Saya pernah merasakan puasa di musim dingin. Untuk bersepeda ke masjid yang jaraknya 15 menit, kedua tangan harus segera dicuci air hangat sesaat tiba di lokasi. Dinginnya terasa menusuk tulang rahang dan membekukan tangan.
Bayangkan bagaimana kondisi sahur di musim dingin. Karena berada di asrama kampus, kami bertukar jadwal untuk mempersiapkan menu sahur. Kebetulan ada puluhan mahasiswa Indonesia di kampus tempat saya belajar.
Jadi, semua mahasiswa saling membantu mempersiapkan menu sahur ala kadar. Bahkan, yang non-muslim dengan sukarela membantu walaupun sebenarnya tidak berpuasa.
Ada cerita menarik di suatu ketika di bulan ramadhan silam. Saya terbangun sedikit lebih telat dari waktunya. Karena waktu sahur sudah dekat, saya tidak mungkin bergabung bersama teman-teman lainnya.
Pilihan saat itu membeli mie di sebuah mesin dalam asrama. Namun, saya harus benar-benar mampu membedakan mie yang tidak mengandung minyak babi.
Akhirnya, saya mengandalkan insting alami langsung memasukkan uang koin dan menekan tombol. Ah, seketika mie keluar dan harus secepat mungkin disiram air panas sebelum waktu sahur hilang.
Alhamdulillah mie yang saya pilih tidak mengandung minyak babi. Jika salah menekan tombol di sebelahnya, sungguh nasib saya berbeda jauh.
Sekarang kondisi Taiwan jauh berbeda. Pemerintah sudah menyediakan makanan dan minuman halal via mesin (vending machine). Jadi, memilih makanan halal bukan lagi masalah ketika sedang dalam perjalanan.

Bagaimana dengan suasana buka puasa?
Menurut saya pribadi, pengalaman buka puasa di masjid Agung sulit dilupakan. Banyak jenis makanan dari timur tengah ditambah interaksi bersama mahasiswa asing seluruh Taiwan.