Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berguru Pada Tukang Tambal Ban

27 Desember 2015   10:09 Diperbarui: 4 April 2017   18:11 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Foto pribadi"][/caption]Pagi ini saya mengalami musibah ketika menuju pelabuhan. Motor yang saya kendarai rupanya tidak bersahabat disaat musim hujan yang akhirnya bocor tepat di dalam komplek pelabuhan. Tapi saya masih bisa bersyukur karena bocornya bukan di tengah jalan karena kalau sempat bocor di jalanan maka sungguh saya harus siap mendorong puluhan kilo meter di pagi hari.

Sayangnya, saya masih harus kembali ke rumah dengan jarak yang sama ketika saya menuju ke pelabuhahan, lebih kurang 10 KM. Dalam bayangan saya pasti tidak ada tukang tambal pagi ini karena semalam hujan sangat deras dan jalanan masih basah dan air tergenang di beberapa tempat. 

Karena yang bocor ban depan jadi saya putuskan untuk mengendarai daripada dorong pagi-pagi. Bukannya saya mau cari enak, tapi mendorong motor di pagi hari bukanlah pilihan tepat. Haha :-). Alhamdulillah motor masih bisa berjalan stabil dengan kecepatan super lambat, asal bisa segera jumpa tukang tambal ban terdekat. Berhubung masih sangat pagi seperti yang saya duga di awal, hampir semua tukang tambal ban tidak keliatan di pinggir jalan. Saya rasa ini bukan salah mereka tidak bekerja di awal hari, tetapi ini memang salah saya yang cari masalah pagi-pagi. Namun demikian ini juga namanya musibah, jadi jangan saling menyalahkan :-).

Setelah melaju sejauh 7 KM akhirnya saya menemukan tukang tambal ban di sebuah sudut tikungan jalan. Sekilas tak ada yang istimewa dari abang tukang tambal ban ini. Orangnya terlihat masih sangat muda sekitar 35 tahunan. Saya berhenti tepat di depannya dan langsung memintanya mengecek apakah memang ban depan motor saya bocor atau hanya kurang angin. Hal pertama yang saya perhatikan adalah kelengkapan alat yang digunakan oleh si penambal ban jauh lebih modern dan lengkap ketimbang kebanyakan tukang tambal ban pada umumnya. Kalau pada kebanyakan tukang tambal ban menggunakan strika modifikasi atau spritus untuk perapian, si abang tukang tambal ban ini menggunakan elpiji 3 KG yang di sambungkan ke tungku perapian. Bagi saya ini adalah kemajuan mutakhir di kalangan tukang tambal ban karena sebagian lainnya masih menggunakan metode jaman. Haha

Rasa ingin tahu saya muncul tiba-tiba, saya ingin menggali informasi lebih banyak sekaligus belajar dari tukang tambal ban. Sambil si abang tukang tambal ban bekerja, saya pun lantas bertanya berapa lama tabung gas ini tahan untuk dipakai menambal ban. Si abang berkata biasanya sekitar 10 atau 15 hari tergantung banyak yang nambal. Ia pun berujar bahwa sehari rata-rata ada 10 sampa 15 orang yang mampir untuk menambal ban di tempatnya. Jadi, kalau saya hitung dengan ilmu matematik dengan asumsi 10 orang per hari maka ada 100 orang yang mampir ke tempatnya dalam 10 hari. Biaya tambal ban sekitar 10 ribu rupiah/motor. Hasilnya si abang tukang tambal ban bisa meraup lebih kurang Rp.1 juta/10 hari.

Dengan potongan biaya gas hanya Rp.25 ribu/tabung dan biaya tambahan lainnya yang tidak begitu banyak. Intinya adalah dengan ketrampilan seperti ini si abang tukang tambal ban bisa meraup rejeki yang lumayan besar. Tapi saya bukan menghitung laba karena ingin banting stir jadi tukang tambal , melainkan ingin mempraktekkan ilmu matematika saya yang sudah hampir punah. Hehe. 

Kembali ke judul awal cerita, apa pelajaran yang saya dapat karena musibah pagi ini. Saya mengambil kesempatan untuk bercakap banyak dengan abang tukang tambal ban. Di sela-sela percakapan, ia memberitahu bahwa angin yang di butuhkan motor sangat tergantung pada pemakaian si pengendara motor. Banyak orang yang tidak peduli dan condong jarang mengecek kadar angin pada kendaraan. Si abang tukang tambal ban menjelaskan bahwa ukuran angin ban depan motor adalah 22 sedangkan ban depan adalah 32.

Ia mengatakan bagi pengendara untuk mengisi angin seminghu sekali. Kenapa demikian? Kadar angin dalam ban bisa berkurang seiring berpindahnya motor. Sebagai contoh jika motor di parkir dengan ban menyentuh lantai semen atau keramik maka angin akan berkurang disebabkan sifat dingin pada lantai berakibat pada menyusutnya angin pada ban. Jadi, bagusnya motor di berdirikan dengan memakai cagak dua dan letakkan kayu di bawah ban depan agar tidak langsung menyentuh lantai.

Sedangkan ketika motor melaju di aspal jalan maka tekanan angin akan naik seiring panas yang bergesar antara ban dan aspal. Namun akan kembali normal ke angka semula di saat motor berhenti sejenak untuk istirahat. Ada baiknya mengecek kadar angin sebelum berpergian agar ban stabil ketika melaju di jalan.

Hal lainnya yang saya rasa sangat bermanfaat adalah ketika kita tidak mengisi angin ke ban secara teratur maka tekanan ke arah ban akan membuat terkikisnya ban di arah pentil tempat tumpuan pengisian angin pada ban. Inilah yang menyebabkan terkadang pentil ban akan terlepas dan ban dalam harus di ganti. Kalau saja kita teratur memompa ban seminggu sekali maka kejadian ini tidak akan terulang. Saya salut dengan penjelasan si abang tukang tambal ban dan kejujurannya menyampaikan informasi. Di sisi lain ia menambahkan bagus tidaknya hasil tambalan ban bisa di cek pada titik bocor pada ban yang di tempel. Jika hasil tempelan tidak halus dan terasa kasar jika dipegang maka kemungkinan besar hasil tambalan itu akan bocor lagi sesudah beberapa hari. Makanya sangat beresiko jika menambal ban di tempat yang perapiannya mengandalkan gosokan atau api dari spritus. 

Di penghujung percakapan saya bertanya sejak kapan si abang tukang tambal ban beroperasi. Alhasil, jawaban dari beliau membuat saya terdiam. Ia sudah memulai sejak kelas 3 SD sambilan membantu ayahnya dan belajar menambal ban dengan menggunakan ban bekas. Kalau saya menghitung mundur maka saya mendapati angka taksiran 1990.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun