Sudah tentu demi mendekati postur minimum essential force (MEF) 2013-2014, pemerintah Indonesia melakukan percepatan modernisasi dan pembangunan kekuatan TNI, baik untuk Angkatan Darat, Laut, maupun Udara. MEF merupakan standar kekuatan pokok dan minimum TNI yang mutlak disiapkan sebagai prasyarat utama fungsi TNI dalam menghadapi ancaman aktual, termasuk bencana alam.
Untuk  pagu anggaran TA 2014 mencapai Rp83,4 triliun dan ini merupakan anggaran yang tentu saja menfokuskan untuk modernisasi dan peningkatkan target alutsista nasional.  Salah satu pemanfaatan anggaran tersebut ialah mempercepat penambahan 10 pesawat angkut Hercules tipe C-130A untuk TNI-AU. Empat unit di antaranya merupakan hibah dari Australia, sedangkan enam sisanya dibeli dalam kondisi baru.
Selain pesawat angkut militer, TNI-AU juga akan mendapatkan tambahan satu skuadron pesawat jet tempur Sukhoi dari Rusia dan F-16 dari Amerika Serikat. Sementara itu, TNI-AL akan diperkuat dengan kapal selam. Ini memang merupakan suatu keharusan, dimana modernisasi dan peningkatan alutsista merupakan suatu kebutuhan negara untuk tingkatkan pertahanan negara.
Lalu bagaimanakah proses pengadaan alutsista dalam negeri, dan bagaimanakah mekanismenya dalam pengajuan anggaran untuk pembelian alutsista. Mari kita Bongkar!
Pertama, Tentu saja, awalnya adalah bagaimana kebutuhan untuk membeli suatu produk alutsista. Misalnya TNI Angkatan Darat membutuhkan tank berat, seperti Main Battle Tank (MBT) Leopard untuk pertahanan negara di darat. Dalam hal ini, TNI Angkatan Darat kemudian mengajukan usulan kepada Mabes TNI Angkatan Darat untuk melakukan kajian alutsista dengan mendalam, dan melihat kebutuhan dan produksi di Indonesia. Bilamana, alutsista tersebut tidak mampu dibuat di Indonesia tentu saja dicari pembeliannya di luar negeri, dan dengan sistem transfer teknologi diutamakan.
Kedua, Lalu Mabes TNI meminta kebutuhan alutsista tersebut kepada Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Nah, di Kemhan tersebutlah dilakukan kajian mendalam dari sisi akademis, sisi anggaran dan sisi pertahanan. Untuk di Kementerian Pertahanan pun prosesnya sangat ketat dalam soal anggaran. Tentu saja, adanya pengawasan dari Irjen Kementerian Pertahanan, lalu Kementerian Keuangan dalam audit anggaran, Bappenas, dan Lembaga pengawasan TNI. Proses panjang dalam pengawasan anggaran tersebut dilakukan melalui produr yang sangat-sangat ketat. Antara lembaga negara melakukan pengawasan ketat.
Ketiga, pengadaan alutsista itu memakai prinsip G to G atau Government to Government tanpa adanya makelar ataupun perantara. Untuk saat ini, Kementerian Pertahanan telah melakukan fungsinya untuk menerapkan setiap pembelian alutsista itu wajib melalui proses G to G. Termasuk dalam pembelian Sukhoi Su-30 MK2 antara Kemhan RI dengan JSC ROsoboronexport Rusia, yang merupakan BUMN yang menangani pembelian alutsista Rusia.
Keempat, pendanaan alutsista tersebut melalui proses perencanaan yang ketat, tranparan, dan melihat kebutuhan TNI akan pertahanan negara. Jadi tidak ada celah untuk melakukan kongkalikong, dan apapun namanya yang mencoba menggerogoti dana alutsista.
Kelima, kita sebagai masyarakat Indonesia harus mengerti prosedur dalam pembelian alutsista di luar negeri. Tentu saja setiap pembelian alutsista misalnya pembelian pesawat tempur Sukhoi dari Rusia, atau MBT Leopard dari Jerman tidak secara spesifik dipublikasi kepada publik tentang specifikasi komponen ataupun persenjataan tempur yang melengkapi. Sebab itu merupakan rahasia pertahanan negara. Ini yang harus dimengerti.
Tentu saja, sebagai masyarakat Indonesia kita harus melihat bahwasanya dengan semakin meningkatkan pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu akan semakin memperkokoh kedaulatan masyarakat Indonesia.
Inilah sedikit infomasi yang terkait bagaimanakah membongkar pendanaan alutsista kita. Dan karenanya, masyarakat Indonesia untuk tidak begitu saja percaya dengan LSM yang pro asing dalam menggumbar data-data yang tak valid kebenarannya, demi kepentingan asing. Waspadalah dengan trik dan intriks yang mencoba meruntuhkan pertahanan Indonesia, salah satunya dengan melakukan pembusukan opini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H