenandar ceritakan kepada Penulis. Ada Pakde Maimun, mantan sipir Nusakambangan yang bersimpati kepada korban PKI [akhirnya kelak menjadi sahabat], ada Om Harjo yang pintar bercerita soal wayang dari A -Z [dia mantan ketua Pemuda Rakyat Semarang], kemudian ada Pak Mirmo [yang wajahnya mirip sama Bapak], lalu ada Abah Dolly, yang jago servis jam merek apa saja [kelak akhirnya menjadi seperti saudara sedarah]

Keluar dari Penjara sekitar tahun 1971-an, Ngoenandar harus menghadapi stigma masyarakat yang "ketakutan" dengan PKI. Untung saja, desa asalnya, ternyata mayoritas memang anggota PKI, jadi stigma itu tidak terlalu lama, karena sama-sama menderita dan ditahan sebagai tapol.


Repotnya, tidak instansi apapun yang menerima mereka sebagai karyawan untuk bekerja. Apa boleh buat, wiraswasta menjadi pilihan, meski kadang diawasi oleh aparat. Maklum saja, desa tempat tinggal Ngoenandar diposisikan sebagai desa yang dikepung oleh kesatuan aparat. Ada Yonif 400 Banteng Raiders, Brigade Mobil, Kantor Pangdam IV Diponegoro, Arhanudri dan kantor Kodim.


====

Ibuku adalah Pegawai Negeri. Sebenarnya kalau ketahuan, ibu bisa dipecat. Untungnya, solidaritas antara kawan waktu itu, masih demikian tinggi. Hingga pensiun tahun 1994, Ibu tetap pegawai negeri yang bersuamikan anggota PKI. Aman-aman saja..katanya, Tuhan itu Adil kok...

#based on true story – diceritakan langsung kepada penulis #pernah dimuat di blog pribadi: moer.multiply.com [sudah tutup]



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun