Rumah yang kita tempati saat ini bukanlah sekedar tempat berteduh semata. Rumah selayaknya dijadikan aset kesehatan bagi pemiliknya dan anggota keluarga yang hidup dalam satu atap.
Seberapa banyak orang yang menjadikan rumah sebagai media hidup sehat? sedikit sekali! bahkan, fungsi rumah hanya sekedar hunian yang luput dari standar hidup sehat.
Padahal, rumah yang sehat mampu menjauhkan penghuninya dari kebiasaan mengkonsumsi makanan tidak layak atau yang berpotensi mengundang penyakit.
Di Amerika, industri makanan menjadi penyumbang pola hidup yang buruk. Merebaknya industri makanan cepat saji di hampir semua sudut wilayah negara bagian membuat sistem kesehatan meradang.
Health care berubah menjadi sebutan baru, yakni sick care. Kesehatan tidak lagi dijamin oleh pemerintah, sebaliknya, pemerintah memang membuat orang cepat sakit dengan produk makanan pabrikan yang merusak cara kerja organ tubuh.
Hal serupa dialami oleh ratusan juta penduduk di berbagai macam negara, termasuk Indonesia. Industri makanan tidak pernah peduli pada kesehatan. Mereka malah mengiklankan makanan dan minuman dengan bahasa yang menipu, lebel nutrisi, protein tinggi, dan menyehatkan kerap menipu dan membutakan pembeli.Â
Akses Pangan Bermutu
Berbicara tentang pangan, kita tidak sedang membahas kuantitas saja. Ketersediaan pangan yang menipis seiring bertambahnya populasi dunia menjadi sebuah ancaman yang membodohkan cara bernalar.
Realitanya, pola tanam dan konsumsi adalah akar masalah yang jauh lebih penting untuk dipahami. Ketersediaan pangan bisa dikendalikan jika masyarakat mau merubah pola pikir terlebih dahulu. Jumlah pangan akan tetap bisa dikontrol sejalan berubahnya pola makan.
Konsumsi makanan rata-rata orang Indonesia masih jauh lebih kecil dari jumlah lahan pertanian yang tersedia dari Sabang sampai Marauke. Hanya saja, lahan-lahan tersebut masih belum sepenuhnya dihidupkan untuk mencukupi kebutuhan pasar.Â
Di Aceh saja, tomat, bawang, wortel masih bergantung pada pulau Sumatra. Untuk sayuran, petani lokal sejauh ini mampu menyeimbangkan kebutuhan pasar.Â