Mohon tunggu...
DJOKO MOERNANTYO
DJOKO MOERNANTYO Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Laki-laki biasa-biasa saja. Berujar lewat kata-kata, bersahabat lewat dialog. Menulis adalah energinya. Suka BurgerKill, DeadSquad, Didi Kempot, Chrisye & Iwan Fals. Semoga mencerahkan :)\r\n\r\n@personal blog:\r\n#airputihku.wordpress.com\r\n#baladaatmo.blogspot.com #Follow: Twitter: @matakucingku\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Selamat Datang Kutukan Star Syndrom!

22 Desember 2012   09:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:12 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1356169946987006117

Menjadi terkenal, adalah impian semua orang. Konon kabarnya, dengan keterkenalan, kita akan lebih mudah mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Misalnya, penyanyi cowok yang terkenal, disukai banyak orang, dengan jahil akan mengatakan: “enaknya terkenal adalah bisa mendapatkan cewek seperti apapun yang kita mau!” Pernyataan yang salah? Tentu saja tidak, nyaris separuh dari band-band yang ngetopnya, awalnya dulu mengamini hal itu.

+++

TAPI kita tidak akan bicara soal target keterkenalan dan cewek tadi. Pernah mendengar yang namanya star syndrome? Buat saya, ini adalah penyakit yang dihadapi dunia hiburan dimana saja, termasuk Indonesia tentu saja.  Sindrom sok terkenal yang menjangkiti banyak ‘sekuter’ – selebriti kurang terkenal--  terlihat menggelikan, ketika berseliweran di ranah publik. Pernyataan yang tolol, attitude yang memuakkan, dan perilaku yang membosankan, dipapar di area umum, seolah semua orang akan menoleh, melihat dan kemudian membicarakannya dengan antusias.

[caption id="attachment_223278" align="alignnone" width="300" caption="Popularitas itu Melenakan, Meski Banyak Yang Rela Melakukan Apapun Untuk Jadi Populer [Foto: luciebartlett.wordpress.com"]"][/caption]

Di industri musik Indonesia, seseorang tergelincir menjadi terkenal itu banyak. Akibatnya, mereka juga terpeleset pada keadaan keterkenalan yang mengagetkan. “Oh ternyata terkenal itu enak ya,” mungkin begitu pikirnya. Buntutnya adalah semangat ‘star syndrome’ menjadi panglima sementara. Syukur-syukur kembali sadar dan mau mengingat jalan terjal untuk naik ke atas. Kalau tidak sadar, yah sudah, tidak akan jauh-jauh dari perempuan yang  berganti-ganti –meski sudah punya pasangan tetap sebelumnya--, kebodohan pada lubang narkoba, perilaku yang maunya diistimewakan, dan perasaan punya kelebihan yang “luarbiasa” sehingga bisa menganggap orang lain yang biasa-biasa saja, sebagai objek tidak penting lagi.

Oke, saya ambil contoh. Bian, vokalis D’Bagindas. Dari seorang yang tidak dikenal di Malang, kabarnya sempat ngamen sebelumnya, menikah sebelum gabung dengan band rilisan salah satu label besar di Jakarta ini. Ketika itu pelantun C.I.N.T.A sempat berjanji di depan wartawan ketika awal rilis album, akan tetap menjadi orang yang biasa-biasa saja, membumi dan dekat dengan penggemar. Janji tinggal janji, karena kemudian keterkenalan meruntuhkan kelakiannya. Perempuan dimana-mana dan kemudian mengabaikan istrinya di Malang. Semoga lekas bertobat saja ya.

Contoh lain, seorang gitaris bernama Ega Liong dari band Blackout yang [pernah] terkenal dengan single Letoy, atau Join Kopi. Karena merasa sering dianggap salah satu gitaris muda berbakat, kelakuannya menjadi minus dan tidak masuk akal. Ada sebuah cerita. Dalam sebuah even yang memajang namanya sebagai penampil, dia memilih tidak datang, sementara kontrak dan promonya sudah beredar. Di hari “H” entah kemana, mengapa dan dimana, gitaris yang ngakunya ‘hebat’ ini tidak tampak muka hidungnya tanpa penjelasan apapun.

Masih banyak contoh lainnya yang kalau dideret, mungkin Anda juga akan terkejut. Saya hanya ingin mengatakan, star syndrome itu penyakit yang merusak. Merusak pertemanan, merusak persahabatan, merusak keterkenalan itu sendiri dan merusak karir cemerlang yang sudah diraih. Kalau sudah merasa hebat dan terkenal, tanpa perlu orang lain, tidak perlu media, silakan tinggal di hutan. Kalau kemudian kehebatan yang didengungkan itu menjadikan musisi-musisi yang terjangkit star syndrome itu, menjadi “hantu yang mengawang-awang” tidak menginjak bumi lagi, saya menyarankan ganti pekerjaan saja, daripada dihujat orang banyak, atau sekalian “bunuh diri” dan menjadi hantu sesungguhnya, tak pernah menginjak bumi.

Star Syndrome buat saya seperti tahi, menjijikan…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun