Perang di Palestina belum usai. Dunia seakan diam melihat kekejaman Israel terus berlajut di tanah Palestina. Seorang jurnalis, Hamza Al-Dahdouh, tewas akibat serangan rudal Israel di bagian barat Khan Younis, Gaza.
Hamza adalah anak dari seorang jurnalis senior Al Jazeera, Wael Al-Dahdouh. Bagi seorang ayah, kehilangan seorang putra adalah kehilangan terberat.
Wael mengatakan "Hamza adalah segalanya bagiku, anak tertua, dia adalah jiwa jiwaku... ini adalah air mata perpisahan dan kehilangan, air mata kemanusiaan," dilansir dari Al Jazeera.
Israel sudah membunuh lebih dari 30 ribu jiwa penduduk Palestina. 11 ribu diataranya adalah anak-anak yang tak pernah bersalah. 80% fasilitas hancur akibat serangan teroris Israel, termasuk sekolah, rumah sakit dan masjid.Â
Jurnalis yang bertugas seakan berjalan untuk menyerahkan nyawa. Ayahnya Hamza Al-Dahdouh menjadi bukti betapa tidak berotaknya Israel. Selain kehilangan Hamza anaknya, ia sudah kehilangan satu annak laki-laki dan 1 anak perempuannya serta istri tercinta akibat serangan membabi buta Israel di Gaza.Â
Kepedihan bertambah ketika anak tertuanya, Hamza juga diserang dengan bom oleh Israel. Tiga anaknya kehilangan nyawa tanpa kesalahan apapun.Â
Tapi, lihatlah wajah Wael Al-Dahdouh yang tetap tegar meghadapi ujian berat. Istri dan tiga anaknya telah tiada. Apakah keberaniannya lenyap? sekali-kali tidak! bahkan, ia dengan berani mengatakan "lanjutkan perjuangan ini".
Israel dengan sengaja menargetkan mobil sedan yang dikendarai Hamza Al-Dahdouh. Nyawa jurnalis tidak ada harganya bagi Israel. Jumlah jumnalis yang terbunuh di Palestina sejak Oktober meingkat tajam.Â
The New York Times menulis berita dengan judul "Two More Journalists Killed in Gaza, Including Son of Al Jazeera Reporter", di dalamnya tertulis uangkapan perasaan Wael, seorang ayah yang telah kehilangan istri tercinta dan tiga orang anak:
"I wish that the blood of my son Hamza will be the last from journalists and the last from people here in Gaza, and for this massacre to stop."