Pekan Olahraga Nasional (PON) Aceh-Sumut 2024 sedang menuju akhir. Layaknya sebuah perjalanan, sebuah refleksi perlu dilakukan sebagai bahan perbaikan dan pertimbangan kebijakan di masa akan datang.
Dari kacamata orang awam yang melihat langsung, saya ingin menuliskan beberapa hal. Isu konsumsi memang mengundang perhatiaan publik, sehingga anggaran besar yang diterima pelaksana memberi cerminan perilaku koruptif di lapangan.Â
Banyak spekulasi beredar di media sosial. Beberapa menilik lebih lanjut menemukan fakta mencegangkan. Konsumsi atlit tidak dikelola dengan baik. Anggaran Rp.42,5 miliar yang ditender dengan kalkulasi Rp.50,000/atlit malah memperlihatkan porsi 20 ribuan.Â
Ketika ditelusuri sistem tender pengadaan konsumsi PON terdapat kejanggalan. Pemenang tender adalah PT Aktifitas Atmosfir, perusahaan yang beralamat di Cilandak, Jakarta Selatan. [sumber: Liputan6.com]
Bagaimana mungkin pemenang tender adalah perusahaan di Jakarta, sedangkan pelaksanaan PON ada di Aceh. Sesuatu yang sulit dicerna oleh akal sehat publik.Â
Komplain makanan merebak cepat karena foto dan video yang beredar di media sosial. Panitia pelaksana dicecar habis, tidak hanya oleh para atlit, namun juga masyarakat di Aceh.
Saya sendiri merasa heran. Makanan di Aceh dengan standar 25 ribu saja sudah begitu lezat dan bergizi, apalagi jika anggaran Rp.50,000/porsi/atlit.Â
Apakah terdapat kesengajaan pada mekanisme tender konsumsi PON 2024?
Tidak berhenti sampai disitu, ada rumah makan yang harus menanggung rugi sampai puluhan juta. Awalnya mendapat pesanan makanan dari penyelenggara PON sampai 3 ribu kotak, lalu mendadak dibatalkan tanpa sebab yang jelas H-1 [sumber:viva.co.id, 13/9/2024]. Sungguh miris!