Saat ini memasuki era keterbukaan pasar, khususnya kawasan Asia Tenggara yang diberlakukannya Asean Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), persaingan antar perusahaan semakin ketat. Sebab, liberalisasi, keterbukaan informasi dan revolusi teknologi membuat customer semakin mempunyai banyak pilihan terhadap produk yang dibutuhkannya. Kemampuan perusahaan untuk mengendalikan harga jual pun kini menjadi terbatas. Tidak lagi mudah bagi produsen mematok laba yang tinggi dengan menaikkan harga. Sebab harga yang tinggi membuat produk tersebut akan dijauhi oleh pembelinya. Pembeli akan lebih beralih ke produk yang berkualitas baik, namun berharga murah, serta mempunyai layanan purna jual cepat dan mudah.
Ironisnya, dengan kondisi pasar yang semakin sulit ini, manajemen justru dituntut untuk meningkatkan laba perusahaan. Tidak ada pilihan lain, bahwa tuntutan itu hanya bisa dilakukan jika perusahaan mampu menurunkan biaya (cost reduction) dan menghilangkan proses-proses yang tidak memberikan nilai tambah.
Namun, untuk sukses melakukannya tidaklah mudah. Dibutuhkan komitmen yang tinggi dari manajemen dan keterlibatan semua unsur dalam perusahaan. Tidak hanya bagian produksi, tapi juga bagian marketing, support produksi dan administrasi. Sehingga dalam konteks ini ego beberapa bagian yang merasa merekalah yang harus mendapatkan benefit tertinggi karena merasa paling berpengaruh bagi kelanjutan perusahaan menjadi tidak menemukan relevansinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H