Pustaka sering dianggap sebagai tempat membosakan bagi anak. Suasana pustaka sangat menentukan apakah anak-anak mau berdiam lama atau sekedar hadir disana tanpa makna.
Bagaimana seharusnya pustaka mampu menghadirkan suasana nyaman bagi anak?
Keberadaan pustaka sebagai pusat peradaban hendaknya diikuti dengan sebuah inovasi. Pola dan gaya hidup yang berubah seiring meningkatnya penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari harus dijadikan tolak ukur kajian literasi di masa depan.
Hari ini kita masih melihat banyak pustaka yang belum memberikan suasana nyaman bagi pengunjung. Terkhusus untuk anak-anak, pustaka masih berada dalam urutan terbelakang untuk dikunjungi.
Dunia anak adalah dunia bermain, mereka condong merasa nyaman dengan suasana yang mengasikkan. Desain pustaka yang tidak ramah anak menghadirkan suasana yang membosankan.Â
Anggaran Daerah dan Pustaka Ramah Anak
Setiap daerah jelas memiliki anggaran yang sangat cukup untuk membangun pustaka ramah anak. Kendati demikian, coba perhatikan berapa jumlah pustaka di sebuah kabupaten. Belum lagi melihat koleksi buku dan tata kelola pustaka yang masih bergaya konvensional.Â
Anggaran besar berbentuk APBD belum sepenuhnya menyasar bangunan perpustakaan. Pustaka masih dipandang sebelah mata dan belum menjadi prioritas pembangunan bagi setiap kabupaten.Â
Padahal, kebutuhan akan pustaka bagi anak selayaknya diletakkan pada urutan tiga besar lingkup pembangunan daerah. Semestinya dalam satu kabupaten minimal terdapat 10 pustaka ramah anak yang bisa dijangkau dalam radius setiap 5-10 kilometer.
Kalau saja pustaka bisa dijadikan tempat bermain anak, maka perkembangan literasi akan meningkat tajam. Lagi-lagi, kita sedang tidak melihat keseriusan pemerintah daerah untuk memikirkan perkembangan kognitif anak di umur yang sangat potensial.
Anggaran daerah sering dibelanjakan untuk kebutuhan yang sebenarnya tidak terlalu mendesak. Misalnya, pengadaan kendaraan dinas, pengadaan fasilitas kantor atau perbaikan gedung dan bangunan.