Hari masih gelap, saya mulai mempersiapkan baju dan sepatu. Jam di dinding menujukkan angka 6:15. Waktunya keluar rumah untuk sesi lari di awal pagi.
Karena masih awal pagi, suasana masih sepi. Hanya beberapa orang telihat di jalan. Saya mulai berjalan 500 meter kemudian berlari. Sesi latihan kali ini adalah tempo run.Â
Target kali ini minimal bisa berlari di jarak 5 kilometer dengan waktu di bawah 30 menit. Saya tidak ingin memburu langkah begitu cepat di awal karena ingin menjaga denyut jantung pada angka 150 an.
Resiko berlari dengan pace 4Â lebih besar. Saya tidak ingin melakukan kesalahan setahun lalu yang berakibat pada cidera lutut. Makanya, saya tetap memperhatikan denyut jantung di angka rendah.
Selama ini pola lari selalu mempraktekkan MAF. Sejauh ini masih sangat aman dan waktu pemulihan lebih cepat bagi tubuh. Sesekali saya mencoba tempo run untuk melatih kecepatan.
Beberapa bulan yang lalu, saya bisa menyelesaikan 5k dengan waktu 28:42 menit. Namun, denyut jantung masih lumayan tinggi dan sangat terasa lelahnya.Â
Berbeda dengan hari ini. Saya bisa menyelesaikan 5k di waktu yang nyaris sama dengan denyut jantung lebih rendah pada angka 153. Artinya, sesi latihan MAF selama ini terbukti mampu menurunkan denyut jantung.
Tidak mudah lari di pace 5Â tanpa jeda. Ternyata kuncinya konsisten berlari dengan jarak jauh dengan denyut jantung di bawah rata-rata. Pada awalnya terasa seperti kura-kura yang sangat lambat, tapi cukup efektif membentuk ketahanan tubuh.
Banyak pelajaran yang bisa dituangkan dari konsisten lari pagi. Kalau dituliskan bisa menjadi sebuah buku. Sama seperti jalan kaki, lari juga memberi dampak positif bagi tubuh pada skala berbeda.
Tidak semua orang bisa berlari karena banyak faktor. Salah satunya pertimbangan kesehatan. Oleh sebab itu, pilihan jalan kaki setidaknya masih memberi manfaat yang sama.Â