Pembukaan Pameran Seni Rupa Ladang Mengerang dibuka dengan performing art oleh Tisna Sanjaya pada tanggal 20 Desember 2020. Menarik sekali, pameran seni rupa ini menjadi media “doa” dengan menggunakan medium bekas Bioskop Dian (Jalan Dalem Kaum Bandung) sebagai situasi gambaran besar atas peristiwa besar melalui pameran seni rupa. Langkah ini sebagai bentuk kontemplasi terhadap situasi menyebarnya virus covid 19 yang menyerang secara massif sehingga mengubah drastis tatanan sosial budaya dunia. Selama ini kita mengenal karya-karya Tisna Sanjaya memang kerap menyentuh tema-tema lingkungan, sosial dan politik yang secara langsung berpengaruh banyak pada karakter budaya masyarakat.
Kali ini Tisna Sanjaya mengangkat tema Padang Mengerang dengan merespons kondisi gedung (bekas) Bioskop Dian. Untuk masyarakat Bandung, Bioskop Dian ini dikenal sebagai tempat untuk menikmati tayangan film di sana. Lalu bangkrut dan muncul berbagai kompleksitas kepemilikan sehingga gedung itu mangrak dan tak terurus. Makin lama berpuluh tahun kemudian, gedung ini terlupakan, seolah bias. Sekitar gedung ramai penjual trotoar, sementara gedungnya hilir mudik digunakan oleh para tuna wisma. Sampah-sampah bertumpuk, atap rusak lepas bergelantungan, dinding suram dipenuhi vandal memberi “pesan” kemarahan-kegelisahan. Situasi itu sangat mungkin menimbun penyakit dan menghadirkan budaya pesakitan.
Pameran ini berlangsung mulai dari tanggal 20 Desember 2020-28 Januari 2021. Tisna Sanjaya memajang karya-karya instalasi dan lukisan bertema lingkungan. Situasi pandemi ini, gedung Dian sebagai simbol ketidakpedulian manusia, pengabaian objek sehingga melahirkan perilaku budaya.
Sebagai gedung bersejarah peninggalan kolonial, gedung ini lama tak terurus kondisi fisik bahkan fungsinya. Padahal lokasi gedung ini berada di kawasan pemerintah, gedung bupati-saat ini rumah dinas walikota Bandung, alun-alun, Masjid Agung, pasar, komplek pecinan yang dibatasi rel kereta menuju wilayah pemerintahan dan wilayah pemukiman bekas warga Belanda pada zaman penjajahan. Melalui lokasi ini kita melihat gambaran museum kota dalam versi besar.
Bioskop Dian menjadi simbol gedung yang tak dipelihara di tengah pemukiman pusat kehidupan. Ada namun terabaikan sehingga menjadi salah satu gelombang yang terus mengikis ruang-ruang hidup. Situasi ini pelan-pelan menimbun banyak masalah lalu-“bum!”- menimbulkan persoalan tatanan sosial di sekitarnya.
Begitupun bumi, bencana alam dan wabah penyakit tumbuh semakin beringas. Tangan dan hati manusia yang kerap mengabaikan dan mementingkan diri sendiri, menimbun banyak masalah lalu “bum!” hadir longsor, banjir, covid 19. Segala tatanan sosial berubah drastis seperti bendungan air yang tergerus oleh tekanan air. Penyakit pun pecah seperti gelombang, lalu melahap kehidupan secara brutal.
Begitu pun ketika mengapresiasi pameran Ladang Mengerang ini, bumi seperti ladang yang tak terpelihara bahkan kerap mendapat eksploitasi dari makhluk yang bergerak di atasnya. Layu dan kumuh. Kita seperti diberi waktu untuk kembali berkontemplasi apa yang sudah dilakukan oleh tangan, kaki, hati, pikiran pada udara, air, tanah, pohon. Langkah-langkah kecil kita perlahan bisa menumbuhkan atau merusak.
Pameran ini dibuka secara online di akun youtube Ladang Mengerang:
Media online ini menjembatani saya tetap bisa menikmati hasil karya seni dan instalasi Tisna Sanjaya di tengah pandemic. Melalui video ini Agung Hujatnikajennong- kurator- memaparkan konsep kekaryaan Tisna Sanjaya pada situasi pandemi dikaitkan dengan peristiwa budaya yang berpengaruh pada prilaku masyarakat. Dalam video ini, kita bisa menyimak konsep dasar pewujudkan pameran seni sebagai media metamorfosis Bioskop Dian yang mangkrak menjadi Dian Lentera Budaya. Berikut tuturan Tisna Sanjaya:
“Dian Lentera Budaya adalah proses kreatif penciptaan karya seni dari wilayah estetik, saya lebarkan menjadi peristiwa kebudayaan. Peristiwa yang terjadi adalah lingkungan yang rusak. Sebagai contoh Gedung Dian ini adalah gedung yang sangat indah namun ada adab yang tidak baik sehingga terlantar, banyak bangkai dan sampah. Seni yang saya buat ini adalah seni yang mempunyai daya untuk perubahan. Perubahan untuk lebih baik.”