Mohon tunggu...
Ima Rochmawati
Ima Rochmawati Mohon Tunggu... Full Time Blogger - lihat.dengar.rasa.laku

Blogger dan Penikmat Seni https://www.matakubesar.com http://matakubaca.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Wadjda

8 Juli 2015   23:41 Diperbarui: 8 Juli 2015   23:41 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ngabuburit ke daerah gegerkalong, iseng-iseng lihat beberapa keping film yang berjajar rapi diantara jualan buku islami.  Aha, ada kumpulan film festival seperti “Children of Heaven”, “Baran”, “Colors of Paradise”, “Kite Runner”, dll.  Energi saya tumbuh dan ingatan terbawa kembali ke tahun 2003-2004 yang lagi giat-giatnya berkomunitas, senang “menikmati” film festival dan sempat bekerjasama dengan orang-orang Jifest untuk event mereka.  Sekarang saya di depan sebuah toko kecil ditemani anak usia 5 tahun 10 bulan memilih beberapa keping film keren produksi Iran dan Arab Saudi.  Akhirnya pilihan jatuh pada resensi yang unik tentang pelajar putri yang menginginkan sepeda.  Benak saya, jalan ceritanya pasti unik, alami, sederhana, benar-benar ordinary people yang diangkat ke sebuah film, seperti biasa, tapi eksekusinya selalu menarik dan menyentuh.  Itu ciri khas film-film festival Negara penghasil minyak.

Wadjda, judul film itu dengan cover seorang perempuan muda dengan baju kaos putih, kemeja kotak-kotak, celana jeans berbalut kaftan hitam, kerudung hitam lengkap dengan sepatu jenis converse dan tas ransel.  Dari cover ini menggambarkan, Wadjda adalah pelajar putri yang tomboy dan kehidupan sehari-harinya yang hidup dibelahan Saudi dan budayanya.  Dari film ini, kita dapat mengenal budaya yang jauh dari kehidupan sehari-hari kita yang hidup dengan keberagaman.

Gadis tomboy ini mempunyai seorang teman main laki-laki bernama Abdullah, mereka sering bersaing tapi itulah membuat mereka berteman.  Permainan yang dilakukan adalah lomba lari dan Wadjda selalu menang, rupanya Abdullah memakai trik lain yaitu berlari dengan menggunakan sepeda sehingga Wadjda merasa tak mau terkalahkan.  Dari situlah keinginan kuat Wadjda untuk mempunyai sepeda.  Sayang sekali, Ibu Wadjda tidak mengizinkan karena (budaya disana) perempuan tidak boleh memakai sepeda karena dikhawatirkan akan merusak bagian pentingnya. 

Semakin dilarang, keinginan untuk mendapatkan sepeda semakin kuat.  Di sekolah ia membuat gelang sendiri dan menjual ke teman-temannya.  Begitupun ketika ia ada kesempatan untuk mendapat imbalan, ketika kakak kelasnya ingin mengirimkan notes ke teman laki-lakinya.  Banyak kejadian dan usaha yang Wadjda lakukan untuk mengumpulkan uang membeli sepeda, mampu membuat penonton ketawa karena tingkahnya menggemaskan.  Cerdas, pintar, berani dan “nakal”.  Sampai suatu hari, ada lomba hafalan Quran di sekolahnya, ia pun berusaha keras untuk ikut karena hadiah uang yang sangat besar dan cukup untuk membeli sepeda.

Cerita bergulir semakin menarik dan unik.  Dalam jalan cerita ini, Haifaa Al Mansour-seorang sutradara perempuan, mampu mengemas film Wadjda sarat dengan nilai-nilai yang mengkritisi nilai kehidupan terhadap perempuan.  Kita dapat mempelajari dari setiap detil adegan yang mengarah pada aturan untuk perempuan yang berkesan kuat.  Misalnya, ada adegan rapat keluarga untuk menyusun pohon keluarga dan ternyata anak perempuan tidak masuk pada pohon keluarga.  Banyak adegan-adegan yang mengejutkan dan tentu menjadi bahan perenungan.  Lalu bagaimana dengan akhir cerita ini, tentu saja penuh kejutan yang membuat kita memahami makna kebahagiaan.

Bandung, 8 Juli 2015

@imatakubesar

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun