Mohon tunggu...
Muhammad SAYUTI
Muhammad SAYUTI Mohon Tunggu... -

Hidup adalah belajar...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Donor Darah Saat di Australia: Kenapa Tidak?

23 Juli 2013   07:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:11 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manakala penulis sedang menjalani tes kesehatan untuk mendapatkan visa ke Australia, penulis bertanya kepada dokter yang memeriksa: “Saya ingin melanjutkan kebiasaan donor darah saat nanti tiba di Australia. Apakah kira-kira akan ada masalah?” Jawaban yang penulis terima terkesan “tidak menyarankan” untuk melakukan itu dengan pertimbangan situasi kesehatan, adaptasi dengan lingkungan baru dan sebagainya. Penulis sempat turut merasa khawatir juga dan kemudian berpikir, ya sudah, dipendam saja niat dan kebiasaan donor yang sudah beberapa tahun penulis lakukan saat di negeri sendiri.

Ternyata, saat tiba di Australia dan melihat fasilitas blood donation mobile unit yang berbentuk bis dengan warna mencolok dan bentuk yang unik datang ke kampus, hasrat itu tidak tertahan juga untuk bertanya dan melihat peluang untuk donor darah. Petugas yang menerima tampak tidak merasa aneh saat saya yang bertampang Asia, kulit coklat, bibir tebal, datang menyampaikan niat bahwa saya ingin berpartisipasi dalam donor darah yang dikelola Australian Red Cross ini. Petugas penerima yang duduk di meja di luar bis lalu mempersilahkan saya masuk untuk menemui petugas yang mewawancarai. Tampang ramah petugas membuat saya lebih percaya diri untuk ngomong. Ingat, dalam banyak kasus, rasa percaya diri membuat English saya bekerja lebih baik J Pertanyaan yang diajukan pertama kali saat itu adalah: “How long have you been in Australia?” Pertanyaan ini penting karena pendonor yang pernah tinggal di negara-negara tertentu, yang salah satunya punya prevalensi Malaria yang cukup besar, diperbolehkan melakukan donor darah setelah empat bulan tinggal di Australia.

Kebetulan saat jadwal bis mobile unit datang ke kampus, saya sudah lebih dari empat bulan tinggal, jadi tampaknya aman. Petugas ibu-ibu itu lalu memberikan formulir untuk diisi, papan untuk menulis dan ballpoint dengan tetap menunjukkan keramahannya. Tampaknya keramahan model Australia ini, telah menjadi standard untuk semua staff di blood donation unit. Sampai donor ke empat yang saya lakukan di Australia, impresi tentang keramahan ini tetap eksis. Bahkan sekali ibu petugas itu saya minta berfoto dengan blankon Yogya yang saya bawa. Sementara orang Indonesia yang terkenal sangat ramah, murah senyum, malah menjadi dingin saat bekerja di PMI. Paling tidak itu berdasar pengalaman selama belasan kali saya melakukan donor di kampung sendiri. Jadi niat harus bersih sejak dari rumah agar tidak kecewa karena senyum dan keramahan yang acapkali menjadi mahal.

Yang beda adalah formulir panjang yang harus diisi serta wawancara khusus terkait dengan formulir tersebut. Mobile unit untuk blood donation juga dilengkapi ruang tertutup untuk wawancara. Hal ini disebabkan adanya pertanyaan-pertanyaan sensitive dalam formulir yang diberikan. Apa sajakah pertanyaan-pertanyaan sensitive tersebut? Pertanyaan umum diantaranya adalah pernahkan bepergian ke Papua Nugini, pernahkah ke Negara bagian Queensland Utara? Pernahkah berdomisili di luar Australia. Tampaknya mereka ingin memastikan bahwa saya datang tidak membawa penyakit dari lokasi-lokasi tersebut, hehe.. Sampai tibalah pertanyaan sensitif tentang relasi seksual. Pertanyaan seperti ini tidak pernah saya terima di Indonesia. Mungkin percaya bahwa mereka yang donor ke PMI adalah orang baik-baik J. Butir pertanyaan tentang relasi seksual ini cukup banyak, seperti apakah pernah berhubungan dengan selain partner tetap. Istilah ini tentu akan diganti dengan suami/istri dalam budaya Indonesia. Termasuk pertanyaan yang bikin jijik seperti pernahkan berhubungan dengan sesama pria, hehe.. Pertanyaan tentang tato, penggunaan suntik, alcohol juga termasuk di situ. Sebagai orang beragama, dan sebagai orang Indonesia, hampir semua pertanyaan saya jawab, dengan jujur, TIDAK. Tidak ada juga kesan bahwa mereka tidak percaya atas jawaban-jawaban tersebut.

Saat wawancara untuk cross check pertanyaan-pertanyaan “saru” dalam formulir tersebut, syukurnya, untungnya, adalah tidak setiap item ditanya ulang, jadi dibaca cepat saja dan tanpa melihat ke wajah saya. Sebab saya pasti akan salah tingkah kalau sambil dipandangi dengan mimik interogasi. Wawancara ditutup dengan tanda tangan pernyataan bahwa data diisi sesuai dengan kenyataan. Selesailah sudah proses wawancara.

Di ruang yang sama pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan tekanan darah, berat badan, dan kadar haemoglobin (HB) darah. Saat masih di kampung, tes yang sering saya lihat untuk tes HB adalah darah saya diteteskan ke sebuah cairan biru. Saya juga tidak tahu namanya. Lalu kalau darah mengambang, maka dinilai HB kurang, kalau tetas darah tadi turun ke dasar gelas kaca, maka HB layak untuk donor. Saya beberapa kali ditolak untuk donor karena masalah HB ini. Saat itu mungkin keadaan saya masih prihatin sehingga belum bisa makan 4 sehat 5 sempurna J. Alat tes di PMI mungkin sekarang sudah canggih seperti di Australia yang cukup dengan memasukkan sedikit darah ke dalam semacam chip lalu dimasukkan ke dalam sebuah mesin, dan data digital HB akan muncul di layar. Simpel. Empat kali donor tanpa pengalaman ditolak karena masalah HB darah.

Proses berikutnya adalah antri untuk dipanggil donor. Tidak banyak berbeda dengan pengalaman di PMI. Diantara yang sedikit beda adalah tempat berbaring yang mekanik, bisa diatur dengan pertanyaan posisi seperti apa yang paling membuatmu merasa nyaman dan ada TV besar beberapa buah. Nah, yang bikin terkejut adalah besaran volume darah yang hendak diambil. Di Indonesia masih berkisar 300an cc. Dulu saat pertama kali donor, masih 250cc. Nah di Australia diambil 470 cc. Hampir setengah liter. Terbayang kan? Setengah liter darah mau diambil. Jadi ingin tertawa saat anak laki-laki yang saya ajak ikut melihat ayahnya donor darah. Di situ ada pertanyaan jenis donor, ada whole blood, ada donor plasma lalu satu lagi saya lupa. Dia bertanya: “Apa maksudnya whole blood ini yah? Apakah semua (whole) darahnya ayah mau diambil?” Dengan wajah yang sangat kuatir. Saya tertawa terpingkal. Ya tidak lah. Whole itu maksudnya semua unsur darah, tanpa pemisahan sebagaimana donor plasma only. Anak laki-laki saya kemudian ikutan tersenyum tenang. Donor berlangsung lancar, timer di timbangan darah yang bergerak kayak jungkat-jungkit menunjukkan angkat 7 menit 30 detik untuk menyalurkan 470 cc darah. Cepat yaa.

Yang berbeda dari donor di mobile unit dengan di centre, kayak kantor PMI, adalah suguhan pasca donor. Di blood donor centre, ada kantin dan petugas yang melayani, dan bertanya mau minum apa? Mau makanan apa? Ehm… Saya sudah biasa dengan ini. Tapi yang paling senang adalah anak saya yang matanya langsung berbinar. Dia minta milk shake rasa coklat, lalu pie dan beberapa coklat dan permen. Seneng sekali dia. Apalagi dia puasa penuh tadi siang. Alhamdulillah, ayahnya senang bisa donor dan anak senang dapat pengalaman dan makanan enak.

Sayuti dari Newcastle NSW

Tulisan ini hanya untuk sekedar berbagi pengalaman yang mungkin ada gunanya. Niat dan keihlasan hanya Yang Di Atas yang tahu. Saya bisa saja berlagak ihlas, tapi Dia lah Yang Maha Tahu. Right?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun