Mohon tunggu...
Mataharitimoer (MT)
Mataharitimoer (MT) Mohon Tunggu... Konsultan - Blogger, bekerja paruh waktu dalam kegiatan literasi digital untuk isu freedom of expression dan toleransi lintas iman.

menulis sesempatnya saja | tidak bergabung dengan partai politik apapun Buku yang ditulis : Jihad Terlarang (2007, 2011), Guru Kehidupan (2010), Biarkan Baduy Bicara (2009), Ekspedisi Walisongo (2011). Bang Namun dan Mpok Geboy (2012)\r\n \r\nJabat erat!\r\n

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Biarkan Baduy Bicara: Amanat Jangan Khianat

11 November 2009   13:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:22 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_21959" align="alignleft" width="300" caption="tugu selamat datang di Ciboleger. di sinilah pintu gerbang menuju Baduy Dalam"][/caption] Matahari meninggalkan bumi dalam kegelapan, aku tiba di Ciboleger. Di sinilah perhentian terakhir setiap orang yang hendak memasuki kawasan Baduy. Belum kupahami seutuhnya keadaan di sekitarku. Ini merupakan kunjungan pertamaku. Setelah perjalanan bermotor yang lumayan jauh, lebih dari 70 KM. Yang kurasakan adalah lelah dan dingin karena sepanjang perjalanan diiringi curah hujan yang cukup deras. Jalur yang licin, gelap, mendaki, menurun, berkelok, bergelombang, dan berlubang, membuat mataku terlalu lelah untuk memperhatikan orang-orang yang menatapku dari sebuah warung, di seberangku. Kuusap mataku yang basah, kusadari ada lima orang penduduk yang berdiri dari dalam warung. Mereka semua menatapku. Salah satu di antaranya menyapa dengan bahasa Sunda yang tak kumengerti. Aku hanya diam, menunggu teman yang menjadi pemandu perjalananku. Tadi ia sudah ada di sini, tapi sekelebatan, tak ada. "Ia kembali kesana!" Salah satu teman serombongan menunjuk ke arah kami datang. Aku tidak sendiri. Perjalanan ini adalah bagian dari agenda pribadiku dan the Flowers, komunitas pertemanan kami. Total peserta ada sembilan orang. Aku, Mataharitimoer sebagai penggagas, Ipul "Kevin"  Alabarokms aktifis Teater Alang-Alang Serang, sebagai pemandu utamaku. Edi Oetjoep, Guru Silat, sebagai pemandu pendamping, Tatox Ahorosidi sebagai fotografer, Pacheko yang sering menemaniku driving ; orang Banten yang penasaran karena belum pernah mengenal Baduy, Hali "Potter" yang ingin belajar kebudayaan Baduy, dan teman-teman the Flowers lainnya, Firdaus, Iwan, dan Aman.  Kami mengendarai 5 motor bebek 125cc. Ipul kembali dari "keghaiban". Ia memberikan instruksi agar kami kembali ke arah datang, tepatnya singgah di rumah Bidan Ros. Kamipun menuruti arahan pemandu. Setelah memarkir motor-motor dekil, kami mengotori ruang tamu Bidan Ros dengan helm, jaket, tas, dan pakaian kami yang basah kuyup. Tapi kuperhatikan tuan rumah sangat ramah. Mereka cepat-cepat meminta kami bersalin untuk segera menikmati teh panas dan kopi. Aku sempat berpikir, siapakah kedua orang yang care banget dengan nasib kami. Sambil menunggu antrian ke kamar mandi, aku memperhatikan pajangan di ruang tamu yang tidak luas namun sangat bersahabat. Kulihat sebuah piagam Bank Danamon Award yang diterima oleh Bidan Ros. Hm... Bidan Ros? pikiranku langsung melesat pada salah satu tayangan di TV. Ya Kick Andy! Tapi benarkah ini Bidan Ros yang pernah diajak ngobrol oleh Andy F. Noya, jurnalis kribo yang terkenal itu?  Tenyata pikiranku benar. Sungguh di luar dugaan, aku bisa singgah di rumah orang yang berhati mulia. Wajar saja mereka (Bidan Ros dan Pak Guru Asep) menerima kami dengan penuh kasih sayang, walau sembilan orang ini sudah memadati dan mengotori ruang tamu mereka. Bidan Ros dan Pak Asep Kurnia adalah suami istri yang berjuang dalam bidang kesehatan dan pencerahan di kawasan Baduy. Mereka rela berjalan kaki, mendaki dan menuruni bukit hingga puluhan kilometer, untuk menolong orang-orang Baduy yang membutuhkan bantuan kesehatan. Perjuangan itu sudah berjalan lebih dari 10 tahun. Dan hingga kini mereka masih setia membantu dan menyuluh tentang kesehatan orang-orang di Baduy Luar maupun di Baduy Dalam. Wajar bila Kick Andy mengundang Bidan Ros dalam salah satu episodenya. Setelah selesai menunaikan shalat maghrib, makan malam langsung disediakan oleh tuan rumah. Sambil berkenalan dan berbincang ringan, kami menikmati makan malam yang cukup melimpah. Ada telur sambal balado, ikan goreng, tempe, dan nasi putih yang masih hangat. Pak Asep dan Bu Bidan menceritakan perjuangan mereka dari awal. Saat itu mereka dibantu oleh bapaknya Ipul, pak Maksudi saat pertama kali bertugas untuk sosialisasi Keluarga Berencana. Jadi antara keluarga bidan Ros dengan bapaknya Ipul, sudah terjalin persahabatan yang kuat. Karena itu mereka menerima kami selayaknya menerima para sahabat. Ipulpun bercerita, dulu bapaknya pernah memberi amanat, jika anaknya mau ke Baduy, lebih baik mampir ke rumah Bidan Ros. Tapi dari perjalanan Ipul beberapa kali ke Baduy  -sebelum hari ini-, ia tak pernah menyempatkan diri karena khawatir merepotkan orang yang disebut bapaknya. Abah Jadul, salah seorang anggota keluarga pak Asep menyambar Ipul dengan pernyataan, "Nah, kalau ada amanat, jangan khianat! Orang tua kamu itu benar, menitipkan kamu dengan keluarga di sini. Tapi karena rasa malumu berlebihan, jadinya kamu tak pernah mau menemui pak Asep dan bu Bidan." Yang disindir tersenyum dan memohon maaf. Aku sendiri membayangkan seandainya malam ini tidak mampir di rumah Bidan Ros. Bisa jadi kami akan tersiksa dengan medan perjalanan yang -katanya- begitu berat. Apalagi di saat hujan enggan berhenti. Bagi kami yang tak mengenal medan, bisa saja tersesat. Atau mungkin terjerembab di jurang. Yang pasti, kami tak akan kuat menahan dinginnya pegunungan kendeng yang menurut wikipedia mencapai 20 derajat Celsius. Malam ini aku mendapatkan sebuah hikmah, dimana persahabatan dapat menolong sanak keluarga dari ancaman keselamatan. Dan yang lebih penting adalah, jika kita mau menjalankan amanat orang tua, insya Allah kelancaran dan keselamatan menjadi ganjarannya.

Catatan Selanjutnya : Buah Momolok

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun