Untuk mampu berpikir kritis, anak pelu dibiarkan mencoba dan tentunya dipandu oleh orang tua. Dengan demikian, anak dapat belajar dari apa yang dilihat dan dilakukan.
Sejak umur di bawah satu tahun, saya sudah membelikan helem untuk anak dan memakaikan di kepalanya kemanapun kami pergi. Tidak lupa, saya menyisipkan pesan manfaat helem untuk keamanan dan kenyamanan.
Pada awalnya, anak saya tidak merespon dan hanya memakainya. Setelah berumur dua tahun dan aktif berkomunikasi, malah ia mengingatkan saya ketika lupa memakai helem.Â
Menariknya lagi, saat berkendaraan dan ada yang tidak memakai helem, anak saya kerap memprotes kenapa mereka tidak memakai helem karena berbahaya. Proses berpikirnya mulai logis dan mengarah pada hal yang bermanfaat.
Begitulah anak-anak. Pembiasaan yang baik membuat mereka memahami sesuatu dengan cara yang benar. Bukankah dengan cara ini orang tua semakin mudah mendidik anak?
Membangun kreatifitas dalam diri anak dimulai dengan pembiaran. Maknanya, anak harus dibiarkan untuk mencoba hal-hal positif yang belum pernah dilakukan.Â
Bagaimana jika berbahaya untuk anak? orang tua perlu mendampingi dan membimbing anak untuk mengetahui mana yang seharusnya dihindari. Intinya, berikan kesempatan bagi anak untuk mencoba terlebih dahulu.
Kita sebagai orang tua tidak pernah tahu potensi anak sebelum mereka menggalinya. Kalau anak terus dibatasi untuk melakukan hal-hal berbeda, bagaimana orang tua bisa mengenali bakat yang sebenarnya ada dalam diri anak?
Memproteksi anak tentu saja sah dilakukan jika dalam keadaan yang wajar. Namun, menjadi orang tua yang terlalu protektif malah mematikan kreatifitas berpikir anak.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI