[caption id="attachment_42280" align="alignleft" width="300" caption="image from johnherf.files.wordpress.com"][/caption] Membaca tulisan yang enak buat dibaca memang mengasyikkan. Bahkan kita bisa terkejut ketika menyadari telah berjam-jam hanyut dalam kisah yang tertulis dengan apik. Para penikmat novel sering mengalami hal seperti itu. Tapi kadang membaca juga melelahkan. Ini bisa dirasakan oleh para editor. Seperti yang pernah kualami ketika mendapatkan freelance job, mengedit beberapa naskah media cetak. Pikiran akan terasa lelah ketika membaca naskah yang tak jelas maksudnya. Belum lagi jika ditambah dengan tanggung jawab untuk memperbaiki kesalahan ejaan. Makin melelahkan! Membaca tulisan yang tidak runut dan tak jelas arahnya saja sudah lelah. Apalagi jika harus mengaitkan antar paragraf satu dengan lainnya agar lebih sistematis. Aku jadi ingat ketika dulu jadi pemimpin redaksi sebuah majalah kebudayaan. CR dan Oeban terlibat perdebatan karena sebuah naskah yang tak jelas tujuannya. Awalnya CR mengedit naskah sendirian. Ketika ia lelah, Oeban berniat membantu. Tapi yang terjadi malah keduanya berdebat, berkira-kira tentang maksud penulisnya. Sedang aku hanya tersenyum menyaksikan kedua teman redaksiku yang gigih bekerja pada pukul 2 dini hari itu... Akhirnya, mereka berdua sepakat untuk break dan makan nasi goreng dulu... Begitulah suka-duka menjadi editor. Perlu kesadaran untuk memberikan peluang bagi para penulis pemula dan perlu kesabaran untuk mengemas agar naskah kacau menjadi lebih layak untuk dibaca. Salam hormatku buat para editor di seluruh dunia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H