Apakah seorang guru perlu memikirkan umur untuk bergerak ?
Guru penggerak sering dianggap sebagai motor penggerak yang dapat memberi sumbangsih besar pada pendidikan. Di Indonesia, istilah seringkali dipakai untuk memberi kesan berbeda.
Misalnya, ada sekolah unggul, sekolah model, sekolah penggerak, dll. Sementara sekolah tanpa lebel salah satu nama tersebut boleh jadi tidak begitu menarik.
Lebel pada sekolah memberi dampak berbeda pada kualitas dan prioritas. Sekolah dengan lebel yang saya sebut di atas sering dianggap berkualitas. Sebaliknya, sekolah tanpa lebel boleh jadi tidak masuk skala prioritas orang tua.
 Nah, bagaimana dengan guru penggerak?
Kenapa harus ada lebel guru penggerak? guru seharusnya sama-sama bergerak untuk memberi kualitas yang sama di sekolah manapun.Â
Idealnya, mutu pendidikan tidak disekat oleh lebel sekolah dan lebel yang dilekatkan pada guru. Dengan begitu, ekosistem sekolah tidak membentuk gap antara sesama institusi pendidikan dan para guru.
Semua guru mesti memiliki standar yang sama sebelum menjadi guru. Sayangnya, transfer ilmu pada fakultas keguruan belum maksimal dalam hal mempersiapkan calon guru berkualitas.Â
Berbeda dengan konsep pendidikan di negara maju. Sekolah sama sekali tidak dilebel dengan nama apapun, begitu pula dengan guru. Kualitas sekolah harus sama dan standar kemampuan guru sudah disesuaikan.
Guru-guru di Indonesia, kalau boleh berkata jujur, belum siap menjadi guru ketika diangkat menjadi guru. Hal ini terjadi karena teori-teori pendidikan di fakultas keguruan gagal menyelaraskan antara kebutuhan di lapangan dan kemampuan pedagogik calon guru.
Tidak heran, ketika calon guru diterima menjadi guru di sekolah, mereka masih saja diwajibkan atau disarankan untuk mengikuti pelatihan ini dan itu, dengan tujuan mendalami teori atau memperdalam skil mengajar.Â
Apakah itu salah? sama sekali tidak!