Mohon tunggu...
Mataharitimoer (MT)
Mataharitimoer (MT) Mohon Tunggu... Konsultan - Blogger, bekerja paruh waktu dalam kegiatan literasi digital untuk isu freedom of expression dan toleransi lintas iman.

menulis sesempatnya saja | tidak bergabung dengan partai politik apapun Buku yang ditulis : Jihad Terlarang (2007, 2011), Guru Kehidupan (2010), Biarkan Baduy Bicara (2009), Ekspedisi Walisongo (2011). Bang Namun dan Mpok Geboy (2012)\r\n \r\nJabat erat!\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ekspedisi Walisongo : Sang Perintis, Sang Pewaris

9 November 2009   01:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:24 1957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Makam Sunan Ampel | Surabaya, Jawa Timur Alhamdulillah, kami sampai pada track terakhir dalam Ekspedisi Walisongo. Kuperhatikan masjid Sunan Ampel yang megah. Sebuah menara putih tinggi bagai mercusuar spiritual, yang memberikan peringatan bagi kaum muslimin untuk selalu kembali pada jalan Tuhan. [caption id="attachment_21319" align="aligncenter" width="300" caption="masjid jami' ampel dari belakang. amat sepi ketimbang area depan yang ramai dan padat."][/caption] Sebelum memasuki bagian dalam masjid, semua anggota Tim Ekspedisi berpencar mengikuti kata hatinya sendiri. Ada yang mengelilingi keluasan masjid ini. Ada yang menuju pasar Masjid Ampel, yang melukiskan betapa perbedaan suku bangsa bisa bersatu melakukan perniagaan. Menyiratkan keadaan masa lalu kota ini, sebagai tempat persliweran para pedagang dari penjuru dunia. Ada juga yang langsung menikmati kesegaran air keran untuk meluruhkan debu selama perjalanan. Mendinginkan kepala dari pancaran terik matahari di tengah hari. Sebagian melepas lelah di selasar masjid yang amat luas. Banyak para peziarah yang juga beristirahat di selasar ini. Di beberapa area ada juga peziarah yang bercengkrama, shalat, ataupun membaca buku dan Al-Qur'an. Aku merebahkan badan, meluruskan tulang belakangku yang terasa pegal. Selama 3 hari ini aku belum benar-benar tidur. Aku sangat menikmati perjalanan sebagai navigator temanku yang mengendarai mobil. Kelelahan baru kurasakan ketika sampai pada akhir perjalanan ekspedisi session kesatu ini. Sesuai rencana, Ekspedisi ini dibagi menjadi dua session. Yang pertama adalah menelusuri makam walisongo. Mulai dari Cirebon, Demak, Kadilangu, Kudus, Muria, Rembang, Lamongan, Gresik, dan finish di Makam sang perintis walisongo, Sunan Ampel di Surabaya. Session kedua adalah mengunjungi sebuah pemukiman yang menjadi lautan lumpur panas di Porong, Sidoarjo. Menghikmahi kepongahan penguasa atas rakyatnya sendiri. Lanjut untuk bermalam di Banyuwangi agar pagi hari bisa menyebrang ke Bali. Di Bali kami menyambangi makam Syech Syarif Tua, salah seorang penyebar Islam yang dimakamkan di Loloan Timur, bersilaturahmi dengan pemuka masyarakat di Kampung Muslim Kepaon, dan singgah sebentar di Monumen Tragedi Bom Bali. Lalu kami akan pulang dengan melintasi jalur Selatan Jawa. Jalur yang masih sangat sepi jika dibandingkan dengan jalur Utara. Semua anggota Tim Ekspedisi telah kembali berkumpul di selasar masjid Sunan Ampel ini. Masa bebas untuk berpencar sesuai keinginan masing-masing telah selesai. Sesuai kesepakatan, setelah shalat di dalam masjid yang megah ini, kami akan menuju makam Sunan Ampel bersama-sama. Berziarah ke makam tokoh utama walisongo, Syech Ali Rahmatullah, yang bergelar Raden Rahmat dan populer sebagai Sunan Ampel. Gelar Raden beliau dapatkan setelah menikahi Nyi Ageng Manila, putri Bupati Tuban, Tumenggung Arya Teja. Dari pernikahannya itu, ia mempunyai anak yang melanjutkan misi dakwahnya. Yang sulung bernama Maulana Makhdum Ibrahim, lebih dikenal sebagai Sunan Bonang dan adiknya, Raden Qosim, yang dijuluki Sunan Drajat, selain putri-putri yang dinikahkan dengan santrinya. Pernikahannya dengan putri Bupati Tuban tak lepas dari peran bibinya, Ratu Darawati, seorang permaisuri Raja Majapahit, Sri Kertawijaya. Bahkan menurut beberapa literatur, kehadirannya di Jawa juga karena panggilan beliau. Saat itu sang raja Majapahit gundah karena kemerosotan budi pekerti masyarakatnya. Maraknya perjudian, prostitusi, permabukan, dan perang saudara kian menjadi budaya masyarakat. Terutama di kalangan petinggi kerajaan, yang selalu terlibat konflik politik dan ekonomi yang efeknya selalu menyengsarakan rakyat. Sang permaisuri menyarankan agar raja Majapahit memanggil keponakannya dari Campa, yang lahir dari keluarga keturunan ahlul bait Nabi Muhammad SAW. Syech Ali Rahmatullah atau Raden Sahid adalah anak dari kakak ratu Darawati, yaitu Candrawulan yang menikah dengan Syech Ibrahim Asy-Syamarkand. Dalam literatur tasawuf al-Alawiyah, ayah Sunan Ampel ini bernama asli Ibrahim Zainal Akbar, keturunan dari Jamaludin Husain Akbar bin Ahmad Jalal Syah bin Abdullah Khan bin Abdul Malik bin Alwi bin Muhammad bin Ubaidullah bin Ahmad Al-Muhajir hingga terus ke silsilah Husein bin Ali bin Abi Thalib, suami Fathimah binti Muhammad Rasulullah SAW. Dalam buku Akar Tasawuf di Indonesia karangan DR. Alwi Shihab, Ph.D, aku mendapatkan kejelasan atas keraguanku tentang anggapan bahwa Sunan Ampel adalah anak dari Syech Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik). Alwi Shihab mengungkap silsilah walisongo berdasarkan buku "Khidmatul ‘Asyirah" karya Sayid Zain bin Abdullah Alkaf. Teranglah aku bahwa kaitan antara Syech Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) dan Syech Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) adalah satu kakek, Syech Jamaluddin Husain Akbar. Meskipun demikian, memang usia Malik Ibrahim bin Zainul Alam Barakat bin Jamaluddin Husain Akbar, lebih tua dan lebih awal datang ke nusantara ketimbang Syech Ali Rahmatullah bin Ibrahim Zainul Akbar Asy-Syamarkand bin Jamaluddin Husain Akbar. Menilik dari silsilah versi kaum sufi, Sunan Ampel secara keagamaan bermahdzab Syafi'i dalam syari'at, bermahdzab Asy'ari dalam akidah, dan pengikut Al-Ghazali dalam aspek tarekat. Keluasan ilmu dan wawasan membuatnya memiliki prinsip yang murni namun tetap memiliki toleransi terhadap perbedaan pemikiran. Latar belakang lain yang membuat keluarga Sunan Ampel hijrah ke Jawa adalah karena saat itu negerinya, Campa sedang diserang oleh penguasa Vietnam pimpinan Le Nanh-tong pada 1446. Saat itu keluarga kerajaan Campa diburu hingga benar-benar jatuh untuk selamanya pada 1471. [caption id="attachment_21324" align="alignleft" width="227" caption="gerbang makam sunan ampel"][/caption] Kami memasuki gerbang makam Sunan Ampel. Gerbangnya berbentuk gapura bermotif bunga. Pada gerbang tersebut terdapat larangan untuk memotret area makam Sunan Ampel. Meskipun berat hati karena tak bisa mengabadikan gambar makam, tapi kami tetap menyimpan kamera agar tak tergoda untuk memotret. Makam Sunan Ampel amat sederhana. Tidak diberi cungkup sebagaimana makam wali lainnya. Kesederhanaan makam ini sama seperti makam anaknya, Maulana Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang) di desa Bonang, Lasem, Rembang, yang sudah kami ziarahi semalam. Makam Sunan Ampel berjajar dengan makam istri dan lima kerabatnya. Makam ini terpisah dari banyaknya makam di area pemakaman ini. Yang berbeda adalah, makam utama dikelilingi dengan pasir putih dan berteralis baja tahan karat setinggi kira-kira 110 cm. Nisannya berbentuk lotus (daun teratai) yang menyimbolkan keutamaan sang tokoh yang dimakamkan. Kami duduk bersila di depan makam. Sang pemimpin ziarah, Kyai Nasrudin Latief memimpin doa ke hadirat Allah. Kami mengikuti apa yang beliau lafadzkan hingga selesai. Di tanah tempat kami duduk inilah Sunan Ampel memulai perjuangan dakwahnya. Beliau membangun padepokan (pesantren) untuk mencetak kader pembangun moralitas bangsa. Di tanah ini, beliau mengorganisasikan gerakan spiritual, yang menjadi jiwa bagi budaya, moralitas, dan segala sendi kehidupan masyarakat. Sunan Ampel terkenal dengan cara dakwahnya yang tidak konfrontatif, tidak dengan perdebatan tak berujung pangkal, tidak dengan memvonis sesat bagi yang tak mengikuti jejaknya, dan tidak melakukan serangan politik pragmatis dan adu senjata terhadap rezim yang berkuasa. Cara dakwah yang beliau lakukan mestinya menginspirasi generasi muda Indonesia yang memperjuangkan dakwahnya dengan cara berbeda, yang mendahulukan kekuatan fisik ketimbang kesejukan moral. Pesantren yang dikembangkan oleh Sunan Ampel merupakan pilar utama dalam kaderisasi ulama, pelestarian ilmu-ilmu Islam, pemberdayaan masyarakat, dan semangat positif untuk memperjuangkan prinsip hidup (aqidah) dan toleransi terhadap perbedaan antar mahdzah dan agama. Sunan Ampel tidak menjadikan pesantren sebagai basis provokasi dan agitasi. Namun tidak berarti menyepelekan kekuatan fisik. Santri Sunan Ampel juga diajarkan olah kanuragan (bela diri) untuk mempertahankan diri seandainya mendapatkan perlawanan fisik. Di tengah kondisi Majapahit yang muram, Sunan Ampel mengorganisasikan bhayangkare ishlah sebagai gerakan dakwah. Kader bhayangkare ishlah di sebar ke seluruh wilayah kekuasaan Majapahit. Gerakan ini berorientasi pada penanaman aqidah dengan pendekatan persuasif dan memprioritaskan kebutuhan pokok masyarakat, yaitu sistem pengairan. Hampir di semua daerah yang ditinggalinya, para wali selalu membangun sumur yang dipergunakan untuk kebutuhan masyarakat. Dari sumur itulah masyarakat terpenuhi kebutuhannya, terutama bagi para petani. Sampai kini, sumur-sumur itu masih ada, bahkan menjadi salah satu tujuan bagi para peziarah. Mereka menjadikan air sumur para wali sebagai air keramat. Sebagian ulama fiqh menganggap kebiasaan para peziarah mengharap keberkahan dari air sumur wali adalah perbuatan bid'ah yang menyesatkan. Terlepas dari perbedaan pandangan, kupikir wajar saja jika air itu menjadi air berkah karena dibuat oleh orang yang shaleh, yang setiap saat berdzikir kepada Allah. Air yang berada pada lokasi yang baik, tentu akan menjadi baik. Boleh jadi air sumur para wali memang memiliki manfaat yang lebih baik dan mengandung berkah, dibandingkan dengan air yang terdapat pada tempat-tempat maksiat. Situasi konflik politik Majapahit yang makin rumit memicu Sunan Ampel mempersiapkan antisipasi atas kelangsungan gerakan dakwah. Ia memantapkan organisasi bhayangkare ishlah menjadi walisongo. Saat inilah Sunan Ampel harus menyelamatkan Raden Hasan (Raden Fatah) yang masih keturunan Sri Kertawijaya dan Raden Paku (Sunan Giri) yang keturunan Bhre Wirabhumi, dari konflik kekuasaan. Perburuan, adu domba, dan pembunuhan keluarga kerajaan merupakan tradisi dari gaya politik raja-raja Jawa. Ancaman paling berbahaya saat itu adalah dari Girindrawardhana, yang berusaha mendongkel kekuasaan Sri Kertawijaya dan tak menginginkan Raden Fatah maupun Raden Paku menjadi penerus tahta Majapahit. Lebih dari upaya penyelamatan, bahkan Sunan Ampel akhirnya mendesain sebuah tatanan pemerintahan baru, dengan Kesultanan Demak sebagai modelnya. Kewaskitaan Sunan Ampel terbukti. Pada tahun 1478 Masehi, terjadi kudeta di Majapahit. Tahta Sri Kertawijaya digantikan oleh Sri Girindrawardhana. Pada saat itulah, Pemerintahan Demak mulai diproklamirkan. Sunan Giri memimpin Demak pada 40 hari pertama untuk mempersiapkan tatanan pemerintahan, lalu dilanjutkan dengan Raden Fatah yang ditahbiskan sebagai Sultan I Demak, oleh Sunan Ampel di hadapan dewan walisongo. Dua tahun setelah Demak berjaya, Sunan Ampel kembali kepada Penciptanya. Ia wafat saat sujud shalat maghrib di masjid yang dibangunnya, Masjid yang kini semakin megah di Ampel, Surabaya. Sunan Ampel adalah sosok orang yang memiliki cita-cita mulia. Ia menjadi tokoh yang dicintai pada zamannya dan pada zaman setelahnya. Ia mempertaruhkan hidupnya untuk sebuah cita-cita yang tak lekang oleh gerak kehidupan. Cita-cita yang merupakan warisan dari para pendahulunya. Ialah pewaris cita-cita dakwah Islam yang berkesinambungan dari masa ke masa. Ia pula perintis walisongo sebagai lingkaran spiritual para pelaku dakwah yang lebih terorganisasi dengan baik. Inilah akhir dari perjalanan kami. Menengok kembali jejak perjalanan Walisongo, yang eksistensinya mengambang antara kebenaran sejarah dan legenda. Bagai merangkai sebuah puzzle classic, apa yang kami tuliskan belumlah usai. Kami tidak akan berhenti hanya sampai di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun