[caption id="attachment_134543" align="aligncenter" width="594" caption="Keindahan warga ambon yang terlihat rukun dan mesra sedang memainkan bambu gila (Foto : Tifatomasiwa)"][/caption]
Apa yang sebenarnya terjadi di ambon tentu saja membuat kita semua merasa miris dan sedih ketika kita baru saja melaksanakan hari besar umat muslim, sungguh diluar dugaan Ambon kembali terbakar rusuh akibat dipicu tewasnya seorang tukang ojek bernama Darwis Saiman, warga Waihaong akibat kecelakaan tunggal yang kemudian di plintir menjadi sebuah isu pembunuhan oleh sejumlah orang yang tidak bertanggung jawab.
Tanpa pikir panjang masyarakat ambon yang sudah pernah memiliki masa lalu yang kelam di tahun 1999 akhirnya seketika memasang kuda-kuda di sejumlah titik dan melakukan sejumlah pengrusakan.
Lantas siapakah yang bertanggung jawab atas terjadinya konflik tersebut?
Sejumlah pihak terlihat saling menyalahkan, Dewan terhormat DPR menyalahkan TNI/POLRI/Intelijen karena telah kecolongan sehingga tidak bisa mengantisipasi datangnya kericuhan. TNI/Polri tentu saja tidak mau disalahkan mengingat itu adalah aksi yang diluar dugaan mereka apalagi mereka juga bergantung pada data intelijen lapangan. Lain lagi dengan pihak Intelijen yang merasa bahwa institusinya selalu dijadikan kambing hitam ketika kerusuhan selalu melanda beberapa titik di wilayah Indonesia. Padahal pihak Intelijen sudah mengajukan berbagai wacana supaya intitusinya diperkuat dengan adanya UU sebagai payung hukum agar dapat melakukan tindakan preventif sebelum konflik terjadi.
Kita kembalikan lagi kepada Dewan terhormat DPR, sudahkah membaca dan mempelajari adanya RUU Intelijen sesuai draftnya atau memang malas untuk membahasnya mengingat tidak adanya pelican, atau jangan-jangan ketika intelijen sudah mendapatkan kekuatannya kembali seperti di masa lalu para bapak dan Dewan terhormat DPR takut bila berbagai rencananya dengan asing yang melibatkan deal-deal terkuak dan terendus?
Hingga kini RUU tersebut masih mangkrak tak tersentuh, hanya orang-orang tertentu yang ingin membaca serta mempelajari isinya akan tetapi tidak memiliki wewenang untuk menggoalkannya menjadi UU.
Dugaan adalah pelaku lama dan lebih dari satu orang
Bila kita mencoba untuk menarik benang merah peristiwa ambon I (1999) dan ambon II (sekarang) masih didapati adanya kesamaan pola yaitu di gunakannya SMS gelap sebagai pemicu yang kemudian disebarkan ke seluruh warga ambon agar terbakar emosinya dan situasi menjadi tidak terkendali. Untuk mampu menggerakkan massa yang tidak sedikit tentu saja hal ini dilakukan oleh suatu kelompok lebih dari satu orang dengan tugas yang sudah dibagi rata. Ada yang memainkan SMS ada pula yang “menyenggol” warga lewat hasutan-hasutannya yang diarahkan kepada kelompok-kelompok massa yang sudah terpancing emosinya. Melihat kesamaan pola dari kerusuhan ambon I dan ambon II ada kemungkinan kelompok yang bermain adalah kelompok lama.
Penguasaan informasi untuk meredam aksi dan memelihara ketenangan masyarakat
Seperti yang pernah dilakukan pemerintah di peristiwa ambon I (1999) lewat Korp Baret Merah dengan tim kecilnya dan dibantu instansi terkait, melakukan sejumlah tindakan “sadar masyarakat” lewat penyebaran-penyebaran berita yang benar di tengah masyarakat menggunakan Radio sebagai corongnya. Sedangkan yang lainnya berusaha merangkul tokoh pemuka agama untuk dapat membantu memberikan informasi yang benar ketika isu panas mulai di gelintirkan lagi.
Alhasil, warga ambon tidak mudah terpancing dan kembali melakukan aktifitasnya sehari-hari dengan baik tanpa rasa takut akan terjadinya kerusuhan susulan.
Melihat keberhasilan pemerintah dalam meredam peristiwa ambon I mungkin bisa diterapkan kembali untuk dapat meredam serta memelihara ketenangan masyarakat paska peristiwa ambon II. Setelah itu, dalam batas waktu yang ditentukan sebaiknya ditempatkan beberapa personel di dalam stasiun radio guna berjaga-jaga untuk segera melakukan “siaran” ketika isu mulai merebak kembali.
Saya melihat dalam kasus ambon II demi memelihara ketertiban dan ketenangan masyarakat, tidak ada salahnya bila ditempatkan personel ataupun orang lain untuk diberi amanah menjaga informasi yang beredar agar tetap bersih lewat corong-corong radio yang akan terus dikumandangkan.
Dan saat ini, kita patut bersyukur karena ambon sudah tenang kembali dan tidak ada konflik yang meluas hingga merugikan banyak pihak. Mohon untuk kompasioner yang saya hormati dan saya cintai agar tidak melakukan sejumlah pemelintiran atau membuat ruang kompasioner “panas” dengan mengekspose kerusuhan ambon II yang baru saja reda. Biarkan masyarakat ambon tenang kembali dan dan dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari. Marilah kita berdo’a agar pela gandong dijunjung tinggi karena katong semua basudara.
Salam sayang,
Ambon tetaplah tenang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H