Mohon tunggu...
Muhammad SAYUTI
Muhammad SAYUTI Mohon Tunggu... -

Hidup adalah belajar...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

SMK: Korban Penyimpangan UU Sisdiknas?

21 Juni 2013   14:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:38 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mencermati kebijakan pemerintah terkait dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), terkesan bahwa ada sebuah pergerakan yang menjauhi pesan UU Sisdiknas (UU No. 20 Tahun 2003). Penjelasan pasal 15 UU tersebut dengan tegas menyebutkan bahwa: Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Tapi mengapa di aturan-aturan turunannya kata-kata "mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu menjadi hilang" dan kemudian muncul "untuk mengikuti pendidikan  tinggi" (Lampiran Permendiknas no 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah).

Karena itu fakta bahwa jumlah guru produktif hanya sekitar 36 % sementara selebihnya adalah guru adaptif dan normatif (di Propinsi DIY) barangkali karena hilangnya kata-kata "untuk bekerja dalam bidang tertentu" itu. Karena itu pula mungkin banyak guru SMK kemudian menyebut diri sendiri hanya sebagai SMA PLUS. SMK adalah SMA dan sedikit plus keterampilan, bukan sekolah yang menjadikan "kerja" atau "bekerja" sebagai tujuan utama.

Hal yang lucu bisa juga ditemukan di draf yang beredar tentang Peraturan Mendiknas tentang Kurikulum 2013 untuk SMK. Tampak aneh kalau latar belakang perubahan Kurikulum SMK lebih didasarkan atas rendahnya nilai Matematika dan Sains seperti dalam ranking di TIMSS (the Third International Mathematics and Science Study) dan dari Program for International Student Assessment (PISA). Sementara pesan Pasal 15 UU Sisdiknas tidak mendapatkan apresiasi, misalnya dengan menyebut angka pengangguran atau relevansi pendidikan dengan pekerjaan.

Telah jamak dimengerti dalam literatur global tentang pendidikan kejuruan yang mahal investasinya, terutama dalam hal penyediaan fasilitas workshop, bengkel, consumables material dan sebagainya. Apakah ini kemudian membuat pemerintah mengalihkan SMK sekedar menjadi SMA Plus yang murah meriah. Seperti dulu saat saya sekolah di STM, yang sering diejek dengan sebutan STM Sosial, karena banyak pelajaran kejuruan yang disampaikan teorinya saja di kelas, bukan dipelajari di bengkel sambil mengamati dan praktik.

Wallahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun