Uang haram bisa menghadirkan malapetaka dalam rumah. Kebiasaan bekerja dengan cara yang tidak benar sangat memungkinkan perputaran uang haram dalam rumah tangga.Â
Sebagai contoh, seorang suami yang bekerja sebagai pegawai pemerintah, lalu datang ke kantor cuma untuk absen saja. Tak lama kemudian duduk di warung kopi 1-2 jam, baru kemudian kembali ke kantor.
Di akhir bulan, gaji masuk ke rekening dan uang itu dibawa pulang ke rumah untuk istri dan anak-anak. Maka, uang gaji yang didapat sudah bercampur antara uang halal dan uang haram.Â
Kenapa? karena ada jatah jam kerja yang tidak dipenuhi, sementara uang gaji diterima secara penuh. Padahal, tidak layak bagi seseorang yang tidak bekerja sepenuhnya untuk menerima gaji sebagaimana jam kerja.
Hal ini juga berlaku sama bagi pekerja yang mengabaikan tanggung jawab. Idealnya, untuk menerima gaji yang halal, seseorang haruslah bekerja sebagaimana tugas yang dibebankan kepadanya serta mengikuti jam kerja yang berlaku.Â
Akan tetapi, praktik kerja seperti ini mudah saja ditemui di kebanyakan pegawai pemerintah. Terlebih, ada yang hanya sekedar hadir untuk absen finger print, lalu menghilang dan baru kembali untuk absen pulang.Â
Lantas, di awal bulan gaji diterima secara penuh dan tidak ada rasa bersalah sama sekali. Makanan yang dibeli dengan uang yang berasal dari cara kerja seperti ini tidaklah memberi ketentraman bagi yang mencicipinya.
Bagitulah nasehat yang disampaikan pada khutbah Jumat kemarin. Perputaran uang haram bukan sekedar pada hal-hal perjudian ataupun hasil penjualan narkoba dan semisalnya.
Pola kerja yang tidak sehat dan mengambil jatah yang bukan haknya juga mengarahkan seseorang untuk menikmati uang yang haram. Sungguh, uang yang didapat dengan cara kerja seperti ini akan membawa malapetaka dalam rumah tangga.
Sudah seharusnya, seorang suami bekerja dengan cara yang benar dan membawa nafkah yang halal ke dalam rumah. Dengan demikian, istri dan anak dapat terpelihara dari memakan dari sumber uang yang tidak layak.Â