Mohon tunggu...
Mataharitimoer (MT)
Mataharitimoer (MT) Mohon Tunggu... Konsultan - Blogger, bekerja paruh waktu dalam kegiatan literasi digital untuk isu freedom of expression dan toleransi lintas iman.

menulis sesempatnya saja | tidak bergabung dengan partai politik apapun Buku yang ditulis : Jihad Terlarang (2007, 2011), Guru Kehidupan (2010), Biarkan Baduy Bicara (2009), Ekspedisi Walisongo (2011). Bang Namun dan Mpok Geboy (2012)\r\n \r\nJabat erat!\r\n

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Biarkan Baduy Bicara : Harimau Tamu

21 November 2009   03:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:15 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_22018" align="alignleft" width="300" caption="jalur pulang adalah jalur rahasia. tak ada pengunjung yang melintasinya. kami banyak melintasi sungai yang bening..."][/caption] Kami melanjutkan perjalanan sambil mendengarkan Ayah Aja bercerita. Ceritanya dimulai ketika Hali bertanya apakah di sini masih ada binatang liar? Beberapa bulan yang lalu, -kata Ayah Aja- datang seekor harimau tamu. Harimau itu biasanya berniat jahat, mencari mangsa seketemunya. Jika ada anak kecil, maka anak kecil itu bisa saja dijadikan mangsa. Tapi warga Cibeo berhasil menjaring harimau tamu tersebut. "Jika ada harimau tamu, berarti ada harimau tuan rumah dong, bedanya apa, Yah?" tanyaku. Ayah Aja menjelaskan, kalau harimau tamu tapak kakinya ada empat. Sedangkan harimau Cibeo, tapak kakinya ada lima. Aku menanggapi, "Bagaimana sempat melihat tapak kakinya, bisa-bisa kita dicakar duluan." Ipul membalas, "kan bisa dilihat jejaknya di tanah!" Ayah Aja tersenyum saja memperhatikan perbincangan kami.  "Lalu harimau yang dijaring tadi, bisa buat pesta besar dong, Yah?" tanya Pacheko. Ternyata tidak. Orang Baduy dalam tidak boleh memakan binatang berkaki empat. Harimau yang ditangkap itu dikembalikan ke tempat asalnya. Ia tak menjelaskan dimana tempat asalnya. Aku hanya mengira, mungkin di Hutan Larangan, dimana tidak boleh ada satupun tamu yang datang ke hutan tersebut, demi keamanan dirinya sendiri. Kami masih melanjutkan perjalanan pada track yang mudah ini dengan santai. Ada yang bercandaria, ada pula yang bersenandung. Ada yang tertawa, ada pula yang menikmati sungai yang kami lintasi. Track pulang ini memang beberapa kali harus melintasi sungai. Tapi sungai itu tidak dalam. Cukup aman untuk sekedar merendam kaki ataupun merendam badan sambil tiduran, bagi yang mau. Aku bahkan sempat duduk berendam di antara bebatuan sungai ini. Paling tidak, dinginnya air sungai dapat mengurangi lelah dan nyeri pada kakiku. Perjalanan kami tinggal sedikit lagi. Kami akan sampai pada sebuah bukit saat bertemu dengan Ayah Aja pagi tadi, yaitu lokasi dekat dengan Situ Dangdang, sebuah telaga yang airnya sangat tenang.

Catatan Selanjutnya : Uang di Pohon

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun