Mohon tunggu...
Mataharitimoer (MT)
Mataharitimoer (MT) Mohon Tunggu... Konsultan - Blogger, bekerja paruh waktu dalam kegiatan literasi digital untuk isu freedom of expression dan toleransi lintas iman.

menulis sesempatnya saja | tidak bergabung dengan partai politik apapun Buku yang ditulis : Jihad Terlarang (2007, 2011), Guru Kehidupan (2010), Biarkan Baduy Bicara (2009), Ekspedisi Walisongo (2011). Bang Namun dan Mpok Geboy (2012)\r\n \r\nJabat erat!\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saatnya Rakyat Melawan

9 April 2014   09:59 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:52 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini kupublikasikan di Kompasiana karena kesialan teman saya, Bugi Sumirat yang "digolputkan" oleh pihak-pihak di Makassar, seperti yang ia tulis. Hari ini 9 April 2014 Pemilihan Umum Legislatif serentak dilaksanakan. Mulai pukul 7 pagi rakyat yang ingin memilih akan berkumpul di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Satu hal yang berkali-kali kunyatakan, apakah PEMILU 2014 akan terancam oleh apa yang ditakutkan banyak orang Parpol: GOLPUT? Seperti PEMILU sebelumnya, aku berani bertaruh. PEMILU akan tetap berjalan dengan baik. GOLPUT yang tak terorganisir tak akan memengaruhi proses pemilihan Anggota Legislatif maupun pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Seperti yang kutuliskan dalam Catatan Pemilu "Jangan Takut GOLPUT", kekhawatiran penyelenggara PEMILU maupun Parpol terhadap GOLPUT terlalu dibesar-besarkan. Aku yakin rakyat Indonesia amat mudah diajak memilih seperti mudahnya diajak untuk diam. Lagi pula, apakah GOLPUT pernah menggagalkan PEMILU di Indonesia? Tidak! Justru yang sering merecoki pemilu adalah para kontestan sendiri yang berlaku curang dalam mencapai kemenangan. Jadi, saranku, jangan takut terhadap GOLPUT. Lebih baik awasi dan bertindak tegas kepada para peserta PEMILU yang melanggar aturan kampanye. Siapa yang patut bertindak tegas? Bukan Cuma BAWASLU dan KPU. Kita sendiri sebagai rakyat juga harus berani tegas. Jika melihat ada kekurang-beresan yang dilakukan orang-orang Parpol, lakukan tindakan yang sepantasnya. Misalnya seperti yang beberapa hari lalu kulakukan di Facebook. Aku melaporkan dan menyarankan kepada pengelola Sekolah yang di tembok Plang Sekolahnya tertempel atribut Parpol. Beberapa menit setelah itu pihak sekolah menggerakkan siswanya untuk merobek berbagai atribut Parpol tersebut dan membuangnya ke tempat sampah. Bahkan sebuah bendera Partai Politik peserta pemilu yang tanpa izin dipasang di gerbang Sekolah, langsung dibuang. Kenapa kita harus bersikap tegas terhadap "kekhilafan" peserta PEMILU? Kita perlu wakil rakyat yang bersih dan mengerti apa yang harus mereka lakukan. Kita ini rakyat sedangkan yang kita pilih itu wakil kita. Kita yang mengamanatkan pekerjaan politik kepada mereka. Dengan kata lain, kita, rakyat adalah bos mereka. Jika mereka salah, kita punya hak untuk mengoreksi. Jika yang dikoreksi tak suka bahkan malah menuduh kita Anti Politik atau GOLPUT, jelaskan dengan baik. Jika mereka -Anggota Dewan yang biasanya besar kepala dan petantang-petenteng- malah mengancam, kita harus berani melawan. Tampar mereka atas nama rakyat. Wakil rakyat yang seperti itu adalah cecunguk yang tanpa kita sadari telah menumbuhkan sikap apatis rakyat terhadap perpolitikan negeri ini. Sebagai rakyat, sebagai bos, kita hanya menginginkan wakil yang bersih dan mau bekerja. Berapa kali PEMILU diselenggarakan, berapa banyak anggota DPR dan DPRD di negeri ini? Apakah mereka bekerja? Berapa banyak rakyat jelata yang tetap saja nelangsa karena luka yang tak pernah bisa disembuhkan? Soal itu kusindir dalam tulisan, "Pemilu dan Wagiman". Kita cuma berusaha agar kampanye PEMILU berlangsung dengan baik dan tak melanggar aturan. Kita adalah rakyat, yang diatasnamakan dalam Proklamasi Kemerdekaan. Sudah sepantasnya kita mengembalikan harga diri sebagai rakyat yang berkuasa atas negeri ini. Presiden dan Anggota Legislatif itu bekerja untuk kita. Jika mereka terduga korupsi (tidak bersih) dan hanya berleha-leha (tidak bekerja), maka kita punya hak untuk mengingatkan. Dengan cara itulah kita dapat mengembalikan martabat rakyat. Jika kita masih takut melawan penyalahgunaan tugas dan wewenang para pesuruh kita itu, selamanya kita akan diinjak-injak. Selamanya kita akan diteror. Selamanya kita hanya diatasnamakan sambil kepala kita diinjak-injak dengan sepatu yang mereka koleksi dari luar negeri. PEMILU inilah saatnya kita mulai melawan. Untuk yang tak mau memilih, silakan. Itu pilihan bebas. Kita tak boleh sembarangan menuding bahwa yang tak memilih tak memiliki kepedulian terhadap Pemilu. Boleh jadi mereka tak memilih karena terlalu muak dengan polah tingkah anggota Legislatif maupun Presiden yang pernah terpilih. Boleh jadi itu bentuk perlawanan terhadap kepercayaan mereka yang selama ini dikhianati. Yang memutuskan untuk memilih, bisa juga melawan dengan tidak asal memilih. Aku sendiri tak akan sudi memilih orang yang rekam jejaknya tak baik. Aku tidak akan memilih orang yang hanya mengandalkan pertalian darah keluarga dan kekerabatan dengan mantan-mantan Presiden terdahulu. Lalu bagaimana jika setelah PEMILU mereka mengkhianati kita? Jawabnya simpel. Konsisten saja. Jika mereka konsisten korupsi, konsisten memperkaya diri sendiri, kita harus konsisten melawan. Jangan pernah berhenti melawan kesewenangan. Lebih baik mati saat melawan kedzaliman daripada membiarkan mereka mengkhianati sumpah jabatan. Sekali lagi. Tak perlu mengkhawatirkan berapa persen jumlah Golput, tetapi berapa banyak peserta Pemilu yang curang dan tak menepati janji setelah terpilih. Kita adalah rakyat dan kita pantas menampar mereka yang mabuk kekuasaan. Sebab hanya dengan tamparan, yang mabuk bisa dipulihkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun