Tidak terasa, umat muslim sudah di penghujung bulan Ramadan. Setiap yang diawali pasti mesti diakhiri. Ramadan ibarat kapal pesiar yang singgah sementara waktu di sebuah pulau.
Ketika kapal singgah, kita diberi waktu untuk turun menikmati keindahan pulau. Ada yang terkesima sampai lupa akan tujuan sebuah pemberhentian. Sehingga, momen untuk mengumpulkan oleh-oleh terlewatkan tanpa disadari.
Begitulah Ramadan, selama lebih kurang 29-30 hari setiap muslim sudah menjalankan puasa. Namun, adakah kita sudah melakukan amalan-amalan yang akan kita bawa pulang ke akhirat?
Amalan seperti shalat, sedekah, dan lain-lain yang bisa kita bawa pulang saat Ramadan pergi. Seringkali, begitu Ramadan berakhir, maka momen puasa hilang tanpa bekas. Alhasil, amalan yang seharusnya menjadi "oleh-oleh" terlupakan.
Adapun khatib pernah berujar bahwa di sepuluh yang akhir ramadan hendaknya digunakan untuk memperbanyak amalan. Faktanya, menjelang berakhirnya Ramadan, toko baju sesak dipenuhi pengunjung untuk merayakan hari raya.
Padahal, hakikat kemenangan di hari raya bukanlah pada meriahnya lebaran dengan baju baru atau kue-kue yang berjejer rapi.Â
Sebaliknya, hari raya adalah sebuah simbol kemenangan bagi yang sudah berhasil menahan lapar, hawa nafsu, dan konsisten melakuka amalan selama bulan Ramadan.
Jika ingin melihat sesukses apa seseorang di bulan Ramadan, maka lihatlah kualitas amalan sesudah bulan Ramadan. Ramadan adalah momen intropeksi dan refleksi diri terhadap kualitas amalan.
Sadar atau tidak, selama Ramadan kuantitas amalan tergambar dalam diri seorang muslim. Bukan hanya itu, inti dari amalan yang sudah rutin dijalankan adalah pada kualitas yang terkandung di dalamnya.Â
Berbicara kualitas, seorang muslim perlu merujuk kembali pada niat. Sejauh mana niat beribadah benar-benar karena Allah dan tidak terbesit niat karena manusia.Â